Sri Mulyani Indrawati : Pernyataan itu Politis dan Menyesatkan
INILAH tanggapan atas Pernyataan Ketua MPR “Pembayaran Pokok Utang Pemerintah Tidak Wajar”. Ketua MPR dalam pidato sidang tahunan MPR 16 Agustus 2018 menyampaikan bahwa besar pembayaran pokok utang Pemerintah yang jatuh tempo tahun 2018 sebesar Rp400 triliun yang 7 kali lebih besar dari Dana Desa dan 6 kali lebih besar dari anggaran kesehatan adalah tidak wajar. Pernyataan tersebut selain bermuatan politis juga menyesatkan. Berikut penjelasannya:
1. Pembayaran pokok utang tahun 2018 sebesar Rp396 triliun, dihitung berdasarkan posisi utang per akhir Desember 2017. Dari jumlah tersebut 44% adalah utang yang dibuat pada periode sebelum 2015 (Sebelum Presiden Jokowi). Ketua MPR saat ini adalah bagian dari kabinet saat itu.
Sementara itu, 31,5% pembayaran pokok utang adalah untuk instrumen SPN/SPN-S yang bertenor di bawah satu tahun yang merupakan instrumen untuk mengelola arus kas (cash management). Pembayaran utang saat ini adalah kewajiban yang harus dipenuhi dari utang masa lalu, mengapa baru sekarang diributkan?
2. Karena Ketua MPR menggunakan perbandingan, mari kita bandingkan jumlah pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan dan anggaran Dana Desa.
Jumlah pembayaran pokok utang Indonesia tahun 2009 adalah Rp117,1 triliun, sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp25,6 triliun. Jadi perbandingan pembayaran pokok utang dan anggaran kesehatan adalah 4,57 kali lipat. Pada tahun 2018, pembayaran pokok utang adalah Rp396 triliun sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp107,4 triliun, atau perbandingannya turun 3,68 kali. Artinya rasio yang baru ini sudah menurun dalam 9 tahun sebesar 19,4%.
Bahkan di tahun 2019 anggaran kesehatan meningkat menjadi Rp122 triliun atau sebesar 4,77 kali anggaran tahun 2009, dan rasionya mengalami penurunan jauh lebih besar lagi, yakni 26,7%. Di sini anggaran kesehatan tidak hanya yang dialokasikan ke Kementerian Kesehatan, tapi juga untuk program peningkatan kesehatan masyarakat lainnya, termasuk DAK Kesehatan dan Keluarga Berencana.
Mengapa pada saat Ketua MPR ada di kabinet dulu tidak pernah menyampaikan kekhawatiran kewajaran perbandingan pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan, padahal rasionya lebih tinggi dari sekarang? Jadi ukuran kewajaran yang disebut Ketua MPR sebenarnya apa?
Kenaikan anggaran kesehatan hingga lebih 4 kali lipat dari 2009 ke 2018 menunjukkan pemerintah Presiden Jokowi sangat memperhatikan dan memprioritaskan pada perbaikan kualitas sumber daya manusia.
3. Ketua MPR juga membandingkan pembayaran pokok utang dengan dana desa. Karena dana desa baru dimulai tahun 2015, jadi sebaiknya kita bandingkan pembayaran pokok utang dengan dana desa tahun 2015 yang besarnya 10,9 kali lipat. Pada tahun 2018 rasio menurun 39,3% menjadi 6,6 kali, bahkan di tahun 2019 menurun lagi hampir setengahnya menjadi 5,7 kali. Artinya kenaikan dana desa jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan pembayaran pokok utang. Lagi-lagi tidak ada bukti dan ukuran mengenai kewajaran yang disebut Ketua MPR.
Jadi arahnya adalah menurun tajam, bukankah ini arah perbaikan? Mengapa membuat pernyataan ke rakyat di mimbar terhormat tanpa memberikan konteks yang benar? Bukankah tanggung jawab pemimpin negeri ini adalah memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat dengan memberikan data dan konteks yang benar.
4. Pemerintah terus melakukan pengelolaan utang dengan sangat hati-hati (pruden) dan terukur (akuntabel). Defisit APBN selalu dijaga di bawah 3% per PDB sesuai batas UU Keuangan Negara. Defisit APBN terus dijaga dari 2,59% per PDB tahun 2015, menjadi 2,49% tahun 2016, dan 2,51% tahun 2017. Dan tahun 2018 diperkirakan 2,12%, serta tahun 2019 sesuai Pidato Presiden di depan DPR akan menurun menjadi 1,84%.
Ini bukti tak terbantahkan bahwa pemerintah berhati-hati dan terus menjaga risiko keuangan negara secara profesional dan kredibel. Ini karena yang kami pertaruhkan adalah perekonomian dan kesejahteraan serta keselamatan rakyat Indonesia.
5. Defisit keseimbangan primer juga diupayakan menurun dan menuju ke arah surplus. Tahun 2015 defisit keseimbangan primer Rp142,5 triliun, menurun menjadi Rp129,3 triliun (2017) dan tahun 2018 menurun lagi menjadi defisit Rp64,8 triliun (outlook APBN 2018). Tahun 2019 direncanakan defisit keseimbangan primer menurun lagi menjadi hanya Rp21,74 triliun, sekali lagi menunjukkan bukti kehati-hatian pemerintah dalam menjaga keuangan negara menghadapi situasi global yang sedang bergejolak. Apakah ini bukti ketidak-wajaran atau justru malah makin wajar dan hati-hati?
6. Selama tahun 2015-2018, pertumbuhan pembiayaan APBN melalui utang justru negatif, artinya penambahan utang terus diupayakan menurun seiring dengan menguatkan penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak. Bila tahun 2015 pertumbuhan pembiayaan utang adalah 49,0% (karena pemerintah melakukan pengamanan ekonomi dari tekanan jatuhnya harga minyak dan komoditas lainnya), tahun 2018 pertumbuhan pembiayaan utang justru menjadi negatif 9,7%!
Ini karena pemerintah bersungguh-sungguh untuk terus meningkatkan kemampuan APBN yang mandiri. Ini juga bukti lain bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam mengelola APBN dan kebijakan utang. Hasilnya? Pemerintah mendapat perbaikan rating menjadi “investment grade” dari semua lembaga pemeringkat dunia sejak 2016. Jadi siapa yang lebih berkompeten menilai kebijakan fiskal dan utang pemerintah wajar atau tidak?
7. APBN adalah instrumen untuk mencapai cita-cita bernegara, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta makin mandiri. Komitmen dan kredibilitas pengelolan APBN ini sudah teruji oleh rekam jejak pemerintah selama ini. Mari cerdaskan rakyat dengan politik yang berbasis informasi yang benar dan akurat.
Sementara itu, Prastowo Yustinus @prastow yang juga aktif di Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengatakan, pernyataan Ketua MPR @ZUL_Hasan dalam Pidato Sidang Kenegaraan 16 Agustus 2018 memang perlu diluruskan. Selain kurang elok, banyak kesalahan pemahaman dan rawan menyesatkan publik. Mari kita bahas....
Ketua MPR @ZUL_Hasan menyampaikan bahwa besar pembayaran pokok utang Pemerintah yg jatuh tempo tahun 2018 sebesar Rp400 T, 7x Dana Desa dan 6x anggaran kesehatan - tidak wajar. Benarkah pernyataan ini? Mari kita uji. @mprgoid @KemenkeuRI
Pembayaran pokok utang th 2018 Rp396T, dihitung berdasarkan posisi utang per 31 Des 2017. Dari jumlah tsb, 44% adl utang yang dibuat sebelum 2015 (sebelum Presiden Jokowi, dan Ketua MPR adalah bagian kabinet saat itu). Wah, menepuk air didulang, tepercik muka sendiri...
Sementara itu 31,5% pembayaran pokok utang adl utk instrumen SPN/SPN-S yg bertenor di bawah satu tahun yg merupakan instrumen pengelola arus kas. Jadi pembayaran utang saat ini adl kewajiban yg harus dipenuhi, sebagian besar utang masa lalu. Kenapa @ZUL_Hasan musti meributkan?
Mari kritisi dan ikuti logika perbandingan yg dibuat @ZUL_Hasan : 2009 pokok utang Rp117,1T - anggaran kesehatan Rp25,6T (perbandingannya 4,57 kali lipat). Tahun 2018, pembayaran pokok utang Rp396T - anggaran kesehatan Rp107,4T (3,68 kali lipat). Membaik 19,4% kan?
Bahkan di thn 2019 anggaran kesehatan meningkat jadi Rp122T atau 4,77 kali anggaran kesehatan thn 2009, dan rasionya menurun 26,7%. Mengapa saat itu Ketua MPR tidak menyampaikan protes karena rasio yang tidak wajar, dan baru sekarang bicara, padahal alokasi lbh baik?
Kenaikan anggaran kesehatan hingga 4 kali lipat dari 2009 ke 2018 jelas pencapaian Pemerintahan @jokowi yang layak diapresiasi, suka atau tidak suka. Prioritas RAPBN 2019 ke pembangunan manusia jg sewajarnya didukung, bukan malah dinyinyirin berbungkus kritik sbg pejabat negara.
Ketua MPR @ZUL_Hasan membandingkan pembayaran pokok utang dg Dana Desa. Buat Yang Mulia, Dana Desa baru ada 2015, rasio utang 10,9 x lipat. Tahun 2018 menurun 39,3% atau 6,6 kali lipat. Lagi2, kenaikan Dana Desa jauh lebih tinggi dan cepat dibanding kenaikan pembayaran utang.
Jika arahnya menurun pakai tajam, bukankah ini perbaikan Pak @ZUL_Hasan ? Benci boleh, tapi sebaiknya tetap dijaga validitas kritik, apalagi menggunakan mimbar Ketua MPR di Sidang Tahunan lho. Mari cerahi publik dg info yang baik, dg cara bajik.
Pengelolaan utang jg dilakukan hati-hati (prudent) dan terukur (akuntabel). Defisit APBN dijaga di bawah 3% thd PDB. Bahkan menurun terus dari 2,59% (2015), 2,51 (2017), perkiraan 2,12% (2018), dan 2019 ditargetkan 1,84%. Sae mboten Pak @ZUL_Hasan ?
Info tambahan buat Ketua @mprgoid @ZUL_Hasan : defisit keseimbangan primer terus menurun menuju surplus. dari (Rp142,5T) thn 2015, (Rp 129,3T) thn 2017, outlook 2018 (Rp64,8T), dan target 2019 (Rp21,74T). Membaik, ayo dukung supaya lebih baik, jangan justru digangguin dong Pak.
Dan ini juga penting Pak @ZUL_Hasan : selama 2015-2018 pertumbuhan pembiayaan APBN melalui utang justru negatif. Ini berarti penambahan utang diupayakan turun seiring meningkatnya penerimaan perpajakan. 49% (2015) menjadi 9,7% (2018). Maklum 2015 ada tekanan harga komoditas.
Kalau Pak @ZUL_Hasan mengkritik pedas dengan analisis yang bengkok, sayangnya lima lembaga pemeringkat utang bereputasi internasional justru menaikkan peringkat kita menjadi 'investment grade'. Nah, gimana ini Pak, nggak malu dengan lembaga2 itu?
APBN ini kan instrumen utk mencapai cita-cita Republik, menciptakan masyarakat adil, makmur, cerdas, hidup damai. Komitmen dan kredibilitas pengelolaan APBN sdh teruji oleh sejarah. Mari gandeng tangan, satukan langkah, maju bersama. Jangan sesatkan publik demi ambisi politik.
Jangan pula hanya lantaran Pak @ZUL_Hasan memilih tdk bersama Presiden Jokowi lagi, lantas penilaian menjadi tidak objektif. Mari berpolitik dengan mengedepankan fatsoen dan akal sehat. Kemarin ada satu menteri jg kok di Kabinet Kerja, dan sy apresiasi kinerjanya bagus.(*)