Hati Kecil Seorang Ayah
Lalu, bagaimana dengan ayahnya? Apakah kangen juga? Kenapa lebih kepada ibunya, mungkin karena ibunya itu lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari, tapi tahukah kamu, jika ternyata ayahlah yang mengingatkan ibu untuk meneleponmu? Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, ibu lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang ayah bekerja di larut malam, dan dengan wajah lelah, ayah selalu menanyakan pada ibu, tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?
Saat dirimu masih masih sebagai perempuan kecil…… cerita sedih tentang cinta ayah, biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda. Dan setelah ayahmu mengganggapmu bisa, ayah akan melepaskan roda bantu di sepedamu.
Kemudian ibu bilang : “Jangan dulu Yah, jangan dilepas dulu roda bantunya.” Ibu memang kadangkala takut putri manisnya terjatuh lalu terluka. (Kebalikannya, saya yang sekarang justru selalu cemas. Saya selalu naik motor hati-hati, apalagi semenjak saya ditabrak dari belakang, oleh seorang cewek di Jl Mayjen Sungkono, Surabaya, 19 November 2010).
Tapi sadarkah kamu, bahwa ayah dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya : PASTI BISA. Pada saat kamu menangis, merengek meminta boneka atau mainan yang baru, ibu menatapmu iba. Sebaliknya, ayah akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang.” (Benar, inilah yang selalu saya katakan kepada dua gadis kecilku)
Tahukah kamu, ayah melakukan itu karena ayah tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi? Saat kamu sakit pilek, ayah yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata, “Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!”. (Ya, seperti pagi hari ini, suaramu gruk, gruk, dan terbatuk-batuk. Kata ibu, itu biasa, karena cuaca, hujan setiap hari).
Berbeda dengan ibu yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut., ketahuilah, saat itu ayah benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu. Ketika kamu sudah beranjak remaja, kamu mulai menuntut pada ayah untuk dapat izin keluar malam, dan ayah bersikap tegas dan mengatakan: “Tidak boleh!”. (Ah, belum terjadi, tapi apa kamu akan melakukannya anakku, setelah kau baca tulisan ini di blog ayah).
Tahukah kamu, bahwa ayah melakukan itu untuk menjagamu? Karena bagi ayah, kamu adalah sesuatu yang sangat–sangat luar biasa berharga. Setelah itu kamu marah pada ayah, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu. Dan yang datang mengetuk pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah ibu. Tahukah kamu, bahwa saat itu ayah memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya, bahwa ayah sangat ingin mengikuti keinginanmu, tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?
Ketika saat seorang cowok mulai sering meneleponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, ayah akan memasang wajah paling cool sedunia. Ayah sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu. Sadarkah kamu, kalau hati ayah merasa cemburu? Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan ayah melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya. Maka yang dilakukan ayah adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir.
Setelah perasaan khawatir itu berlarut–larut, dan ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati ayah akan mengeras dan ayah memarahimu. Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang sangat ditakuti ayah akan segera datang? “Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan ayah.” Setelah lulus SMA, ayah akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang yang diinginkannya. Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan ayah itu semata karena memikirkan masa depanmu nanti. Tapi toh, ayah tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan ayah.
Ketika kamu menjadi gadis dewasa, dan kamu harus pergi kuliah ke kota lain, ayah harus melepasmu di bandara. Tahukah kamu bahwa badan ayah terasa kaku untuk memelukmu? Ayah hanya tersenyum sambil memberi nasihat ini–itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. Padahal, ayah ingin sekali menangis seperti ibu dan memelukmu erat-erat. Yang ayah lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang.” Ayah melakukan itu semua agar kamu KUAT…kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.
Di saat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah ayah. Dan, ayah pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain. (Inilah yang sekarang ayah lakukan, karena kamu sekolah di swasta, demi pendidikan dan pembentukan kepribadian yang baik, sekolah yang harus membayar mahal).
Ketika permintaanmu bukan lagi sekadar meminta boneka baru, dan ayah tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan. Kata-kata yang keluar dari mulut ayah adalah : “Tidak…. tidak bisa!” Padahal, dalam batin ayah, sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti ayah belikan untukmu”. Tahukah kamu bahwa pada saat itu ayah merasa gagal membuat anaknya tersenyum?
Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana. Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu. Ayah akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang.” Sampai saat seorang teman pria datang ke rumah dan meminta izin pada ayah untuk mengambilmu darinya. Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin. Karena ayah tahu, bahwa pria itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.

Ayah menangis karena ayah sangat berbahagia, kemudian ayah berdoa kepada Tuhan Yesus,“Ya, Yesus, tugasku telah selesai dengan baik. Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik. Bahagiakanlah ia bersama suaminya.”
Setelah itu, ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk. Dengan rambut yang telah dan semakin memutih. Badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya.
Ayah telah menyelesaikan tugasnya, ayah adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat, bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis. Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal. (*)