Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Wo Ai Ni Number #10

IBU Magda menutup rapat siang itu. Rapat membahas Britani Cup. “Sekian dulu rapat hari ini. Semoga hari pertama besok bisa berjalan  lancar,” kata pemilik nama lengkap Magda Suharga itu. Lega rasanya. Aku sudah cukup bosan duduk diam selama tiga jam, hanya  menatap layar LCD sambungan laptop guru Biologi itu.

Tentu saja tiga3 jam, this is the last day’s meeting.Bukan hanya aku, Carla Teresa, sobatku yang berambut keriting indah,  sudah tertidur pulas di pundakku tanpa sepengetahuan Bu Magda. “Curly, come on! Wake up! The meeting is over!” ucapku sedikit keras setelah semua peserta rapat keluar. Ya, aku  memanggilnya Curly, karena hal paling mencolok di dirinya adalah rambut.

“Mana sarapanku,” igaunya. “Demi apa, siang bolong gini, anak udah gede ini masih bisa aja ngigau,’ tanyaku dalam hati. “Sarapan apaan? Curlyyyy, ini di sekolah sayang!” tuturku lantang, akhirnya. “What? Are you kidding me? Jadi, aku ketiduran gitu di sekolah?”
sahutnya lebay setelah sadar.

Dan yang ingin aku ucapkan adalah, “Menurut elooooo?” tapi yang keluar hanya kata, “Iya.” “Ya, maaf, habis ngantuk banget dengerin Bu Magda nerangin Britani Cup besok,” jawabnya sok polos. Emang bener sih, ngantuk banget rasanya. “Tapi kan harus ditahan, ini rapat terakhir!” kataku. Britani Cup adalah ajang kompetisi basket putra yang diadakan Britani-Wales International School, sekolahku. Untuk putri, namanya  Wales Cup yang diselenggarakan  di tahun ber-angka ganjil, sedangkan Britani Cup untuk tahun ber-angka
genap.

Keduanya sama-sama acara bergengsi tingkat SMP se-Surabaya. Tentunya, menjadi panitia acara ini adalah orang yang sangat beruntung! Aku, Arianne Savira, ketua panitianya. “Baiklah, aku mengalah, Anne sayang,” Carla menyerah. “Gini, aku jelasin ya, isi rapat
tadi.

Ada satu sekolah tambahan untuk acara ini. Udah ada empat sekolah kan, jadi lima sekolah sekarang. Britani-Wales School, Brooklyn School, SMP Permata, Trinity School, dan sekolah tambahannya Velicity School,”  singkat ceritaku.

Aku melanjutkan,”Bu Magda memutuskan, sistem pertandingannya setengah round. Jadi, nggak sampai final.” “Oh, ya..ya. Mengerti, Ibu Ketua!” goda Carla. “Oke, pulang yuk, aku udah dijemput nih, kayaknya.” Carla mengangguk dan berlari mengikutiku yang sudah
berjalan lebih dulu meninggalkannya.

                                                                            ***
AKU mendengar namaku dipanggil saat jam istirahat kedua. Oleh siapa? Aku sendiri sedang mencoba mencari tahu. Suaranya sih, familiar. “Anneeee!!” dan ternyata itu Bu Magda. “Ada apa, Bu? Apa saya masih punya utang  tugas soal Britani Cup?” tanyaku penasaran.

“Bukan. It’s time to work! SMP Permata dateng cepet hari ini. Tuh, mereka udah di pintu masuk. Sekarang kamu panggil semua panitia yang bertugasi lewat sentral,” perintah guru yang merangkap Kaur Kesiswaan itu.

“Siap, Bu!” dengan lantang aku menjawab. Maklum, kebiasaan. ‘Selamat siang. Kepada seluruh panitia Britani Cup yang bertugas hari ini, harap berkumpul di ruang kepala urusan dengan membawa tas masing-masing. Terima kasih.’

Aku mengumumkan itu lewat mikropon sentral di ruang tata usaha. Tidak perlu menunggu lama, seluruh panitia sudah berkumpul di ruang kepala urusan. Aku segera membagi tugas. “Ayo, Curly, kita harus segera ke meja depan! Kita petugas registrasi tim hari ini!” teriakku dari luar toilet pada Carla yang masih buang air kecil.


“Wait a minute! Aku segera keluar!” Carla keluar. Kami lantas berlari ke meja depan, dan di sana sudah ada satu tim putra yang mengantre. Aku langsung duduk dan mengeluarkan kertas presensi  untuk SMP Permata. Carla menyiapkan bolpoin.

“Silakan tanda-tangan sesuai dengan nama kalian masing-masing di sini,” terangku pada tim ini. Aku memperhatikan mereka satu-persatu. Tinggi mereka bikin aku dan Carlai minder. Sekitar 170 cm-an tingginya. Aku dan Carla hanya 160 cm-an.

Ganteng-ganteng sih, Carla aja jadi salah tingkah sendiri. Aku sih, biasa aja. Soalnya, aku bukan tipe orang yang suka memperhatikan penampilan, tapi banyak orang iri padaku. Mereka bilang, meski aku tidak suka memperhatikan penampilan, aku tetap terlihat cantik dan rapi.

Setelah  tim demi tim yang registrasi untuk pertandingan hari ini, aku dan Carla membawa
data-data tim di ruang kepala urusan. Carla langsung menghilang, entah ke mana. Aku dan Carla bukan sahabat yang nempel terus kayak lem.

Kami kadang berpisah. Kami bukan orang yang suka dibatasi dalam hal pertemanan. Jadi, kalau Carla pergi tanpaku, itu sudah biasa. Begitu pula sebaliknya. Hari ini, tim sekolahku tidak bertanding, jadi aku menjagokan tim favoritku selain Britani, yaitu Velicity!

Mereka mainnya bagus banget, berkualitas. Dan, ternyata bukan cuma aku yang jagoin
mereka, temen-temen cewekku yang lain juga. Aku yakin itu, karena ada pemain nomor jersey 10 itu, Wisnu Alexander.

                                                                            ***
AKU sudah hampir gila duduk di meja wasit selama pertandingan lima hari. Lebih sebal lagi mendengarkan teriakan cewek-cewek Wisnu Lovers di belakangku.  “Wisnu! Ayo Wisnu! Aaaaaaa!” Padahal, apa sih istimewanya dia? Aku benci Wisnu. Dia awal dari kegilaan manusia-manusia centil itu.

“Arianneeee!” Aku dikejutkan oleh suara itu. “Kamu di sini! Aku dari tadi nyari kamu tau, mau ngajak kamu buat jadi Wisnu Lovers juga. Ayuukk!” Itu Carla. Aku kaget bukan main. Tunggu,  nggak kaget sih sebenernya. Temenku yang satu ini kan emang gitu.

“Nggak mau ah. Apa sih istimewanya dia? Semua tergila-gila kayaknya,” tolakku mentah-mentah.“Dia itu ganteng, mainnya bagus. Aduh banyak deh istimewanya!” tutur Carla. “Udah ayo ikut aku aja!” Emang sih, dia top scorer terus di setiap pertandingan. Cuma kan, ga perlu segitunya juga. Kesalku bertambah.

                                                                            ***
PERTANDINGAN pertama, Velicity vs Britani sudah selesai. Velicity menang, dan itu
artinya mereka champion Britani Cup tahun ini. Hampir setiap pertandingan, mereka juaranya. Aku sudah berada di ruang kepala urusan untuk istirahat. Carla? Entah itu anak. Setelah ngajak aku pergi, tiba-tiba dia ninggalin aku gitu aja di sini. Ngejar idolanya itu kali,
kan ini hari terakhir.

Tiba-tiba, sosok yang dikejar-kejar banyak cewek itu masuk ke ruang kepala urusan. “Eh, eh, ngapain kamu masuk sini? Ada keperluan apa?” tanyaku judes. “Aku disuruh ke sini sama salah satu panitia. Katanya mau diwawancara,” jawabnya polos.

“Wawancara?’ gumamku. Aku adalah satu-satunya jurnalis sekolah, dan aku tidak pernah
merencanakan wawancara apapun sama cowok satu ini. “Tapi…,” belum selesai aku berbicara, Carla masuk dan langsung menarik tanganku ke ujung ruangan.

“Anne cantik dan baik, tolong dong, wawancara dia. Aku yang nyuruh dia ke sini. Minta pin BB-nya ya, terus kamu wawancara apa kek.’ “Ayolah kumohon, kan dia tuh yang jadi tokoh atas menangnya Velicity,” Carla menampangkan wajah memelasnya.

Asal kalian semua tahu, aku adalah orang yang paling tidak tega melihat orang yang kusayangi memasang wajah memelas. “Huh, baiklah.” Aku segera menuju meja depan.
“Silahkan duduk,” sambutku sok ramah pada idola para cewek Britani-Wales itu.


Aku mengambil  secarik kertas dan kuminta Wisnu menuliskan data diri serta pin BB seperti permintaan Carla tadi. Karena ini wawancara dadakan, jelas aku sedikit tersendat-sendat dalam menanyakan sebuah hal. Meski sudah terbiasa wawancara dadakan, tapi kali ini beda. Entah mengapa. “Oke, kita mulai wawancaranya ya,” kataku mengulur waktu sembari
memikirkan pertanyaan.

Wisnu tersenyum. Sekarang aku mengerti mengapa cewek-cewek di sini tergila-gila padanya. Senyumnya sangat menawan. Aku sempat terpukau dan terdiam beberapa saat sampai…“Hellooo,” Wisnu mencoba menyadarkanku dari keterpukauanku akan dia. “Kamu manis saat terdiam tadi,” pujinya seraya tersenyum lebih manis.

Aku yakin 100%,  pipiku merah merona sekarang! Aku malu! Tuhan, apa yang sudah kulakukan di depan cowok ganteng ini?! Apakah aku juga suka padanya? Tidak, tidak. Aku terpukau, bukan suka alias naksir. Lagian aku benci kok sama dia. Tapi, aku deg-degan banget waktu dia memuji aku. Te..terima kasih,” jawabku mengumbar senyum seraya berpikir,‘Oh tidak! Aku terkena virus Wisnu Lovers!’

                                                                           ***
SEMENJAK wawancara itu, aku dan Wisnu sering kontak-kontakan lewat BlackBerry Messenger alias BBM. Dia bercerita mengenai banyaknya cewek yang ‘meneror’-nya, termasuk Carla, dengan maksud mendekatinya. Dia menanggapi itu, tapi hanya sebatas teman.

Carla sudah tau akan hal ini, tentang aku dan Wisnu yang kian lama semakin dekat. Dia sempat cemburu dan memarahiku. Tapi tak lama, dia maklum pada kami. Aku sendiri tak tahu perasaanku pada Wisnu. Namun sepertinya, aku suka dia. Tapi dia tak kunjung menyatakan cintanya.

“Arianne Savira!” lengkingan suara Carla yang khas membuatku terpaksa menutup telinga. “Kamu harus dengerin aku kali ini!” “Iya, iya. Ada apa sih, Curly? Bikin kaget aja,” sahutku kesal. “Your lovely Wisnu!” “Iya kenapa dia?” desakku tak sabar.

“Dia kecelakaan di depan sekolah kita sekarang! “Velicity libur kan hari ini? Dia mau ketemu kamu! Nggak taunya dia ketabrak mobil di depan!” napas Carla tak beraturan selama bercerita. Aku diam. Tak percaya, kaget, dan menganggap ini semua hanya bercanda. ‘Ini nggak mungkin. Tenang Anne, Carla bohong.’

Tak sadar, air mataku jatuh. Aku menangis. Semua bayangan buruk menghujam pikiranku. “Kamu pasti bercanda, Curl, ” hanya kata itu yang keluar dari mulutku untuk Carla. “I’m not, Anne! Ikut aku sekarang!”

Aku berlari mengikuti gandengan tangan Carla dengan kepala menunduk dan air mata bercucuran. Aku masih syok. Aku sayang dia, dan dia kecelakaan. Itu memukulku.
“Surprise!”  Aku mendongak. Tampak di depanku, di depan sekolahku, spanduk merah muda bertuliskan, ‘Hey you beautiful, Arianne Savira, would you be my girlfriend?’

Di samping tulisan itu, berdiri seorang Wisnu Alexander, sehat walafiat, tak ada luka, dengan senyumnya yang paling aku suka. Di satu sisi, aku bersyukur tidak terjadi apa-apa
pada anak satu ini, tapi di satu sisi aku ingin meng-karate mahkluk-mahkluk cerdas yang merencanakan ini semua, termasuk Carla.

Aku menghapus air mataku, dalam keadaan yang masih syok. ‘Tenangkan dirimu, Anne. It’s over.” Aku bingung apa yang harus kulakukan. Tiba-tiba, Carla mengulurkan sebuah pedang. “Kalau kamu terima dia kamu jatuhkan pedang ini, tapi kalau kamu menolak dia, sobek spanduk itu,” jelasnya.

Aku tersenyum. Tanpa pikir panjang, kujatuhkan pedang itu. Aku memeluk Wisnu diiringi dengan tepukan tangan dan sorakan semua orang yang menyaksikan kami. Aku tersenyum diam, terlarut dalam kebahagiaan ini. Ya, hanya 2 kata! Aku bahagia. Hanya satu doaku, semoga hubungan ini berjalan panjang dan berakhir bahagia seperti saat dimulai. (jessica claudia)
Auto Europe Car Rental