Rusiyati, Tapol dan Pengasingan (11-Tamat)
PADA hari dan jam yang ditentukan, para tahanan diberangkatkan untuk dibawa menuju ke satu tempat di Semarang. Rusiyati tidak tahu persis nama tempat itu, dugaannya adalah Kodam Semarang. Sesampainya di kantor tersebut langsung diadakan pembagian dalam kelompok. Rusiyati termasuk dalam kelompok kecil, dipisahkan dari rombongan besar. Pada waktu itu, dirinya betul-betul panik.
Beberapa lagi dipisah sesuai asal dari berbagai daerah, serta dipindahkan ke suatu ruangan kecil. Hari berikutnya, masih tetap menghuni tempat ruangan kecil tersebut. Rusiyati tidak dapat menguraikan kegelisahan saat itu, karena sebelumnya tidak pernah ada pemberitahuan maupun penjelasan apapun dari pihak yang berwajib.
Hari berikutnya, masing-masing kelompok diberangkatkan dan dikawal untuk dibawa ketempat yang dituju. Rusiyati termasuk dari kelompok kecil berjumlah 3 orang, yaitu dirinya dan 2 orang lainnya untuk siap diberangkatkan. Keberangkatannya dikawal oleh seorang bapak berpakaian militer menuju ke Jakarta.
Sesampainya di Jakarta, para tahanan dijemput oleh seorang militer dengan mobil jip militer kemudian dibawa menuju gedung KODAM V Jaya. Sesampainya di gedung itu, Rusiyati dkk, diperintahkan supaya menuggu di mobil, sementara itu bapak militer turun dari mobil, dan tak lama kemudian kembali sambil memberi tahu pada kami, bahwa akan langsung dibawa ke penjara Salemba.
Rupanya sudah diberitahu sebelumnya karena ketika para tahanan sampai di penjara Salemba, dan turun dari mobil, disambut. Di situ sudah tersedia minuman yang disediakan buat para tahanan. Para keluarga sudah hadir karena masing-masing telah menunggu untuk menjemput kami. Rasa gembira tidak bisa Rusiyati lukiskan. Pertemua dengan keluarga penuh dengan kehangatan. Pertemuan ini terjadi, Agustus 1978.
Rusiyati dan anak-anak langsung pulang menuju rumah keluarga di daerah Tebet, yaitu di kompleks perumahan wartawan dari usaha PWI. Jauh sebelum G-30-S daerah Tebet masih berupa daerah perkebunan bebas. Banyak pohon buah-buahan. Tapi, waktu itu, keluarga Rusiyati, masih tinggal di rumah sewa di daerah Salemba-Jakarta Barat.
Di sepanjang perjalanan menuju rumah, Rusiyati melihat ke arah kiri dan ke kanan, tapi sudah tidak lagi dapat mengenali sekitar daerah itu, Terasa benar betapa lamanya saya telah meninggalkan Jakarta, karena disamping itu Jakara juga merupakan kota kenangan sangat berharga buat dirinya.
Teringat pada Hari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, ketika dirinya masih sekolah di salah satu universitas Jakarta. Terlintas penglihatan ingatannya terpaku pada masa lalu, padahal saat itu, dirinya sedang berada di masa kini.
Tidak lama kemudian sampailah di daerah kompleks perumahan wartawan serta berhenti di depan pintu rumah. Begitu masuk rumah, Rusiyati disambut oleh ibunya yang usianya sudah senja. Ia memeluknya sambil mengucapkan beribu-ribu terimakasih karena selama 13 tahun melindungi dan membesarkan anak-anaknya,
Begitu pula, Rusiyati memeluk anak-anaknya. Tanpa terasa airmatanya berlinang karena gembira dan terharu. Si bungsu sudah kelas satu SMP. Pertemuan kami berlangsung dalam suasana akrab, penuh tangis dan gembira.
Anak Rusiyati yang tertua, umurnya sudah 28 tahun, sedangkan ibu saya kelihatan mulai sakitan. Ia baru menyadarinya bahwa sudah sekian lama dipisahkan. Anak tertua dipaksakan oleh situasi dan kondisinya untuk dibebani tanggung jawab besar. Beban berat tidak hanya dipaksa untuk berperan sebagai ayah maupun ibu, tapi pula untuk membiayai hidup keluarga, serta membesarkan adik-adiknya..
Di rumah, Rusiyati mencoba membiasakan diri untuk membaca koran harian yang memakai huruf latin karena selama di dalam penjara, terbiasa membaca huruf Arab. Usaha mengenal anak-anaknya, para tetangga dan lingkungan terdekat berjalan lancar, bahkan dalam waktu singkat sudah ikut serta kegiatan seperti arisan para Ibu-ibu di kompleks kami.
Esok hari, Rusiyati pergi ke Kodim, karena sebelumnya telah disarankan oleh militer dari Kodam-Jakarta untuk mengunjungi Kantor Kodim. Sesampainya, di kantor Kodim suasana ruangan sangat sepi. Rusiyati satu-satunya tamu ketika itu, dan di situ yang bertugas hanya seorang bapak militer. Sebenarnya, ia tidak mengetahui maksud dari kunjungan wajib dirinya ke Kantor Kodim karena sebelumya tidak ada penjelasan.
Ternyata, kedatangan Rusiyati dimaksudkan untuk diberi Kartu Penduduk, yang rupanya segala sesuatunya telah dipersiapkan terlebih dahulu dan diatur rapi. Bapak militer itu tidak memerlukan keterangan-keterangan lebih lanjut mengenai diri Rusiyati, maka tidak lama kemudian Kartu Penduduk sudah diberikan.
Dengan senang hati Rusiyati pulang kerumah, tapi setelah sampai di rumah, ia memperhatikan kartu penduduk, yang terlihat ada kode dengan huruf ET. Seketika dirinya kaget dan heran sekali mengenai pencantuman kode ET, yang adalah singkatan dari Ex- Tapol.
Rusiyati langsung merasa serta berpikir mengenai status barunya sebagai seorang warga negara Republik Indonesia, yang mana status sipilnya didiskriminasi oleh pemerintah Orde Baru. Padahal, pengalaman dipenjara selama 13 tahun tanpa proses pengadilan.
Tapi setelah melihat kenyataan itu, Rusiyati mencoba untuk langsung menutup pikiran dan perasaan saya, serta melihat ke masa depan, bagaimana pengalaman hidup nantinya dalam masyarakat bangsa Indonesia periode Orde Baru. (*)
Pemuatan ini untuk sekadar menambah kekayaan sejarah bangsa kita, dan kebetulan yang mengalami ada seorang wartawan. Silakan cek juga alamat ini :
http://sastrapembebasan.wordpress.com/
http://tamanhaikumiryanti.blogspot.com/
Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/