Si Pembawa Pesan (Refleksi Fenomena Bumi Semakin Panas)
Bumi makin panas yang disebut Helena, tidak lain bagian dari gejala nyata bernama global warming (pemanasan global). Sejumlah pasar swalayan di Indonesia sekarang mulai memberikan persuasi seperti Helena. Bahkan, menawarkan tas khusus, hasil daur ulang.
'Lek biasae, satu hari kita makek 6-7 plastik, itu sudah mempercepat globalWaktu saya membeli botol tempat minum di konter Cathay Pacific di Hong Kong, kasir meminta maaf, karena sudah tidak memberikan plastik lagi. Di Singapura dan Malaysia, gerakan antiplastik mulai menyebar. Di Amerika, khususnya daerah yang dipimpin Arnold Schwarzeneger, sudah lama membuat undang-undang guna menekan pencemaran lingkungan, termasuk emisi yang bisa semakin memanaskan bumi. Saya ingin mengatakan, kalau di negara lain, sudah mulai beraksi, di negara kita, termasuk di Surabaya, masih berupa imbauan, saran. Helena menurut saya, sudah menjadi semacam ‘pembawa pesan’, untuk menyampaikan pentingnya dampak atas perbuatan kita.
warming cak. Mangkae, mulai sekarang, kita harus mengurangi penggunaan
plastik dan sterofoam sebanyak-banyaknya, biar bumi kita ini ngak semakin panas. So, kurangi jajan di kantin yang pake plastik, entah makan atau minum. '
Pembawa pesan seperti, saya kira perlu makin diperbanyak, diberdayakan. Tentu senyampang dengan maraknya alat pembawa pesan itu sendiri. Sekarang, hampir setiap produk dan merek telepon seluler, punya ‘messenger’ sendiri.
Artinya apa? Sudah ada alatnya, tinggal niatan, apakah mau ikut peduli dan menyuarakan kepedulian itu atau tidak? Dan setelah itu apa? Tentu saja, selain peduli, mulai dari kita, sadar. Dalam konteks global warming, ya, tidak melakukan hal-hal yang semakin memanaskan bumi.
Mungkin bukan soal penggunaan plastik saja, tapi juga menggunakan produk daur ulang, membangun sesuatu yang lebih ramah lingkungan, menanam pohon (gerakan one man one tree), merawat kendaraan, biar asapnya tidak mengotori udara, dan sebagainya.
Saya sempat diprotes seorang siswa saat membagikan foto kopi untuk pelatihan jurnalistik. ”Pak e ini, menambah global warming saja. Makin banyak kertas yang dipake, makin banyak pohon di tebang Pak. Itu berarti, makin sedikit emisi yang luar biasa banyak di udara ini, dapat diserap karena pepohonan makin hilang.”
Di Inggris, sudah ada gerakan yang memberikan kompensasi terhadap emisi (gas buang) ini. Jangan bergembira dulu dengan adanya tarif murah pesawat. Justru dengan semakin banyaknya pesawat yang terbang di atas langit Indonesia ini, makin banyak emisi yang ada di udara. Di negaranya Pangeran Charles itu, sudah ada upaya-upaya meminimalkan gas buang pesawat udara.
Sebagai bagian dari warga intelektual, mari kita mengikuti jejak Helena, Caroline, sebagai pembawa pesan membangkitkan kesadaran akan global warming, dalam hal ini yang sudah terasa adalah perubahan iklim.
Perubahan iklim adalah sesuatu hal yang nyata, akibat dari meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) yang terperangkap di atmosfer karena aktivitas manusia, di antaranya: penggunaan bahan bakar fosil, kerusakan hutan, perubahan tata guna lahan, limbah organik, serta pengunaan energi yang tidak efisien.
Kalau kita tidak melakukan tindakan dan berani mengubah pola hidup, kita akan mengalami ancaman pemanasan global yang menaikkan suhu di permukaan bumi sehingga menyebabkan perubahan iklim menjadi tidak alamiah dan memicu bencana alam kekeringan, suhu ekstrem, banjir, longsor, gelombang tinggi, gagal panen, dan penyakit.
Di akhir tulisan ini, saya ingin mengulangi pesan Al Gore, mantan wakil presiden Amerika, ketika menerima hadiah Nobel Perdamaian tahun 2007. Katanya,”Jangan sampai ada yang percaya bahwa solusi masalah ini dapat dicapai tanpa upaya, biaya dan mengubah kebiasaan kita. Masa depan sudah mengetuk pintu kita. Jangan sampai kita berbuat salah.” (Hari, Pembina Ekstra Jurnalistik SMP Katolik Santa Clara Surabaya)