Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Dilema Rasa

LECHA, anak pengusaha yang tidak terlalu terkenal tapi sukses.  Ibunya keturunan Belanda dan ayahnya keturunan China, sedangkan, Anne, siswi biasa yang kebetulan bersekolah di SMA swasta terkenal dan favorit itu. ”Anne, aku nanti pulang  numpang kamu lagi ya,” kata Lecha Havene. ”Boleh,” sahut Anne Nadya Nugraha.

Kedua cewek ini bersahabat sejak SMP. Persahabatan diawali saat mereka satu kelas. Bisa dibilang, Lecha punya banyak teman, tapi nggak ada sahabat yang cocok dan pas ama karakternya. Tanpa maksud negatif, Anne menduga temen-temennya itu cuma manfaatin Lecha aja, karena dia kan terkenal baik di hadapan orang.

Jadi artinya dia jahat? Nggak juga, tapi nyebelin, suka memaksakan kehendak dan nggak pernah mau ngerti orang dan perasaan. Selain itu, sikap manja dan tidak bisa mandirinya itu, tak dapat ditoleransi lagi. ”Eh, jangan kluyuran donk! Kerjaan belum beres ni,” tegur Anne, pada salah satu teman sekelompoknya yang berbeda kelas  dan kebetulan ikut ekskul
bersama. ”Iya,” balas cowok itu. Tapi, ucapan itu seperti angin berlalu.

Di sudut lain, Lecha cerita macam-macam seperti penyiar radio tanpa henti.  Anne tak menggubris Lecha. Keesokan harinya, Anne lebih pendiem.”Hei, bengong saja, kok kamu aneh banget si hari ini,” tanya Lecha. ”Oh, ya? Biasa aja tu,” sahut Anne singkat. ”Kayaknya aku tahu de kenapa sebabnya, abis sejak kemarin kamu sekelompok ama si Davian Chandra,” tanya Lecha.

”Kamu kenal dia,” sahut Anne. Lalu Lecha menukas,”Ya iya la, dulu aku pernah sekelas ama dia tapi cuma sebentar karena dia murid pindahan pada semester 2. Kamu ada rasa ya sama dia?” Anne tidak menjawab, langsung pergi menuruni tangga dan ia bertemu Davi. Cowok ini anak orang kaya yang hobi banget nge-game dan sebenarnya cukup ganteng.

Tapi, dia ini, jarang peduli pada penampilannya dan tidak suka ver-SMS ria, apalagi pada yang namanya mengejar cinta. Nggak gaul deh. Dengan segera Anne menagih buku sejarah yang dipinjam Davi. Usai pelajaran, dengan maksud mengembalikan buku pinjamannya itu, sesuai janji, Anne menemui Davi di kelasnya.

foto : flickr


Iseng saja ia meminta nomor ponsel Davi dengan alasan mempermudah koordinasi kerja tugas ekskul. Tak sampai dua detik setelah Davi selesai mengeja nomor ponselnya, Lecha melihat Anne. Segera ditariknya tangan Anne untukmenemaninya ke kantin sekolah. Lecha yang pernah mengatakan mendukung sepenuhnya Anne dengan Davi,  justru orang yang tidak pernah mengerti saat-saat di mana seharusnya ia tidak mengganggu Anne.

Karena belum sempat mengucapakan terima kasih, Anne mengutarakan rasa terima
kasihnya dengan ketikan SMS ke nomor Davi. Yakin bahwa SMS itu sudah benar terkirim, karena begitulah reportnya, tapi tak ada balasan dari Davi. Hari-hari selanjutnya, Anne melontarkan SMS untuk menanyakan keberesan tugas ekstra yang diemban oleh Davi, tapi SMS itu tak  pernah terbalas. Dua hari kemudian, tiba waktunya Lecha mengikuti ekskul
cheers.

Seperti biasa, Lecha memaksakan kehendaknya pada Anne. ”Kamu jangan pulang dulu ya!” ”Aduh, biasanya kamu juga nebeng aku kan” jawab Anne ”Tapi aku mau ke...” ”Gak usalah, kamu tungguin aku selesai latihan cheers trus kamu nganterin aku aja ke toko aksesori dulu trus anterin aku pulang ya okey?” tanggap Lecha. ”Nggak bisa...”

”Uda nggak pake tapi tapian. Pokoknya gitu! Uda dulu ya aku mau ikut latihan cheers dulu. Dah!” Tidak ingin membuat Lecha kecewa dan karena Anne sangat menyayangi Lecha, ia menuruti permintaan Lecha. Hal yang tidak ia duga adalah saat ia menunggu Lecha, di tengah kesendirian, ia melihat Davi yang belum dijemput sopirnya.

”Davi, aku berkali-kali SMS kamu lo, tapi kok gak pernah dibalas si?”
”Oh iya, aku ganti nomor, ni nomorku yang baru,” ucap Davi sambil memberi selembar kertas berisi nomor ponsel miliknya. Ketika pesta pelepasan SMA, dua bulan berikutnya, Davi tidak mengikuti acara itu.

Nomor Davi juga sepertinya mati, sehingga ia SMS ke nomornya yang lama. Ternyata
nomor itu digunakan oleh kakak lelaki Davi yang duduk di bangku SMA dan sedang ujian kenaikan kelas. Namanya Greich. Anne meminta maaf telah mengganggu karena SMS berkali-kali.

Hati Anne kosong setelah tak ada komunikasi dengan Davi,  Anne bertemu Mike Adrian, seseorang yang sebelumnya hanya bisa ia pandang dari jauh. Setiap melihat Mike, Anne
bagai kehilangan akal warasnya dan tanpa disangka setelah beberapa lama memendam perasaannya, cowok itu datang.

Mike mengajak berkenalan. Tentu Anne mabuk bukan kepalang. Anne sudah merasa bahwa Mike juga menyukai dirinya karena sikapnya yang begitu terbuka padanya. Dengan mencari topik pembicaraan pada hari libur, Anne mengirim SMS. ”Lagi apa? Liburan ni?” ”Gak penting tau gak, nanya-nanya kayak gitu.”

”Lo? Aku kan hanya bertanya. Maaf kalau mengganggu.” ”Ternyata kamu tahu juga. Kamu memang mengganggu. Kamu gak penting, aku muak ama kamu. Jangan pernah mencari aku lagi.” Ternyata, Mike bukan seperti impiannya. Anne tak tahu harus berbuat apa. Ia terbaring lemas sambil menatap langit-langit rumah. Sesekali membalikkan badan dan menatap bantal.

Tak terasa butiran air hangat menetes dari matanya. Selama seminggu, ia seperti habis tersengat listrik, tak dapat berpikir jernih dan pikirannya sering kosong. Meski sudah menceritakan semuanya pada Lecha, beban hati Anne tak berkurang.

Suatu kali, Anne memungut ponsel miliknya dan mendengarkan lagu dari radio di ponsel. Secara kebetulan, saluran radio mendendangkan lagu-lagu penyembahan yang ”slow” tentang betapa tidak berdayanya manusia  dan pengharapan pada dunia serta manusia yang selalu menjanjikan kebahagiaan semu.

Anne merasakan si pembawa acara itu seperti menyindir penderitaan dirinya. Airmata Anne kembali menetes. Jauh lebih deras dari sebelumnya. Matanya sampai terasa sakit karena sering diusap. Satu bulan berlalu, Anne kembali ke kehidupan normal meski tak bisa
dipungkiri, rasa cintanya pada Mike masih belum pudar.

Lecha menghampiri Anne dan berkata,”Eh, beberapa minggu lalu aku kenalan ama Mike. Orangnya baik ya. Aku sih tambah deket ma dia tapi seandainya dia suka sama aku, aku si nggak mau. Bukannya takut ditinggalin dan jadi sebatang kara dan merenungi nasib kayak kamu tapi aku uda suka ama orang lain.”

Ucapan Lecha walau pelan seperti menyayat luka lama Anne. Tak berperasaan, kata Anne dalam hati. Malam itu, semua orang di rumah pergi. Di ranjang, Anne tergeletak, bolak-balik sambil memegang ponsel. Hei, entah mengapa, dia ingin menelepon Greich, cowok yang sejak salah kirim SMS itu, sempat diabaikan Anne. Padahal, keduanya merasa saling tertarik dan selalu bertukar pesan lewan ponsel.

“Halo. Greich-nya ada?” tanya Anne. “Greich udah tidur. Nanti aja telpon lagi!” “Oh ya. Maaf ya.” Telpon langsung terputus tanpa sebab. Anne berpikir bahwa yang menjawab telepon adalah papanya Greich dan keesokan harinya ia mancoba untuk menelepon lagi tapi
yang ada jawaban sama dari papa Greich.

Mulai timbul perasaan aneh dan curiga. Tak lama kemudian ada SMS masuk dari Greich yang tertulis. ”Papaku marah besar sama aku. Acara presentasiku di kantor papaku gak lancar karena ku belum siap.” “Lo? Kenapa? Kok bisa? Salahku ya,” jawab Anne. ”Sampai kapan papamu marah?” “Udah, sementara gak usah ganggu aku dulu, gak tau lah kalau papaku marah sampai lama banget.”

Mendengar itu, Anne tertekan dan terdiam merenungkan kata-kata Greich. Keesokan
harinya saat pulang sekolah Anne bertemu Davi. “Davi, kakakmu kenapa?” tanya Anne. “Nggak tau. Abis dimarahin.” Lalu ia melihat Greich mau menuruni tangga sekolah dan Anne berjalan ke arahnya dengan tergesa-gesa.

“Greich, kamu kenapa?” “Aku habis dimarahi!”kemudian Greich pergi begitu saja tanpa peduli. Setelah mengorek informasi dari berbagai sumber, antara lain Davi dan ibunya,
Anne jadi tahu, karena kedekatannya dengan Anne, hidup Greich tak lagi hanya mengurusi game dan perusahaan ayahnya. 

Sejak Anne memasuki kehidupannya, Greich gagal mempresentasikan usaha yang dikembangkan ayahnya. Tentu ayahnya marah besar. Tak lama kemudian Greich dan
keluargnya pergi menetap di luar kota. Anne memulai kehidupan baru bersama teman-temannya. Namun, semua temannya itu direbut Lecha dengan tampang dan sikap ”innocent” atau pura-pura ”innocent”.

Anne jengkel bahkan seringkali mengabaikan permintaan Lecha yang egois dan suka main perintah. Lecha juga tidak pernah menjaga perasaan Anne mengenai Mike atau Davi dan Greich dan membangga-banggakan dirinya. Di tengah hilangnya Davi dan Greich serta Mike, Lecha terus menambahkan beban dan tekanan pada Anne. (meivita wiggi)

Auto Europe Car Rental