Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Cerita Horor Santet Sewu Dino (14) : Dela Kabur

SOSOK Dela melihat mereka sejenak, sebelum memuntahkan sesuatu di depan Sri dan Erna. "Telinga yang terpotong," kata Sri tidak percaya. Ia melihat Dini menangis di kamar, memegang salah satu daun telinganya. Dela pergi, keluar. Sebelum Dela pergi keluar rumah, Sri sepintas melihat di salah satu kaki Dela, masih ada satu ikatan tali hitam. Apa yang membuat Dela bisa lepas dari ikatan itu.

Dini masih menangis, Erna cuma bisa diam tidak mengerti. Kini, mereka menatap hutan gelap itu dari sana. Mereka harus bertanggung jawab, mencari Dela di tengah hutan ini, atau orang tua itu akan membunuh mereka bertiga saat kembali esok hari. Sri melangkah masuk kamar,  melihat Dini masih menangis, menutupi salah satu daun telinganya, ia hanya terduduk.

"Din," tanya Sri, yang hanya dijawab tangisan penuh ketakutan. Sri mendekat, melihat lebih jelas, apa yang terjadi. Di sana, ia melihatnya, telinganya, ya telinga Dini, benar-benar tampak robek dengan darah segar mengalir, Dini kehilangan satu daun telinganya. Ketegangan semakin membuncah, manakala Dini tiba-tiba berujar sebuah kalimat, yang Sri yakini sebuah pesan.

"Sewu dinone cah ki, kari ngitung areng" (sisa waktu seribu hari anak ini hanya tinggal menunggu bara api padam, sebuah kiasan hitungan Jawa  untuk  waktu). Sri bangkit dari tempatnya, lantas, melihat Erna yang masih tampak shock, "Ayok digoleki cah kui, mumpung durung adoh"
(Ayo kita cari anak itu, mumpung belum jauh).

Erna yang mendengar itu lantas langsung sadar dari lamunannya, "He, golek cah iku, bengi ndedet ngene, gendeng koen" (Apa, cari anak itu, malam petang seperti ini, gila ya kamu). Sri yang mendengar itu, mendekati Erna, "Awakmu gak paham ta posisine, yo opo nek wong tuwek iku eroh" (kamu itu masih belum paham posisi kita ya, gimana kalau orang itu tahu).

Sebelum Erna menjawab pertanyaan itu, ia membanting boneka itu, kemudian bertanya dengan nada keras. "TEROS IKI OPO, SOPO SING NDUWE BARANG NGENE, AWAKMU KAN" (LALU INI PUNYA SIAPA, SIAPA YG PUNYA. INI PUNYAMU KAN). Sri terdiam, ia tidak bisa menjawab pertanyaan Erna, ia tidak tahu menahu, dan bilang memang karena benda itu semua ini terjadi, artinya, memang dialah penyebab semua ini.

Dengan setengah pasrah Sri berucap. "Jogo Dini, ben tak golekane cari cah iku" (tolong jaga Dini, biar aku yang cari anak itu). Sri mengambil satu lampu petromaks yang tergantung di pawon (dapur) lantas keluar, menembus kegelapan hutan yang sudah memanggil sedari tadi. Baru saja keluar, Sri bisa merasakan hembusan angin dingin yang langsung menusuk tulang.



Berbekal lampu petromax di tangan, Sri berlari entah ke mana, mengikuti jalan setapak, berharap, masih bisa mengejar Dela, yang bisa di mana saja. Ia, tidak tahu, seluk beluk hutan ini. Sejauh mata memandang, hanya bayangan pohon, dan kabut tebal. Yang Sri seringkali temui, sisanya, hanya suara gemeresak kakinya menembus semak belukar yang terkadang menggores kulitnya.

Hembusan nafas Sri lebih berat karena ketakutan sudah menemaninya semenjak keluar rumah. Tidak terhitung, berapa banyak ia melintasi pohon besar, mata Sri awas melihat sekeliling, sementara tangan dan kakinya meraba apapun yang bisa ia pegang hanya agar tidak terjerembab pada tanah yang tidak rata. Sri belum menemukan tanda keberadaan Dela.  (*)
Auto Europe Car Rental