Cerita Horor Santet Sewu Dino (9) : Misteri Cayajati
Kali ini, Dini tampak terguncang, bingung, ada apa sebenarnya. Terdengar suara marah dari dalam kain. ia adalah wujud tadi yang Sri saksikan, "Menungso bejat" (manusia berengsek). Mbah Tamin terus menekan kepalanya, membuat suara itu semakin menjerit marah. Setelah kurang lebih 5 menit, Mbah Tamin melakukan itu, perlahan, sosok itu mulai tertidur, dan Mbah Tamin membuka kain itu, ia melihat Dela memejamkan matanya.
"Sri, Erna, melok aku" (kalian ikut saya), kata mbah Tamin memanggil mereka, sementara Dini, tetap di kamar. Hanya dia yg belum mengerti apa yang terjadi. Mbah Tamin duduk di teras rumah, kegelapan hutan, benar-benar mencekam kala itu, Sri dan Erna berdiri, menunggu, sebelum mbah Tamin menunjuk sesuatu di antara pepohonan, "awakmu isok ndelok ikuh" (kalian bisa melihatnya)
"Nopo to mbah" (apa ya mbah) kata Sri, bingung. "Mrene" (ke sini). Mbah Tamin menempelkan jemarinya, menekan mata Sri. Ada sengatan ketika Mbah Tamin menekan mata Sri, membuat penglihatanya memudar perlahan. Setelan mencoba memfokuskan matanya, Sri melihat lagi apa yang ditunjuk Mbah Tamin.
Bagai petir di siang bolong, Sri melihat, banyak sekali makhluk yang tidak bisa digambarkan kengerianya. Mungkin ada ratusan, atau ribuan, seakan mengepung rumah. Butuh waktu lama, sampai Sri akhirnya tidak sanggup lagi melihatnya, sehingga Mbah Tamin menutup kembali penglihatan itu, mencabut sesuatu dari ubun-ubun Sri, dan dengan mata menerawang, ia mengatakan kepada Sri.
"Sedo bengi mangkuk nang rogo iku ngunu undangan gawe lelembut" (Raga yang dibuat mati adalah sebuah undangan bagi makhluk seperti mereka), kata mbah Tamin. "Awakmu lali, perintahku Sri, iku ngunu bahaya, isok mateni Dela, ojok sampe lali maneh yo Sri" (kamu lupa dengan perintahku, itu sangat berbahaya, bisa membunuh Dela, jangan ulangi ya).
Erna yang sedari diam saja, ikut berbicara. "Mbah, enten nopo sami Dela, kok isok Dela kate mateni kulo kaleh Sri" (Mbah tolong kasih tahu, apa yg terjadi sama Dela, kok bisa bisanya, dia mau bunuh saya dan Sri). Mbah Tamin duduk lagi, lalu mengatakan "berarti wes ndelok" (berarti kamu sudah lihat).
"Iku ngunu Cayajati, sing kepingin mateni Dela, tapi ra isok, mergane Cayajati butuh singgarahane, koyok sak bojo, Santet sewu dino, mek di nduwei ambek wong pados sing wes podo siap mati." (itu adalah Cayajati, yang ingin membunuh Dela, tapi tidak bisa karena ia butuh singgarahane, seperti sepasang suami isteri, santet seribu hari, hanya dimiliki oleh orang yang siap menanggung dosa, dan siap mati bersama).
Sri dan Erna masih terlihat bingung, ia tidak mengerti. Mbah Tamin menerawang jauh, menatap sisi hutan tergelap yang Sri saksikan dengan mata kepala sendiri, mereka tidak sendirian di hutan ini. Dengan suara berat, Mbah Tamin mengatakanya. "Terlalu awam, kango ngerti iki" (terlalu awal untuk mengerti ini). "Intine, ilmu santet sewu dino, iku pembuka ritual, kanggo mateni sak keluarga sampe sekabehe keturunan iku entek" (intinya, ilmu santet seribu hari, adalah pembuka ritual, untuk menghabisi satu garis keluarga sampai habis keseluruhanya). (*)