Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerita Horor Santet Sewu Dino (10) : Mbah Tamin Marah Besar

SETELAH percakapan itu, Mbah Tamin melangkah masuk kamar, mengunci pintunya, membiarkan semua kejadian itu, meluap, begitu saja. Dia meninggalkan pertanyaan besar, yang masih menggantung di atas pikiran Sri dan Erna?! Pagi itu, sekitar pondok, kabut tebal menutupi seluk beluk hutan, membuat pandangan mata terbatas. Sejak fajar menyingsing, Sri dan Dini sudah ada di sumur, mencuci pakaian untuk keseharian mereka, sedangkan Erna, tengah membasuh Dela di dalam kamar

Terdengar langkah kaki. Sri yang pertama mendengarnya. Ia berdiri untuk melihat, dari jauh, sosok hitam muncul dari balik kabut. Perawakanya familiar. Denah pondok rumah, memang sederhana, dari teras maupun kamar mandi, bisa melihat keseluruhan area sekitar, sehingga, sosok mendekat itu, terlihat jelas. Semakin dekat sosok itu, Sri semakin yakin, dan benar saja, ia mematung sesaat.

Dini ikut berdiri dan melihat apa yang membuat Sri tampak tercekat dalam ekspresi wajahnya, manakala, ia melihat,  Mbah Tamin mendekat ke arah mereka dengan wajah yang letih. Ketika, Mbah Tamin berdiri di depan Sri, ia bertanya, apakah petuah beliau sudah dijalankan. Sri hanya diam, bibirnya gemetar, Dinilah yang berinisiatif mengambil situasi, ia berucap lirih.

"Mbah, sampeyan wau dalu mboten mantok ta" (Mbah, bukannya semalam, anda pulang). Mbah Tamin yang mendengar itu, tiba-tiba mengejang. Otot wajahnya mengeras, lantas memandang Sri dengan ekspresi tidak percaya. Ada kemarahan dalam tatapanya. "Awakmu gak wes tak kandani ta, ojok MBUKAK LAWANG" (bukannya, kamu sudah tak kasih tau, jangan BUKA PINTUNYA).

Terjadi ketegangan dalam situasi itu, sampai, tiba-tiba, Mbah Tamin mencengkeram leher Sri, Dini yang melihat itu, panik. "SOPO SING MBOK OLEHI MELBU OMAH, NANG NDI MAKHLUK IKU!!" (SIAPA YANG KAMU IZINKAN MASUK, DI MANA SEKARANG DIA BERADA). Dini, mencoba menahan tangan Mbah Tamin. Sri  membuang muka, gemetar ketakutan.

"Nang kamar njenengan Mbah, tiyange mlebet mriku" (Di kamar anda Mbah, dia masuk kesitu) ucap Dini. Mbah Tamin sempat melirik Dini dengan wajah marah, sebelum, bergegas masuk rumah, setengah berlari seakan ingin melihatnya. Sri dan Dini ikut mengejar, bahkan, mereka sempat melihat Erna yang terdiam mematung, kaget melihat Mbah Tamin muncul dari luar rumah.

Erna  tahu betul, si mbah belum keluar dari kamarnya sejak semalam masuk ke sana. Tepat ketika, mereka sampai di sana, mereka melihat isi kamar berantakan. Ada yang mengobrak-abrik kamar Mbah Tamin. Semua barang berantakan, namun, yang membuat semua orang tercengang adalah, di atas ranjang tempat tidur beliau, ada patek (nisan dari kayu) yang tertulis nama "Atmojo".



Nama keluarga tempat mereka mengabdikan diri : Krasa Atmojo. Cukup lama bagi Mbah Tamin, memeriksa benda itu, tanpa melihat Sri dan Dini, si mbah berucap "Opo sing dilakoni nang kene mau mbengi ndok" (apa yg dia lakukan saat ada di sini semalam). Sri kali ini yang bicara, ia mengatakan semuanya, termasuk Dela, mimik wajahnya berubah, ia diam sebelum, akhirnya berjalan menuju Dela.

Mbah Tamin melihat anak gadis itu, masih terlelap dalam tidur, membelainya layaknya anak gadisnya sendiri, sama seperti sosok  semalam. Siapa sosok itu sebenarnya. Sri terlihat berpikir, mencari tahu jawaban itu. Setelah hari itu, Mbah Tamin mengatakan, akan lebih sering keluar rumah. Pesanya sama seperti dulu, jangan bukakan pintu manakala hari sudah petang. (*)