Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Blontank Poer : Ma'ruf Amin Sudah Berubah



WALAU abangan, saya tetap merasa berhak menilai cawapres pendamping pak @jokowi. berseliweran di medsos, orang remehkan kiai ma'ruf amin karena tak mengenalnya. Dulu, saya termasuk tak suka sama beliau ketika memimpin Komisi Fatwa MUI.

Saya pun bisa mengerti jika kini banyak yang punya persepsi negatif terhadap kiai ma'ruf. apalagi jika dikaitkan dengan kasus Ahok yang berujung pemenjaraannya.  Saya melihatnya berubah sejak jadi Rais Aam PBNU.

Saya punya kecurigaan, jaman di komisi fatwa dulu, kiai ma'ruf hanya jadi simbol, mewakili unsur NU, tapi penentunya adalah mereka yang kita kenal cenderung ke kanan, dan pro ke gaya-gaya laskar Islamis.

Nama kiai ma'ruf masih dipakai oleh mereka sampai Pak Ahok teraniaya berat dan sadis. tapi, begitu beliau 'kembali' menunjukkan wajah dan akhlak NU-nya, mereka mulai menjauh...

Secara pribadi, saya lega dan senang ketika kiai ma'ruf gencar mengampanyekan (ber-)Islam (ala) Nusantara, promosi Islam yang ramah, moderat, yang dianggap berseberangan dengan para laskar.

Dalam pilpres mendatang, kehadiran kiai ma'ruf insya Allah kian menguatkan posisi keberpihakan pak @jokowi kepada bangsa yang serbamulti ini. Keduanya bisa jadi sandaran harapan, pengayom.


Kalau ada sebagian orang meremehkan kapasitas intelektualnya, bagi kaum abangan seperti saya, saya kasih tahu. Beliau cerdas dan jelas kalimat-kalimatnya. beliau santri sejak kecil, keturunan kiai besar.

Di kalangan pesantren, setiap santri wajib belajar membaca, dan diajari ilmu sehingga menguasai logika. Karenanya, santri pasti hati-hati dalam pilihan kata, supaya omongannya tak menyesatkan orang lain.

Di luar soal penalaran, pesantren pun mengajari orang pandai menyampaikan pesan (dakwah, dll). Sebab itu, penguasaan bahasa (qur'an), bahasa lokal dan logika sudah harus menyatu. tak akan lulus santri tanpa itu.

Gelar kiai pada seseorang pun tak mudah didapat. sebutan ulama atau kiai itu dari publik, bukan klaim. semua itu terkait dengan penguasaan seseorang atas kitab, hadis, fikih, dan tentu saja ilmu pengetahuan umum...

Sependek pengetahuan saya yang abangan, ketinggian ilmu seorang santri (apalagi kiai) ditentukan seberapa banyak gurunya (biasanya mondok ke beberapa tempat). Tiap pondok (dan kiai) punya kekhasannya sendiri.

Makin banyak guru, seorang santri akan mendapat ilmu yang berbeda-beda. termasuk kearifan laku (sosial, budaya, politik, dll), sehingga tiap kiai punya cap berbeda-beda sesuai keahliannya...

Karena prinsip santri adalah terus menuntut ilmu (lewat guru), maka sifat rendah hatinya akan melekat. banyak orang tak mau  tunjukkan identitas kekiaiannya walau dihormati banyak orang karena keluasan ilmunya.

Seorang santri yang malang melintang berguru, walau tak punya pondok, ia akan dihormati dan disebut kiai (tidak harus haji karena belum tentu mampu atau berkesempatan), jadi tempat orang bertanya, berguru.

Beruntung saya banyak kiai, dan ketika sesekali menemani atau bertemu di suatu acara, saat menulis nama di meja resepsionis, hanya sebut nama, tanpa embel-embel H atau KH.

Kehebatan kiai (dalam kultur NU) tak ditentukan oleh jabatannya, apalagi menurut sistem jenjang MWC (tingkat kecamatan), PC, PW hingga PBNU.  Banyak kiai enggan tampil, apalagi jadi pengurus. maunya urus umat saja.

Saya pun belum lama tahu, kalau hasil kajian masalah-masalah penting (bahtsul masail) syuriah level kecamatan bisa berbeda dengan hasil kajian kiai-kiai di syuriah PBNU, dan pasti diakui.

Ternyata, ukuran keedibilitas hasil bahtsul masail ditentukan keluasan seorang pengkaji menguasai referensi beraneka kitab, dan pengetahuan umum, termasuk hasil penelitian para ahli berbagai kampus..

Tanpa dikenali ketinggian ilmunya oleh banyak kiai lain, tak mungkin kiai ma'ruf bisa sampai pada kedudukan sebagai rais aam.  Jabatan itu biasanya atas daulat (kadang dipaksa) kiai-kiai lain. tabu bagi kiai ajukan diri utk jabatan.

Sementara segitu dulu sedikit cerita yang sanggup dibagikan. lagi mau menikmati kopi dulu di Kim Kee Kopitiam, Tanjung Pinang...

Sumber :  Blontank Poër ™ (@blontankpoer)
Auto Europe Car Rental