Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Gibran: Antara Cangkem dan Baliho


MK belum memutuskan untuk perkara batas usia Capres/Cawapres. UU sekarang yang berlaku batas usia itu paling muda 40 tahun. Sedangkan usia Gibran baru 36 tahun. Maka, kalau Gibran mau maju sebagai Cawapres, UU harus diubah.

Kenapa saya bicara Gibran, padahal banyak politisi yang usianya di bawah 40 tahun. Ya, karena memang yang balihonya dipasang dengan menyatakan sebagai Cawapres hanya Gibran. Terlepas dari siapapun yang memasang baliho itu.

Gibran akan berpasangan dengan siapa jika MK yang ketuanya adalah Paklik-nya memutuskan untuk mengubah UU tentang batas usia itu? Dengan Prabowo!

Kenapa? Karena yang menggugat batas usia itu banyak yang terafiliasi dengan Gerindra. Ada kepala daerah dari Gerindra. Ada patai Garuda yang kini mendukung Prabowo. Ada juga PSI.

Menurut Gibran sih, setidaknya dari pernyataanya di media seolah-olah dia gak mau. Gak butuh. Gak kepengin. Anak ini kayak gak ada ambisi untuk jabatan itu dan sadar diri dia baru saja dua tahun di Solo.

Tapi di sisi lain, relawannya disiapkan. Balihonya dengan sebutan Cawapres tersebar ke seluruh Indonesia. Kasak-kusuk digencarkan. Dan di MK, orang menunggu keputusan.

Kita sebagai rakyat emang dipaksa harus memilih salah satu : mau percaya sama cangkemnya politisi seperti Gibran. Atau kita percaya pada realitas politik yang kasat mata. Soal baliho itu. Soal relawan yang sudah disiapkan. Soal gerakan yang mengarah ke sana.

Saya sih, sebetulnya gak masalah Gibran maju sebagai apapun semaunya. Walikota Solo lagi, boleh. Mau balik jadi pengusaha, silakan. Mau jadi Gubernur Jakarta, monggo. Syaratnya jangan biasakan main-main dengan aturan.

Sekarang UU kita menerapkan batas usia Capres dan Cawapres 40 tahun. Meskipun angka itu sendiri debatable. Tapi menurut saya kita jangan membiasakan diri mengubah-ubah aturan demi satu tujuan kecil : mengusung anak Jokowi jadi Cawapres. Janganlah kita terbiasa mengutak atik konstitusi hanya untuk tujuan jabatan doang. Bangsa ini lebih penting dari seorang Gibran.

Kalau aturan batas usia mau diubah jadi lebih muda, silakan. Nanti saja setelah Pemilu. Jadi tujuannya lebih umum. Argumen bahwa anak-anak muda sekarang punya kemampuan memimpin bangsa, silakan ditampilkan.

Tapi kalau gugatan itu baru sekarang, kesan yang ditangkap publik adalah alasan politis praktis banget. Mengubah sebuah pasal dalam UU, dan tujuannya hanya dipersembahkan untuk seorang Gibran. Dipersembahkan kepada putra Jokowi. Sebab kalau Gibran bukan anak siapa-siapa, gak mungkin energi bangsa yang dikeluarkan terkesan sedemikian besar untuk memangkunya.

Saya yakin sebetulnya Gibran punya gaya kepemimpinan bagus. Setidaknya jika kita berkaca pada gaya Jokowi. Hanya saja perlu dibuktikan lebih jauh. Jika ukuran Prestasinya sebagai Walkot Solo, itu belum bisa jadi patokan.

Soalnya dia jadi Walkot kan, juga sebagai anak Presiden. Akses ke pengambil keputusan di pusat jauh lebih mudah. Menteri-menteri saja pada berdatangan ke Solo. Berbeda dengan Walikota atau Bupati lain, misalnya. Mereka harus melewati jalan berliku untuk mengakses sebuah kebijakan di pusat.

Kalau mau jadi Cawapres atau Capres sekalipun orang harus menunjukan dirinya sebagai dirinya. Bukan sebagai bayangan dari siapapun. Bahkan bukan hanya bayangan dari orangtuanya sendiri. Karena ditanganya nanti nasib 270 juta jiwa dipertaruhkan.

Yang dibutuhkan dari Gibran sekarang hanya kesabaran saja. Juga pembuktian dirinya sebagai dirinya. Saya yakin, bangsa ini fair kok. Kalau memang bagus dan punya kepemimpinan kuat. Jangankan jadi Wapres Prabowo. Jadi Presiden juga memungkinkan kok.

Sumber: GP24P @KakekHalal