Pelukan (Ekspresi Kegembiraan Pengusir Stres dan Depresi)
Free Hugs (Pelukan Gratis) yang dirintis Juan Mann pada 30 Juni 2004.
Juan Mann memulainya dari sebuah taman di Pitt Street Mall, Sydney. Ia membawa spanduk bertuliskan “Free Hugs”. Hampir lima belas menit ia berdiri tanpa hasil. Seorang ibu tua datang menghampiri. Wajah muram. Si ibu berkisah, anjingnya baru saja mati, dan hari itu bertepatan dengan setahun putri tunggalnya meninggal karena kecelakaan mobil.
Si ibu merasa begitu kesepian. Juan Mann lalu memeluk ibu itu. Mereka kemudian berpisah dengan senyum cerah di wajah sang ibu. Itulah yang memang diharapkan Juan Mann. Kampanye Pelukan Gratis berusaha membuat orang tersenyum bahagia. Upayanya tak sia-sia. Saat ini, Youtube Juan Mann telah dikunjungi lebih 700.000 orang dan 6000-an komentar bahagia.
Beberapa waktu lalu, 1500-an orang membahas isu HIV/AIDS di Nairobi, Kenya, Afrika Timur. Benua Afrika selalu jadi rujukan mengenai penyakit yang satu ini. Banyak kasus lahir, sampai-sampai ada yang mengatakan, “AIDS sinonim dengan Afrika.”
Ketika itu, cuaca sangat dingin. Suhu berkisar 10-15 derajat Celcius. Nairobi, kota dengan julukan Ewaso Nai’beri (artinya negeri air dingin), serasa bertambah dingin. Tapi, pemandangan menarik terjadi ketika pertemuan HIV/AIDS baru dimulai. sejumlah remaja pria mengenakan kaus. Di punggung kaus ada tulisan “Please Feel Free To Give Me A Hug”, kira-kira artinya “Jangan Sungkan Memeluk Saya.”
Kalimat itu seolah menyuarakan keinginan para remaja itu. Ya, mereka adalah remaja pengidap HIV. Ini sebentuk kampanye untuk meyakinkan orang, bahwa penularan HIV tidak melalui pelukan. Sebuah persahabatan seyogianya terbuka bagi siapa saja, tak peduli apakah ia pengidap HIV positif atau negatif.
Pelukan yang satu ini benar-benar membawa berkah. Ia hanya seorang tunawiswa. Wanita itu bernama Henrietta Hughes. Nekad saja, Henrietta Hughes data pada jumpa public Presiden Amerika, Barack Obama pada 12 Februari 2009. Jeritan ‘Tolong, Bantu Aku’, menyentak dan menggugah perhatian Obama yang berada di atas podium.
Presiden Obama turun dari podium, menghampiri Henrietta Hughes serta memeluknya. Bukan hanya itu, Obama memberikan kata-kata penghiburan dan janji untuk menolong. Alhasil, si tunawisa ini memperoleh sebuah rumah untuk ditinggali bersama dua anaknya.
Di Indonesia, pelukan bukan barang baru. Para pejabat, bila bertemu koleganya, biasa melakukan pelukan hangat. Boleh jadi, pelukan itu menghasilkan kenaikan pangkat, deal politik, kesepakatan bisnis, atau apalah, yang barangkali, “membahagiakan” sang kolega.
Namun, di China, Pemerintah setempat terpaksa membubarkan aksi pelukan di pusat kota bisnis Xi’an, pada Oktober 2006. Mereka melarang kampanye pelukan gratis di jalanan, yang dikoordinasi sebuah lembaga. Regulasi di negeri itu menganggap pelukan sebagai tradisi asing.
Pelukan sendiri punya kekuatan yang kasat mata. Cobalah, browsing di internet. Sesudah diteliti, pelukan bisa menyembuhkan penyakit fisik dan psikis. Ia mengatasi stres, depresi dan lain-lain. Orang yang dipeluk, atau memeluk, merasakan kekuatan cinta. Kekuatan ini membuat kekebalan tubuh semakin meningkat.
Saat berpelukan, tubuh melepaskan oxytocin, hormone, yang berhubungan dengan perasaan damai dan cinta. Hormon oxytocin ini membuat jantung dan pikiran sehat. Hormon oxytocin dapat keluar apabila manusia punya kehidupan sehat, merasa damai dan tenteram. Di kehidupan nyata, hormon oxytocin tercipta dalam sebuah hubungan sehat, yang tidak sering
diwarnai pertengkaran atau kekerasan.
Yang menarik, perempuan yang tidak bahagia dalam hubungan asmara atau dalam pernikahan, memiliki kecenderungan lebih tinggi terkena serangan jantung. Mengapa? Hormone oxytocin lebih memiliki kedekatan dengan hormon estrogen yang diproduksi perempuan, sehingga menyebabkan perempuan lebih responsif saat memeluk pasangannya.
Riset lain menyebutkan, berpelukan mampu mengatasi stres dan depresi. “Berpelukan mengusir depresi, memperbaiki sistem kekebalan tubuh, tidur lebih nyenyak, dan awet muda,” kata Dr Harold Voth, senior psikater dari Kansas, Amerika.
Seorang terapis keluarga bernama Virginia Satir mengatakan,”Untuk bertahan hidup, kita membutuhkan empat pelukan sehari. Untuk kesehatan, kita butuh delapan pelukan per hari. Untuk pertumbuhan, awet muda, kebahagiaan, kita perlu 12 pelukan per hari.”
Jadi, kalau Anda sedang stres, karena pekerjaan, keluarga, ada baiknya cari orang yang bisa Anda ajak berpelukan. Tidak harus dengan pasangan, bisa sahabat atau saudara Anda. Tak ada salahnya bukan? Paling tidak Anda merasa nyaman dan terlindungi untuk beberapa saat.
Kunjungi kisah ini di dalam Lukas 15:11-24. Cerita tentang si anak hilang yang pulang kembali. Berbagai kegalauan dan ketakutan tentu melintas pada benak si anak. Maklum, ia sudah sangat mengecewakan ayahnya. Pilihannya : dimarahi atau ayahnya mengusirnya. Apa yang terjadi? Sang ayah menyambutnya dengan pelukan kasih. Betapa lega, hati
si anak hilang ini.
Bertemu seorang janda yang ditinggal mati anaknya di Nain, hati Yesus tersentuh. Ia pun membangkitkan si anak. Yesus juga memberi perhatian luar biasa kepada Zakeus yang tubuhnya cebol, dan bersedia menumpang di rumah Zakeus. Pelukan dan belaian Yesus kepada anak-anak kecil memberikan perubahan hidup, kebahagiaan dan keyakinan, bahwa mereka tidak sendirian.

Aksi Juan Mann di Sydney bukan lahir begitu saja. Saat tinggal di London dan kehidupannya tidak menentu, Juan Mann memutuskan pulang ke Australia. Ketika mendarat di Sydney, tak seorangpun menyambutnya. Juan Mann seperti turis di negara asalnya. Di terminal kedatangan, ia melihat penumpang lain disambut orang-orang yang mengasihi mereka. Mereka tertawa dan saling berpelukan.
Beberapa hari kemudian, Juan Mann memutuskan untuk menulis “Free Hugs” pada sebuah kertas karton dan berdiri di tempat yang ramai, dilalui banyak orang di Sydney, dan menawarkan pelukan gratis bagi siapa saja yang membutuhkan. Kampanye Free Hugs ini, sekarang menjadi populer di lingkungan kita ketika kepedulian terhadap sesam menipis.
Juan Mann mungkin saja memberi inspirasi bagi Obama. Mungkin juga ia mengilhami sekumpulan anak muda di Stephanplatz, pusat Kota Wina, untuk menyambut para penggemar sepak bola, saat final Piala Eropa, beberapa waktu lalu. Dengan tulisan ‘Free Hugs’, para remaja itu memberikan “jasa gratis”, memeluk dan dipeluk simpatisan penggila bola. Banyak orang menyambut antusias.
Nah, kalau di sini, andai saja, yang memberikan ‘jasa gratis’ itu Dewi Sandra atau Sandra Dewi, pasti deh, banyak yang antre, termasuk saya, hehehhee. (Hari, Pembina Ekstra Jurnalistik SMP Katolik Santa Clara)
BANYAK orang menganggapnya gila, tidak waras. Ia ditertawakan, bahkan tak sedikit yang curiga. Namun, dari langkah kecilnya itu, gerakan ini meluas ke seantero jagad. Apalagi, sesudah videonya muncul di Youtube pada tahun 2006. Itulah kampanye
Juan Mann memulainya dari sebuah taman di Pitt Street Mall, Sydney. Ia membawa spanduk bertuliskan “Free Hugs”. Hampir lima belas menit ia berdiri tanpa hasil. Seorang ibu tua datang menghampiri. Wajah muram. Si ibu berkisah, anjingnya baru saja mati, dan hari itu bertepatan dengan setahun putri tunggalnya meninggal karena kecelakaan mobil.
Si ibu merasa begitu kesepian. Juan Mann lalu memeluk ibu itu. Mereka kemudian berpisah dengan senyum cerah di wajah sang ibu. Itulah yang memang diharapkan Juan Mann. Kampanye Pelukan Gratis berusaha membuat orang tersenyum bahagia. Upayanya tak sia-sia. Saat ini, Youtube Juan Mann telah dikunjungi lebih 700.000 orang dan 6000-an komentar bahagia.
Beberapa waktu lalu, 1500-an orang membahas isu HIV/AIDS di Nairobi, Kenya, Afrika Timur. Benua Afrika selalu jadi rujukan mengenai penyakit yang satu ini. Banyak kasus lahir, sampai-sampai ada yang mengatakan, “AIDS sinonim dengan Afrika.”
Ketika itu, cuaca sangat dingin. Suhu berkisar 10-15 derajat Celcius. Nairobi, kota dengan julukan Ewaso Nai’beri (artinya negeri air dingin), serasa bertambah dingin. Tapi, pemandangan menarik terjadi ketika pertemuan HIV/AIDS baru dimulai. sejumlah remaja pria mengenakan kaus. Di punggung kaus ada tulisan “Please Feel Free To Give Me A Hug”, kira-kira artinya “Jangan Sungkan Memeluk Saya.”
Kalimat itu seolah menyuarakan keinginan para remaja itu. Ya, mereka adalah remaja pengidap HIV. Ini sebentuk kampanye untuk meyakinkan orang, bahwa penularan HIV tidak melalui pelukan. Sebuah persahabatan seyogianya terbuka bagi siapa saja, tak peduli apakah ia pengidap HIV positif atau negatif.
Pelukan yang satu ini benar-benar membawa berkah. Ia hanya seorang tunawiswa. Wanita itu bernama Henrietta Hughes. Nekad saja, Henrietta Hughes data pada jumpa public Presiden Amerika, Barack Obama pada 12 Februari 2009. Jeritan ‘Tolong, Bantu Aku’, menyentak dan menggugah perhatian Obama yang berada di atas podium.
Presiden Obama turun dari podium, menghampiri Henrietta Hughes serta memeluknya. Bukan hanya itu, Obama memberikan kata-kata penghiburan dan janji untuk menolong. Alhasil, si tunawisa ini memperoleh sebuah rumah untuk ditinggali bersama dua anaknya.
Di Indonesia, pelukan bukan barang baru. Para pejabat, bila bertemu koleganya, biasa melakukan pelukan hangat. Boleh jadi, pelukan itu menghasilkan kenaikan pangkat, deal politik, kesepakatan bisnis, atau apalah, yang barangkali, “membahagiakan” sang kolega.
Namun, di China, Pemerintah setempat terpaksa membubarkan aksi pelukan di pusat kota bisnis Xi’an, pada Oktober 2006. Mereka melarang kampanye pelukan gratis di jalanan, yang dikoordinasi sebuah lembaga. Regulasi di negeri itu menganggap pelukan sebagai tradisi asing.
Pelukan sendiri punya kekuatan yang kasat mata. Cobalah, browsing di internet. Sesudah diteliti, pelukan bisa menyembuhkan penyakit fisik dan psikis. Ia mengatasi stres, depresi dan lain-lain. Orang yang dipeluk, atau memeluk, merasakan kekuatan cinta. Kekuatan ini membuat kekebalan tubuh semakin meningkat.
Saat berpelukan, tubuh melepaskan oxytocin, hormone, yang berhubungan dengan perasaan damai dan cinta. Hormon oxytocin ini membuat jantung dan pikiran sehat. Hormon oxytocin dapat keluar apabila manusia punya kehidupan sehat, merasa damai dan tenteram. Di kehidupan nyata, hormon oxytocin tercipta dalam sebuah hubungan sehat, yang tidak sering
diwarnai pertengkaran atau kekerasan.
Yang menarik, perempuan yang tidak bahagia dalam hubungan asmara atau dalam pernikahan, memiliki kecenderungan lebih tinggi terkena serangan jantung. Mengapa? Hormone oxytocin lebih memiliki kedekatan dengan hormon estrogen yang diproduksi perempuan, sehingga menyebabkan perempuan lebih responsif saat memeluk pasangannya.
Tentu saja pelukan ini bukan berkonotasi negatif apalagi mengikutsertakan gairah. Pelukan ini juga bukan ‘pelukan sosial’, seperti berjabat tangan, cipika-cipiki, mencium pipi kiri dan kanan. Pelukan yang dimaksud adalah pelukan saling menyentuh, tubuh dengan tubuh, saling mengikat dan menyentuh.
Riset lain menyebutkan, berpelukan mampu mengatasi stres dan depresi. “Berpelukan mengusir depresi, memperbaiki sistem kekebalan tubuh, tidur lebih nyenyak, dan awet muda,” kata Dr Harold Voth, senior psikater dari Kansas, Amerika.
Seorang terapis keluarga bernama Virginia Satir mengatakan,”Untuk bertahan hidup, kita membutuhkan empat pelukan sehari. Untuk kesehatan, kita butuh delapan pelukan per hari. Untuk pertumbuhan, awet muda, kebahagiaan, kita perlu 12 pelukan per hari.”
Jadi, kalau Anda sedang stres, karena pekerjaan, keluarga, ada baiknya cari orang yang bisa Anda ajak berpelukan. Tidak harus dengan pasangan, bisa sahabat atau saudara Anda. Tak ada salahnya bukan? Paling tidak Anda merasa nyaman dan terlindungi untuk beberapa saat.
Kunjungi kisah ini di dalam Lukas 15:11-24. Cerita tentang si anak hilang yang pulang kembali. Berbagai kegalauan dan ketakutan tentu melintas pada benak si anak. Maklum, ia sudah sangat mengecewakan ayahnya. Pilihannya : dimarahi atau ayahnya mengusirnya. Apa yang terjadi? Sang ayah menyambutnya dengan pelukan kasih. Betapa lega, hati
si anak hilang ini.
Bertemu seorang janda yang ditinggal mati anaknya di Nain, hati Yesus tersentuh. Ia pun membangkitkan si anak. Yesus juga memberi perhatian luar biasa kepada Zakeus yang tubuhnya cebol, dan bersedia menumpang di rumah Zakeus. Pelukan dan belaian Yesus kepada anak-anak kecil memberikan perubahan hidup, kebahagiaan dan keyakinan, bahwa mereka tidak sendirian.

Aksi Juan Mann di Sydney bukan lahir begitu saja. Saat tinggal di London dan kehidupannya tidak menentu, Juan Mann memutuskan pulang ke Australia. Ketika mendarat di Sydney, tak seorangpun menyambutnya. Juan Mann seperti turis di negara asalnya. Di terminal kedatangan, ia melihat penumpang lain disambut orang-orang yang mengasihi mereka. Mereka tertawa dan saling berpelukan.
Beberapa hari kemudian, Juan Mann memutuskan untuk menulis “Free Hugs” pada sebuah kertas karton dan berdiri di tempat yang ramai, dilalui banyak orang di Sydney, dan menawarkan pelukan gratis bagi siapa saja yang membutuhkan. Kampanye Free Hugs ini, sekarang menjadi populer di lingkungan kita ketika kepedulian terhadap sesam menipis.
Juan Mann mungkin saja memberi inspirasi bagi Obama. Mungkin juga ia mengilhami sekumpulan anak muda di Stephanplatz, pusat Kota Wina, untuk menyambut para penggemar sepak bola, saat final Piala Eropa, beberapa waktu lalu. Dengan tulisan ‘Free Hugs’, para remaja itu memberikan “jasa gratis”, memeluk dan dipeluk simpatisan penggila bola. Banyak orang menyambut antusias.
Nah, kalau di sini, andai saja, yang memberikan ‘jasa gratis’ itu Dewi Sandra atau Sandra Dewi, pasti deh, banyak yang antre, termasuk saya, hehehhee. (Hari, Pembina Ekstra Jurnalistik SMP Katolik Santa Clara)