Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kilas Balik Korupsi Gubernur Lampung


PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) memastikan mengucurkan dana Rp 800 miliar untuk perbaikankondisi jalan utama di Lampung. Sayangnya, kebijakan ini, bukanlah solusi tepat.

Seharusnya Jokowi membawa Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi ke KPK untuk pertanggungjawaban APBD. Nama gubernur dari Partai Golkar ini, acap disebut di kasus penyelewengan honor RAPBD.

Kondisi jalan di Lampung yang memprihatinkan itu harusnya memang dibaca sebagai sinyal bahwa Arinal Djunaidi diduga melakukan penyelewengan anggaran di tengah jumlah APBD-nya, yang mencapai Rp 6,752 triliun di 2022.

Belum lagi jika angka APBD itu ditambah dengan uang APBN yg disalurkan Pemerintah Pusat tahun lalu ke Provinsi/Kabupaten/Kota di Lampung sebanyak Rp 30 triliun.

Maka itu, kecurigaan ini kiranya jadi hal wajar, di samping juga namanya berulang kali disebut di kasus korupsi penyelewengan dana RAPBD. Inilah kilas balik dugaan korupsi Arinal Djunaidi.

Pada Juli 2019 lalu, kala Arinal belm lama dilantik gubernur, ia dipanggil Kejati Lampung untuk ditanyai bebrapa hal terkait dugaan penyelewengannya atas APBD Lampung tahun anggaran 2015.

Dugaan penyimpangan anggaran terjadi ketika Arinal menjabat Sekdaprov selama periode 2014-2016. Meski korupsinya ini dilaporkan LSM antikorupsi Matala sejak 2016, hingga kini kelanjutan kasusnya tidak jelas.

Dalam perkara itu, berdasar analisa Matala & Tim Penyidik Kejati Lampung saat itu, Arinal diduga kuat sengaja melebihkan angka honor utk Tim Raperda dan Tim Evaluasi RAPBD.

Parahnya, ia juga merangkap menjadi tim ahli di Tim Evaluasi yang secara aturan ini tidak diperkenankan.

Menurut kronologi kasus, honorarium utk tim/panitia pelaksanaan RAPBD yg ditetapkan ialah:
1) Pengarah/Pembina/Penasihat sebesar Rp 350.000
2) Penanggungjawab Rp 300.000
3) Koordinator Rp 250.000
4) Ketua/Wakil Ketua Rp 250.000
5) Sekretaris Rp 200.000

Demikian aturan honor bulanan bagi setiap orangnya itu yang telah ditetapkan melalui Pergub No. 72 Tahun 2014. Tapi, dalam pelaksanaannya, angka honor tetiba berubah menjadi Rp 6 juta untuk Pengarah/Pembina/Penasihat, Rp 5 juta untuk Penanggungjawab, dan Koordinator sebesar Rp 4,5 juta.

Sementara untuk Ketua/Wakil Ketua sebanyak Rp 4 juta, serta Rp 3,5 juta untuk Sekretaris. Berpijak pada temuan BPK ketika itu, realisasi honor di lapangan itu dinilai pemborosan dgn selisih Rp 2.316.450.000 dari yang sudah ditetapkan di pergub.

Dalam kasus ini Kejati Lampung juga sudah sempat mengeluarkan 4 sprindik utk Arinal, yakni No. Print-05/N.8/Fd.1/11/2016 yang diperpanjang pada 15 Maret 2017 dgn No. Print-13/N.8/Fd.1/03/2017.

Sprindik lainnya ialah No. Print-03/N.8/Fd.1/04/2017 & No. Print-09/N.8/Fd.1/06/2017 tertanggal 08 Juni 2017. Sedangkan dalam perhitungan Kejati, penyelewengan yang diduga melibatkan Arinal ini negara merugika hingga Rp 480 juta.

Sumber: di sini