Cara Mengakali Kerja Jarak Jauh
SAYA setuju sekali: kalau Anda kerja bukan di garis depan layanan publik esensial, dan merasa kerja jarak-jauh tidak efektif, bisa jadi itu karena institusi Anda menjalankannya dengan keliru.
Ini cara yang benar: sebagai atasan/majikan yang menjalankan kerja jarak-jauh sejak 2016 dan terus mengoptimalkannya, saya berani bilang: yang bikin lembaga tidak bisa kerja jarak-jauh adalah budaya kerja yang mementingkan ritual irasional daripada hasil.
Ini semua gara-gara pimpinan. Apa ciri pimpinan yang merasa ritual irasional lebih penting daripada hasil? Yang bilang bahwa bukti organisasi punya sense of crisis adalah kalau orang di kantor kelihatan sibuk.
Tidak punya trust ke bawahan, tapi tersandera tidak bisa menuntut akuntabilitas ke mereka. Menurut saya, tantangan terbesar dalam kerja jarak-jauh ada dua.
Pertama: di kantor fisik, sering terjadi tukar pikiran spontan dan informal antara kolega yang akhirnya menghasilkan ide. Kerja jarak-jauh kurang mendukung buat interaksi semacam ini.
Cara mengakali untuk kerja jarak-jauh: tiap personel pasang “jam bicara” dan “jam sunyi” tiap hari. Bisa kelihatan di status app mereka (kami pakai Chat, gratis dari G Suite). Kalau ada yang mau ajak diskusi, bisa lanjut ke Meet atau Chat.
Tantangan selanjutnya: memupuk pertemanan kerja (work friendship) antar anggota. Ini penting, karena dukungan sosial di tempat kerja penting buat kesehatan mental pekerja. Sementara kerja jarak jauh itu bisa membuat orang merasa sendirian,bahkan kesepian.
Cara mengakali untuk kerja jarak-jauh: dulu kami seminggu sekali makan siang bersama. Beberapa dari kami janjian kerja bareng tapi sendiri-sendiri di coworking space. Sekarang adalah mendorong tim tetap ngobrol di luar urusan kerja, misalnya pas makan siang, via Meet.
Sumber: di sini