Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Go Green (Bumi Telah Mengalami Kerusakan)

SETAHUN baru lewat. Usahanya tak sia-sia. Banyak sudah yang mendukungnya. Rata-rata adalah kaum muda. Bahkan, artis Dian Sastrowardoyo, mengaitkan blog-nya ke blog ini. Ya, itulah blog Go Green Indonesia.

Perintisnya adalah dua cewek cantik : Lalla Pratami (saat itu 18 tahun) dan Melinda (saat itu 15 tahun). “Ada 300-an orang ‘daftar’ dalam Go Green Indonesia lewat email, dan lebih dari 15.000 orang join dalam cause Go Green Indonesia di facebook,” ucap Lalla dalam e-mailnya kepada saya.

Berceritalah Lalla kepada saya. Go Green Indonesia dibentuk 8 Februari 2008. Nama yang dianggap cukup mudah diingat. Nuansanya lebih strong, kuat dan tegas. Tiga kata tersebut membawa aroma spirit saat mengucapkannya. Menurut Lalla, antara dirinya dan Melinda sudah berbagi tugas.

Maklum, nyaris hanya mereka berdua yang terlibat aktif. Lalla mengurusi setiap email yang masuk, seperti pendaftaran, pengiriman artikel, maupun beberapa pertanyaan, desain blog, juga mengurusi cause Go Green Indonesia di facebook. Sedangkan Melinda, mengurusi publikasi, menulis artikel, juga friendster Go Green Indonesia.

Selain menghijaukan Indonesia, Go Green Indonesia menyebarluaskan masalah pemanasan global, meningkatkan antusias masyarakat tentang isu pemanasan global dan mengajak semua masyarakat Indonesia untuk hidup lebih hijau.

“Awalnya, saya begitu stress dengan berita-berita tentang global warming yang semakin lama semakin menggila dan menyeramkan,” papar Lalla. “Saya ingin berbagi dengan semua orang agar bumi bisa diselamatkan.”

Dalam benaknya, sepertinya Lalla hanya sendirian. Saat berselancar di dunia maya (internet), ia membaca tulisan di friendster Melinda. Cewek ini menulis sesuatu tentang ‘Go Green’. “Saya tertarik Mas. Saya kirim komen ke Melinda : Jeng Mel, bikin blog tentang global warming gitu yuk.”

Ajakan ini tak bertepuk sebelah tangan. Mel menyambutnya dengan gembira. Obrolanpun lewat chatting. Semua hal dibicarakan, dari mencari nama, membuat email, membuat blog, mencari artikel. Dan, tercetuslah nama Go Green Indonesia.

Sebagai anak yang kuliah di bagian informatika, Lalla dengan gampang membuat blog. Sejumlah artikel diposting, yang berarti, menandai peluncuran blog Go Green. Blog ini kemudian dipromosikan kepadan teman-teman Lalla dan Melinda. “Sialnya, kami dicuekin Mas,” kata Lalla.

Toh, beberapa orang merespons dengan baik. Seorang teman, bernama Okta, malah mengirimkan artikel global warming. Perlahan-lahan tingkat kunjungan ke blog Go Green Indonesia meningkat. Para blogger mendukung blog mereka, dengan memasang banner yang sudah disiakan.

Karena semakin banyak yang bertanya,”Gimana caranya gabung di Go Green Indonesia?, akhirnya Lalla dan Melinda membuat semacam member of Go Green Indonesia. Ini hanya member-memberan, lha wong, sejak peluncuran, belum ada dana masuk buat bikin acara. “Saat ini, friend of Go Green Indonesia, saya menyebutnya begitu, berhubung ‘fungsi’nya juga sebagai ‘teman’ kami) mencapai 300 lebih,” jelas Lalla.

Lala dan Melinda adalah contoh. Masih remaja tapi sudah peduli dengan lingkungan, dan tentu bervisi global. Pernahkah terpikir untuk melakukan perkara-perkara kecil, minimal menjaga kebersihan di sekitar kita?

Saya juga paling sedih jika melihat penumpang atau sopir mobil buat bungkus permen atau daun pisang di jalan, saat kendaraan melaju. Kenapa tidak berhenti sebentar di bak-bak sampah yang sudah tersedia di tepi jalan. Di keluarga saya, anak-anak saya biasakan membuang sampah di tempatnya. Kami sediakan dua kantong plastik. Satu untuk sampah basah, dan satu untuk sampah kering. Anak saya yang besar, kelas 1 SD, selalu marah jika saya ketahuan buang sampah sembarangan.

Setiap kali ke gereja, di Gereja Sancta Maria Annuntiata, Sidoarjo, saya senang karena gereja menyediakan tempat sampah di sejumlah lokasi. Mudah dijangkau. Anak-anak masih suka ngemil sewaktu ikut Misa. Namun, kedua anak saya, selalu siap, jika saya minta untuk membuang bekas bungkus makanannya ke tempat yang sudah disediakan. Bahkan, saling
berebut untuk membuang.

Di suatu perguruan tinggi negeri di Surabaya, dengan lingkungan yang cukup luas, saya pernah tidak menemukan satu bak sampah sekalipun. Aneh, pikir saya. Perguruan tinggi itu kan institusi pendidikan, tempat orang belajar, tapi kok tidak pernah diajari untuk hal-hal seperti itu.

Apakah hanya mementingkan pelajaran kuliahnya saja? Padahal, kepedulian kepada alam, kepada lingkungan, menyiratkan jiwa, yang peduli kepada sesama.

Hal aneh juga dialami Lalla dan Melinda. Mereka sempat menerima email dari sebuah stasiun televisi. Mereka diminta mengisi acara. Nah, setelah email dibalas, eh, nggak ada kabar sama sekali. “Kami juga pernah dua kali ikut lomba blog dengan tema lingkungan, sayangnya kalah semua,” terang Lalla.

Isu lingkungan memang tidak laku di media massa. Nggak marketable, nggak menjual, kata para pengelola. Lho, kalau membahas lingkungan, pastilah akan bicara tentang bahaya, bencana, dan hal-hal aib lainnya. Budaya kita kan memang seperti itu.

Bila sudah jatuh korban, baru orang bicara. Tidak pernah ada yang bicara melestarikan tanggul Situ Gintung. Ketika bencana datang, banyak orang mempertanyakannya.





Saatnya untuk tidak ketinggalan. Global warming telah menjadi isu dunia. Global warming adalah kondisi naiknya suhu permukaan bumi karena peningkatan jumlah karbondioksida dan gas lain, atau gas rumah kaca yang menyelimuti bumi dan memerangkap panas.

Bumi yang telah mengalami banyak kerusakan. Butuh perlakuan yang terkendali. Sebuah media menulis silakan gunakan rumus : 5 R + 1 O. Artinya, Refuse (menolak menggunakan barang yang tidak ramah lingkungan), Reduce (gunakan barang seperlunya, air seperlunya,
mematikan alat pendingin pada ruang kosong, dan mematikan barang elektronik jika tak dipakai).

Reuse (gunakan barang bekas untuk kegunaan yang sama), Recycle (gunakan barang bekas untuk kegunaan berbeda), Rethink (mengubah paradigma lama yang cenderung eksploitatif dan merusak alam menjadi paradigma yang ramah lingkungan), dan Otarki (menanami pekarangan dan penghijauan lingkungan).

Nah, tidak perlu berdebat lagi. Mulailah berbuat. Talk Less Do More, Go Green, and More Love To Our Earth! (Hari, Pembina Ekstra Jurnalistik SMP Katolik Santa Clara Surabaya)
Auto Europe Car Rental