Dokter Cinta
PEKERJAAN pasti akan terasa menyenangkan bila berhubungan dengan sesuatu yang disukai. Termasuk pekerjaanku, sebagai dokter cinta di media sosial. Sebagai dokter cinta ‘bebas biaya’, banyak yang ‘berkonsultasi’ padaku dan puas dengan saran yang kuberikan. Untuk anak-anak di sekolah, kuberikan pin BB-ku, ID Lineku agar lebih mudah mengontakku.
Walau identitasku yang sebenarnya tak mereka ketahui. Yang mereka ketahui, adalah Reim, dokter cinta. Bukan Ruby, gadis SMA biasa, yang menyukai kesendirian dan ketenangan. Aku menikmati pekerjaanku mambantu orang lain yang terpuruk maupun di ambang perpisahan kembali ke kasih mereka yang sudah pudar. Sampai suatu hari seorang ‘pasien’ku membuatku merasakan cinta.
Namanya Kevin, mungkin kasus cinta segitiganya sudah biasa bagiku. Namun ada sesuatu dalam dirinya yang membuatku tak bisa mengusir bayangannya dari benakku. Dia adalah satu-satunya ‘pasien’ dari luar sekolah yang aku perhatikan dan kuberi pinku.
Sebagai seorang pasien, dia adalah orang yang supel, bahkan dia senang menceritakan tentang dirinya. Sementara aku, dokter pribadinya memberikan support yang terkadang tak seharusnya diberikan.
Tanpa kusadari aku mulai memikirkan dia setiap saat. Kami mulai dekat. Kevin mulai sering
menelponku. Baik untuk membicarakan masalah sakit hatinya, sekolahnya, maupun dirinya. Ia juga mulai bertanya tentang sosokku yang sebenarnya.
Sampai akhirnya, kami berjanji untuk bertemu. Pertemuan pertama kami sangat berkesan bagiku. Dia benar-benar orang yang baik. Walau kusadari, aku belum mengenal dirinya sepenuhnya.
Perlahan tanpa ia sadari, dia mengubah diriku yang penyendiri menjadi seseorang yang lebih
terbuka. Mengenalnya benar-benar, membuatku bahagia dan perlahan aku mulai mencintainya. Sampai aku tahu, siapa orang yang ternyata pernah ia cintai dengan sepenuh hati.
Suatu hari, saat kami sedang berbicara di telepon, aku bertanya padanya,“Hei, sejak awal kita bertemu, kamu belum bilang siapa nama mantanmu itu. Itu kalau aku boleh tahu. Maaf jika pertanyaanku tak mengenakan bagimu.”
“Oh, aku itu.. Dia anak sekolahku. Namanya Gela. Sayangnya, dia sudah punya penggantiku walau kami masih bersama. Penggantiku ini 2tahun lebih dewasa. Namanya Tony..” jawabnya. Mendengar kedua nama itu, hatiku serasa berhenti.
Sampai tanpa sadar aku mentutup telepon dan menangis tanpa bisa kuhentikan. Aku menangis karena hatiku hancur. Semua itu karena Gela adalah saudaraku sendiri dan Tony adalah temanku.
Aku tak pernah menyangka kalau akan jadi seperti ini. Aku mencintai seseorang yang tak akan bisa kumiliki. Sebagai seorang ‘dokter’ dalam hal percintaan, tentu aku tahu kondisi-kondisi dimana cinta itu bisa dan tidak.
Dan sebagai dokternya, aku tahu masalah apa saja yang dia alami dengan mantannya. Dan hal itu tak akan bisa dirubah maupun diperbaiki. Mendadak kepalaku sakit, diriku berubah seketika.
Semua perasaan yang kurasakan hancur tak bersisa. Sebagai seorang dokter bagi orang lain, aku adalah orang yang sukses. Namun tidak untuk diriku sendiri. Saat ini, aku membutuhkan seorang dokter sepertiku untuk mengobati luka yang kurasakan ini.
Tak ada seorangpun yang bisa mengobati luka yang kini kurasakan. Saat itu, aku bertanya pada diriku sendiri. “Andai aku tak membuka hatiku, tak akan ada rasa sakit seperti ini. Tapi, sampai kapan aku harus sendiri melihat kenyataan?”
Tak ada yang menjawab pertanyaanku. Sejak saat itu, aku mengumumkan penutupan akun ‘Dokter Cinta’ku dan menghilang dari dunia konsultasi percintaan. Tak sedikit orang yang memintaku untuk kembali. Aku tak akan kembali.
Aku tak bisa kembali karena aku takut akan mengalami rasa sakit itu lagi. Pasti banyak orang yang berpikir bahwa aku adalah orang bodoh. Tapi, inilah diriku, yang sendiri dan takut menghadapi dunia. Diriku yang mencintai kesendirian. Dan, diriku yang tak bisa memercayai siapapun. (dea ruby)