KKN di Desa Penari (3) : Pengemis Tua Menggebrak Mobil
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya 2 orang yang akan bergabung dalam kelompok KKN mereka muncul, namanya adalah Wahyu dan Anton. Mereka lantas membicarakan semua proker dan menentukan jadwal keberangkatan. Semua anak sudah setuju, termasuk Widya, yang hampir sepanjang hari terus menceritakan, ibunya memiliki firasat yang buruk pada tempat KKN mereka.
Nur hanya diam dan mendengar, karena di dalam dirinya, ia merasakan hal yang sama. Malam keberangkatan, Nur, Widya, Ayu, Bima, Wahyu dan Anton, sudah berkumpul. Perjalanan dilanjutkan dengan mobil Elf yang sudah mereka sewa untuk mengantarkan mereka ke pemberhentian. Warga desa akan menjemput mereka.
Nur masih bisa melihat temannya, Widya, memasang wajah tidak nyaman. Hanya sebuah harap, yang Nur panjatkan, mereka berangkat dengan utuh dan semoga, pulang dengan utuh juga. Tapi, tidak ada yang tahu, doa seperti apa yang akan di ijabah oleh Tuhan.
Gerimis mulai turun, sepanjang perjalanan, Nur hanya melihat ke jalanan yang lengang. Tepat di pemberhentian lampu merah, seseorang, menggebrak kaca mobil Elf. Nur begitu terkejut sampai tersentak mundur. Dari dalam mobil, Nur melihat pengemis tua itu terus menggebrak mobil, membuat semua yang ada didalam mobil kebingungan.
Sopir berteriak agar lelaki tua itu berhenti sembari melemparkan recehan. Dari bibirnya, Nur melihat lelaki tua berucap. "Ojok budal ndok" (jangan berangkat nak). Suaranya terdengar familiar, seperti suara wanita tua. Mobil akhirnya bisa berjalan lagi dan sampailah mereka ditempat pemberhentian.
Setelah menunggu, terlihat rentetan cahaya motor mendekat dari seberang jalan setapak.Nur berkata : "Iku wong deso sing nyusul rek" (itu orang dari desanya yang jemput kita). Tanpa membuang waktu, mereka melanjutkan perjalanan, lewat jalanan setapak, dengan lumpur karena gerimis, pohon besar dan gelap.
Kabut di sana-sini, terlihat di sepanjang perjalanan. Hanya terdengar suara motor berderu, tanpa ada suara binatang malam. Semua berubah ketika tiba-tiba, dari jauh, terdengar suara gamelan. Suaranya sayup-sayup jauh, namun, semakin lama semakin terdengar jelas. Nur mengamati tempat itu, aroma bunga melati tercium menyengat di hidungnya.
Masih mencari, darimana suara itu, tepat di antara rerumputan di samping jalan setapak, terlihat seorang wanita menunduk. Ia menunduk, kemudian melihat Nur, diikuti dengan lenggak-lenggok lehernya, serta ayunan gerakan tangan dan lenganya, yang bergerak seirama dengan suara gamelan. Nur melihat wanita itu menari.
Menari di tengah malam, dalam kegelapan hutan yang sunyi senyap. Gerakanya begitu anggun, meski motor terus bergerak, Nur bisa melihat ia menari dengan sangat memesona, seakan-akan ia bertunjuk untuk sebuah panggung yang tidak bisa Nur lihat.