Cerita Horor Santet Sewu Dino (3) : Ditawari Gaji Rp 5 Juta
Sri bingung menjawabnya, kemudian, dengan gugup, ia mengatakannya. "700 ewu mbah, nek saget" (700 ribu nek, kalau bisa). Sri sempat melirik wanita itu, tetap anggun dengan senyumannya. "700 ewu" (700 ribu)," katannya. "Yo opo, nek tak kek'i sak wulane, 5 yuto" (bagaimana bila, setiap bulan, aku kasih kamu 5 juta).
Sri kaget bukan main. Gaji pembantu rumah tangga (PRT) tahun itu cuma 500 ribu. Sri mengangguk setuju, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Bahkan ketika si wanita sudah pergi, si pemilik jasa, tidak memungut uang sepersen pun dari Sri. Hal ini, membuat serentetan kejadian ini menjadi semakin aneh.
Pekerjaan macam apa dengan gaji setinggi itu. Sri mulai ragu. Ia pulang, menceritakan kepada bapak tapi bapak mengatakan hal yag sedari awal menjadi pikirannya. "Firasat bapak kok gak apik yo ndok, opo gak usah budal ae, golek maneh ae" (firasat bapak kok buruk ya, apa gak usah aja, cari yang lain). Sri meyakinkan, ia harus kerja. Kapan lagi, ia mendapat pekerjaan dengan gaji setinggi itu.
Dalam hati kecil Sri, ia ingin melihat terlebih dahulu, pekerjaan apa yang diberikan kepadanya. Esok harinya, ia pergi, ke rumah Mbah Krasa. Di sana, melihat Erna dan Dini. Mereka sama-sama terkejut satu sama lain seperti sebelumnya. Mereka di panggil satu per satu, hingga tiba giliran Sri. Kali ini, ia melihat semua anggota keluarga Mbah Krasa. Ada 7 orang, semuannya duduk memandang Sri.
Sama seperti sebelumnya, mereka seperti mengamati Sri, dari ujung kepala, hingga mata kaki. "Ngeten Mbak, kulo bade tandet, sampean purun, nyambut ten mriki, soale, onok pantangan'e, nak sampeyan purun, pantangane ra isok di cabut maneh" (begini mbak, saya mau tanya dulu, anda setuju bekerja disini, karena ada larangan keras bila anda sudah menerimannya, larangannya tidak akan bisa dicabut), kata seorang wanita yang lebih muda. Umurnya 30-an.
"Larangan nopo nggih mbak" (larangan seperti apa?). Sri bisa melihat gelagat aneh karena mereka saling memandang satu sama lain. Seakan pertanyaan Sri tidak perlu mereka jawab. Mbah Krasa berdiri dari tempatnya, lalu berbisik pada Sri. "Uripmu bakal dijamin, nek awakmu gelem ndok, tapi nek awakmu gak gelem, mbah gak mekso" (hidupmu akan terjamin bila kamu mau, tapi saya tidak mau memaksa kalau kamu tidak mau).
Tidak ada jawaban dari pertanyaan Sri dan Sri memberi jawaban pada saat itu juga. "Nggih, kulo purun" (iya, saya mau). Sri melangkah pergi, ia menemui Dini dan Erna. Rupannya, mereka semua diterima bekerja. Ya, di sini? Pertanyaan yang akan membuat mereka kebingungan, terutama, saat malam mereka tiba. (*)