Oplah Media Cetak Terus Melorot
Setiap tahun, Serikat Perusahaan Pers (SPS)—sebelumnya bernama Serikat Penerbit Suratbakar—mendata jumlah media cetak beserta oplahnya. Data ini mencakup harian, mingguan, tabloid, dan majalah. Sejak 2008 hingga 2014, oplah harian menunjukkan tren naik, meski jumlah medianya naik-turun. Pada 2008, total oplah harian tercatat 7,49 juta. Tahun-tahun berikutnya, angka itu terus naik. Pada 2014, total oplah telah mencapai 9,65 juta.
Namun, kenaikan itu berhenti pada 2014. Pada 2015 oplah mulai melorot, hanya 8,79 juta, turun 8,9 persen dari tahun sebelumnya. Ia bahkan lebih kecil dibanding total oplah pada 2011. Merosotnya oplah harian pada 2015 dialami juga oleh mingguan, tabloid, dan majalah. Penurunan paling dalam menimpa mingguan. Pada tahun itu, oplahnya turun 9,27 persen dibanding tahun 2014.
Nasihin Masha, ketua bidang riset SPS, menilai penurunan pada 2015 itu “belum tentu disebabkan oleh semakin besarnya jumlah pembaca yang beralih ke digital.” “Ini bisa jadi karena perlambatan ekonomi,” katanya saat memaparkan data-data itu. Nasihin adalah mantan pemimpin redaksi yang kini redaktur senior Republika. Ia berkarier di Republika sebulan sebelum harian itu terbit perdana pada 4 Januari 1993.
Menurut Nasihin, untuk bisa menyimpulkan penurunan oplah karena gempuran digital, perlu melihat data setelah 2015. Sayangnya, SPS belum memiliki data tahun 2016. Pada 2015, Indonesia memang menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi pada tahun itu hanya 4,79 persen. Sejak 2009, pertama kalinya pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah 5 persen. Tetapi toh ekonomi Indonesia tetap tumbuh. Yang terjadi hanyalah perlambatan pertumbuhan, bukan penurunan seperti yang terjadi pada oplah media cetak.
Sementara sejak 2009 hingga 2014, ketika oplah masih naik, sejatinya pertumbuhan oplah dari tahun ke tahun terus melambat. Pada 2010 sempat terjadi kenaikan pertumbuhan oplah harian, dari 7,88 persen menjadi 8,21 persen. Namun, tahun-tahun berikutnya perlambatan terus terjadi. Pada 2011, pertumbuhan oplah harian hanya 5,85 persen. Pada 2012, pertumbuhannya semakin melambat, hanya 2,69 persen. Tahun berikutnya perlambatan menjadi 0,98 persen. Dan pada 2014, pertumbuhan yang tak sampai satu persen itu tergerus lagi, hanya 0,55 persen. Barulah pada 2015 ia sama sekali tidak tumbuh dan malah merosot.
Apakah tren penurunan ini akan terus berlanjut? Nasihin meyakini akan terjadi rebound: oplah akan naik lagi, akan tumbuh lagi. Akan tetapi, keyakinan itu perlu dibuktikan oleh data-data pada tahun-tahun mendatang.
“Satu lagi yang orang luput: walaupun ada dominasi online, (keberlanjutan) online kan masih di cetak. Online yang iklannya banyak paling satu-dua, yang lain mungkin rangkingnya bagus, tetapi secara bisnis, belum teruji. Ini kenapa media cetak juga masih yakin dirinya akan terus bertahan,” paparnya.
Oleh: Wan Ulfa Nur Zuhra - 8 Februari 2017 (tirto.id/bisnis)