Ini Bukti Kasultanan dan Pakualaman Bagian NKRI
Pernyataan ini merupakan sebuah tanggapan atas penghargaan berupa piagam 19 Agustus 1945 yang diberikan oleh Presiden Soekarno. Sejak saat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Paku Alam VIII ditetapkan sebagai Kepala Daerah dari Daerah Istimewa Yogyakarta.
Isi Amanat 5 September adalah :
1. Bahwa Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia. 2. Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mulai saat ini berada ditangan kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja kami pegang seluruhnya.
3. Bahwa perhubungan antara Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami bertanggung djawab atas Negeri Kami langsung kepada Presiden RI.
Bersamaan dengan peringatan itu, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) memberikan gelar Doktor Honoris Causa di bidang Manajemen Pendidikan Karakter kepada Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Ngarsa Dalem dinilai sebagai sosok yang senantiasa mengedepankan nilai-nilai budaya sebagai lokus ke-yogya-an.
Sebagai Gubernur DIY sekaligus Raja Kasultanan Ngayogyakarta, Ngarsa Dalem adalah ‘janmo ingkang wus waspadeng semu’ atau tidak menceritakan perbuatan baiknya, dan 'samudana' tidak banyak berbicara, dan sejatinya adalah 'sesadon ingadu manis', atau sosok yang bijaksana namun selalu mawas diri tanpa berharap pujian.
Adanya nilai-nilai pendidikan karakter berbasis budaya yang diterapkan Ngarsa Dalem tersebut dinilai dapat turut menjaga karakter bangsa agar tetap terawat dengan baik di tengah globalisasi. Menurut Guru Besar UNY, Prof. Suminto A. Sayuti, Ngarsa Dalem adalah pemimpin yang dalam melakukan segala sesuatu senantiasa mengedepankan nilai-nilai budaya sebagai lokus keyogyaan dan tidak bisa dipandang sebelah mata.
Ngarsa Dalem secara terus-menerus konsisten menerapkan budaya sebagai induk dari kehidupan di masyarakat Yogyakarta. Munculnya Akademi Komunitas Seni Budaya Yogyakarta, desa-desa budaya, kelahiran sebuah kurikulum berbasis budaya di Dinas Pendidikan DIY adalah beberapa contoh bukti nyata.
Adanya nilai-nilai pendidikan karakter berbasis budaya yang diterapkan Ngarsa Dalem tersebut dianggap dapat turut menjaga karakter kebangsaan di tengah berbagai derasnya globalisasi. "Kami ingin mengangkat Sri Sultan untuk penghargaan Doktor Honoris Causa [di bidang] manajemen pendidikan karakter," ujar Rektor UNY.
Gelar Doktor Honoris Causa ini diusulkan oleh dua orang promotor yakni Profesor Suminto A Suyuti, guru besar bidang bahasa dan sastra serta Profesor Sugiyono, guru besar bidang manajemen pendidikan. Pemberian gelar ini, ujar Sutrisna, sudah dipersiapakan UNY sejak 1,5 tahun terakhir dengan mengumpulkan sejumlah karya Sultan.
Menurut @sutrisna_wibawa, salah satu pertimbangan pemberian gelar Doktor Honoris Causa di bidang manajemen, karena berkaitan dengan jabatan Sultan sebagai Gubernur yang memiliki fungsi membuat kebijakan dan pengelolaan pemerintahan. "Dan beliau sebagai Gubernur ini memiliki keistimewaan bagaimana pendidikan di DIY ini tidak lepas dari budaya," katanya.
Dengan pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Sultan, harapannya agar pendidikan karakter yang berbasis budaya ini agar bisa diterapkan di seluruh Indonesia. (*)