Cerita Horor Santet Sewu Dino (25) : Ritual Tiga Galian Lubang
Tangan dan kaki mereka diikat dengan ranting muda daun kelor sehingga ketiga-tiganya, tidak ada yg bisa bergerak. Hanya pasrah di dalam setiap lubang yang sudah digali untuk mereka semuanya. Mbah Tamin, perlahan, mencabut satu persatu rambut itu. Terdengar sebuah suara yang tidak asing.
Sebuah kerbau meraung. Sri yang sudah terjebak dalam lubang, tidak tahu apa yang terjadi. Setelah suara itu hilang, ia mendengar Dela dan Dini menjerit, lalu, hening.....hening..Sesuatu baru saja membasahi tubuh Sri, baunya amis, darah, ya darah kental itu, membuat Sri merasa tidak nyaman.
Tanpa sadar, ketakutan sudah merasukinya. Ia tersengal, karena di dalam lubang itu, Sri kesulitan untuk bernafas. Tiba-tiba, Dini berteriak lagi, kali ini, ia meronta dari suaranya, seperti ia tengah disiksa. Suara Dini, lalu, suara Dela, suara mereka saling bersahutan satu sama lain.
Sri yang tidak bisa melihat apa yang terjadi, hanya gemetar, menahan ketakutan yang semakin menguasainya. Mbah Tamin sedang membalas perbuatan si pengirim santet, lalu, Sri merasakan tubuhnya mati rasa. Seperti terjebak dalam keadaan tidak sadar, seakan Sri tidak lagi bisa merasakan apapun.
Rupanya, itu hanya awalnya saja, sebelum, rasa sakit seakan merobek-robek daging di tubuhnya. Itu adalah rasa sakit terhebat yang pernah ia rasakan. Suara Sri menggelegar. Mereka sama-sama berteriak, namun, ada suara lain yang ia dengar. Suara seorang lelaki. Ia tidak hanya berteriak, ia mencaci maki dengan suaranya yang gemetaran.
Suara asing yang tidak diketahui dari mana datangnya. Suara si pengirim santet kesakitan itu benar, membuat Sri tidak tahu seperti apa ia harus menggambarkanya, karena setelah sentakan itu, nyawanya seperti di tarik. Saat itulah, Sri yakin melihatnya, Dela, selama ini, menggendong seorang wanita, memiliki perut buncit, hanya saja, sosok itu, tak berkaki.
Selama itu juga, Sri melihatnya lagi. Selama Dela dikurung dalam keranda bambu kuning, sosok wanita itu, mendampinginya, menjilati borok dan luka biru Dela dengan lidah panjangnya yang selama ini Sri lihat seperti penyakit menjijikkan, dan sosok itu, melotot melihat Sri.
Lalu, Sri melihatnya, sosok yang datang bertamu pada malam itu. Rupanya, seorang lelaki. Sri tidak mengenal siapa lelaki itu. Hanya saja, si lelaki mengacak-acak kamar si mbah, namun tampaknya ia tidak mendapatkan benda yang dicari, lalu ia mengambil kain hitam itu, menukarnya. Ia hanya meninggalkan sebuah patek "peti mati" bertuliskan Atmojo, lalu pergi begitu saja. (*)