Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Cerita Horor Santet Sewu Dino (18) : Kembang Klitih

DELA tidak akan bisa meninggal bila sang Banarogo belum bertemu dengan Sengarturih. Dela belum bisa mati, secara otomatis, santet ini belum akan menghabisi keluarga Atmojo).  "Sinten Sengarturih niku?" (siapa sengarturih itu?). "Sing sak iki, tangi, nek Dela gak dicancang tali ireng iku" (Yang sekarang bisa bangun sewaktu-waktu, bila Dela tidak di ikat tali hitam itu).

"Jadi?" tanya Sri. "Kkari ngenteni waktu, kanggo tekane Banarogo, nggoleki bojone Sengarturih sing onok nang awake Dela." (Tinggal menunggu waktu, datangnya Banarogo buat mencari isterinya, Sengarturih yg ada di tubuh Dela saat ini, bila dia sudah menemukanya, keluarga Atmojo, sudah tamat!!).

Bagi Sri, apa yang baru saja diucapkan oleh Mbah Tamin persis seperti dongeng untuk anak kecil yang serbaingin tahu sebuah kenyataan dari dunia yang tidak dapat dilihat. Rasa seperti kenapa ada hal-hal yang tidak masuk akal seperti ini, namun, asumsi itu harus ia pertimbangkan lagi, terutama saat Sri melihat wajah Dini. Ia menampilkan ekspresi ketakutan yang tidak pernah ia saksikan sebelumnya, ibu dari 2 anak itu.

Satu-satunya yang Sri tuakan, meski usia mereka hanya terpaut 2 tahun, Dini memilih menikah muda, hal itu, yang membawanya ke tempat ini, ke tempat di mana, ia, harus meninggalkan 2 anaknya, membantu sang suami guna menutup kebutuhan dari buah kecil cinta mereka, Dini, lebih memilih diam, sembari menutup luka di daun telinganya yang harus ia relakan, di bibir Dela, atau mungkin, Senggarturih.

Setelah penjelasan Mbah Tamin yang dirasa Sri ada beberapa kecil bagian yang tidak diceritakan, membuat Sri merasa, orang tua ini, memiliki tujuan tersendiri, tidak dapat ditebak, tidak dapat diterka. Tapi, sorot matanya, seakan memberitahu, ada rahasia yang ia tutupi.

"Wes mari to ndok penjelasane, nek wes mari, ibuk pamit, engkok, ben Sugik sing ngeterno awakmu karo, nang Dela" (sudah selesaikan penjelasanya nak, kalau sudah, ibu mau pamit, nanti, biar Sugik yang mengantar kamu, ke tempat di mana Dela berada). Mbah Krasa pergi. Mbah Tamin ikut undur diri.

Ia mengatakan, setelah ini, apa yang mereka alami di rumah gubuk alas itu, masih belum ada apa-apanya, dengan apa yang akan mereka saksikan dengan mata kepala sendiri. Ada kilatan mata dengan sudut bibir melengkung, Mbah Tamin, punya rencana lain.

Sugik belum kembali, kabarnya, akan menjemput sore hari. Sri belum tahu di mana Dela sekarang berada, yang jelas, alas itu bukan tempat di mana Dela disembunyikan lagi. Entah tempat seperti apalagi, Sri merasa, ia sedang dipersiapkan untuk sesuatu, sesuatu yang lebih besar.



Ketika Sri sedang mempersiapkan perbekalan, Sri melihat Dini berdiri di luar pintu kamar, tempat ia beristirahat sebentar sebelum perjalanan berikutnya. Entah apa yg dilakukan Dini, membuat Sri akhirnya mendekatinya, mempertanyakan apakah ada yang ingin ia sampaikan. Wajah Dini  tidak tertebak sama sekali, namun, setelah dirasa ia cukup menahan diri, Dini berujar dengan suara gemetar.

"Siji takan kene, sing bakal urip sampe iki mari, Sri, sepurane nak aku bakal ngelakoni opo ae ben isok tetap urip." (Satu dari kita yang akan tetap bertahan hidup sampai semua ini selesai, saya minta maaf, saya akan melakukan apapun untuk tetap bertahan hidup). (*)
Auto Europe Car Rental