Kalau di DPR ada mafia Senayan, seperti kata Slank. Bisnisnya, apalagi kalau bukan menumpuk pundi-pundi dari uang haram, terima suap sana-sini. Lha, di dunia sepak bola
Indonesia, diduga, praktik yang sama juga terjadi. Siapa lagi yang bermain, kalau bukan para elitenya.
Yang terang, Ketua Umum PSSI-nya saja diduga kuat korupsi. Luar biasa kan negara ini. Koruptor kok bisa jadi pimpinan. Itu baru di tingkat PSSI, bagaimana dengan struktural di bawahnya, seperti Pengda dan Pengcab. Wah, dugaan itu, boleh jadi ada.
Lha kok boleh jadi. Bagaimana tidak, anak-anak kecil yang tampil di Danone Nations Cup (DNC) Jatim 2008 dan berlangsung 22-23 Maret 2008, sudah diajari, curi-curi umur, alias memalsu umur. Tujuannya, agar lolos dalam kompetisi tersebut. Olahraga itu membina sportivitas, lha ini, pembinanya ngajarin tidak sportif.
Pemain Naga Gempol (Pasuruan), Rico Haridansyah tertangkap memalsu umur. Lalu, ada juga sejumlah pemain dari Tulungagung Putra (TP), yakni Dhimas Fikri Rifanda, M. Listianto Ceputra, dan Rehan Hadiansyah.

Yang melaporkan pencurian umur adalah Suharto, manajer SSB Boca Yunior, salah satu tim peserta DNC Jatim. Suharto mendapat bantuan dari Wahyudi, pembina SSB Naga Emas yang juga ikuti kejuaraan. Wahyudi adalah guru olahraga Dhimas di SDN Kedung Waru, Tulungagung, sekaligus pelatihnya di Naga Emas.
Dengan bekal kesaksian Wahyudi, Suharto dan M Harun, pelatih Boca Yunior, menghadap panitia untuk melakukan protes resmi. Sayang, para dari TP itu dinyatakan tidak terbukti mencuri umur. Setidaknya, dari pemberitaan koran-koran lokal di Surabaya pada 27 Maret 2008. (*)