Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Lebih Dekat Raden Trunojoyo


RADEN Nila Prawata alias Pangeran Trunojoyo (1649-1680) adalah bangsawan asal Bangkalan, Madura, yang terkenal karena oposisinya melawan Mataram dan VOC.

Kakek Trunojoyo adalah anak bangsawan Madura bernama Raden Prasena yang diangkat anak oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo. Ia kemudian dinikahkan dengan Puteri Mataram dan diangkat sebagai Bupati Madura bergelar Pangeran Cakraningrat.

Pangeran Cakraningrat mempunyai putera, bernama Raden Demang Melayukusumo dan Raden Undagan.

Walaupun Raden Demang yang merupakan ayah Trunojoyo adalah anak sulung namun putera mendiang Sultan Agung yakni Amamgkurat I lebih menyukai Raden Undagan sebagai pewaris gelar Cakraningrat.

Tak hanya itu, ayah Trunojoyo juga di eksekusi oleh Amangkurat I.

Trunojoyo yang sejak kecil dibesarkan di Mataram, merasa kesal pada Amangkurat dan ia memutuskan pindah ke Kajoran dimana ia berteman dengan putera Amangkurat yakni Raden Mas Rahmat.

Kelak mereka berdua akan bekerja sama untuk makar terhadap Amangkurat I. Motivasi Trunojoyo adalah karena ketidakadilan pada ayahnya dan karena ketidakpuasan rakyat Madura pada pamannya, Cakraningrat II.

Sedangkan Raden Mas Rahmat  merasa kesal karena insiden Rara Oyi dimana ia dan ayahnya memperebutkan perempuan yang sama.

Di sisi lain, Trunojoyo juga menjalin kerja sama dengan para bangsawan-pelaut Makassar yakni Laksamana I Pakkebbu Karaeng Jarre Karaeng Bontomarannu dan Pangeran Gowa, I Manindori I Kare Tojeng Karaeng Galesong.

Karaeng Galesong adalah putera Raja Gowa ke-16, I Mallombasi Daeng Mattawang Muhammad Baqir Karaeng Bonto Mangngape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana dan Permaisuri I Loqmok Tobo dari Majannang.

Akan tetapi, aliansi antara Raden Mas Rahmat dan Trunojoyo bubar setelah pertempuran Gegodog pada 13 Oktober 1676.

Saat itu pasukan Amangkurat I yang terdiri atas para petani Jawa, kalah melawan Aliansi Madura-Makassar yang lebih lihai. Raden Mas Rahmat pun dicopot dari jabatannya sebagai Panglima dan Putera mahkota, digantikan oleh Pangeran Puger.

Di sisi lain, Trunojoyo menobatkan diri sebagai Panembahan Maduretno dengan dukungan Giri Kedaton, Negara Pesantren yang kerap disebut sebagai Vatikan Tanah Jawa.

Setelah Amangkurat I wafat karena diracun oleh Raden Mas Rahmat di Tegal, ia naik tahta sebagai Amangkurat II dan menjalin kerjasama dengan VOC dan pasukan Bugis yang dipimpin oleh Arung Palaka.

Amangkurat II akhirnya tak hanya menghancurkan Giri Kedaton namun juga mengeksekusi Trunojoyo dengam cara yang kejam. Trunojoyo ditikam oleh Amangkurat II dengan keris Kyai Balabar di jantung hingga menembus punggungnya.

Tubuh Trunojoyo kemudian dicabik-cabik dan kepalanya dipenggal dan ditaruh di depan bilik peraduan untuk diinjak-injak oleh siapa yang keluar-masuk.

Akhirnya, kepala Trunojoyo diremukkan dengan menggunakan lesung dan lumpang batu.

Sumber: Neo Historia
Gambar: Raden Trunojoyo