Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Patokrasi: Ketika Psikopati Menduduki Posisi Berkuasa


PERNAHKAH Anda membayangkan apa yang terjadi ketika orang dengan gangguan kepribadian memegang kekuasaan?

Patokrasi adalah sistem pemerintahan 'di mana sekelompok kecil orang yang patologis mengambil kendali atas masyarakat yang terdiri dari orang-orang normal'.

Steve Taylor Ph.D, dosen senior psikologi di Leeds Beckett University, Inggris menjelaskan konsep "patokrasi" yang dikembangkan oleh psikolog Polandia Andrew Lobaczewski, yang menjelaskan hubungan kuat antara kekuasaan politik dan gangguan kepribadian.

Andrew Lobaczewski menghabiskan masa kecilnya dengan menderita di bawah pendudukan Nazi di Polandia, diikuti oleh kebrutalan pendudukan Soviet setelah perang.

Kekuasaan politik mempunyai daya tarik yang sangat kuat bagi orang-orang dengan gangguan kepribadian seperti psikopati dan narsisme ganas.

Dan karena kepentingan pribadi mereka yang kejam dan nafsu mereka yang tak terpuaskan akan dominasi, orang-orang seperti itu pasti akan meraih posisi berkuasa.

Ketika pemerintahan didominasi oleh orang-orang dengan gangguan kepribadian, mereka menjadi patokrasi.

Orang dengan gangguan kepribadian seperti narsisme ganas bisa menjadi orang yang menawan dan karismatik. Ketika mereka menjadi politisi, masyarakat umum sering kali terpengaruh oleh mereka.

Egoisme para patokrat disalahartikan sebagai ‘membela’ bangsa; sifat impulsif mereka disalahartikan sebagai ketegasan; kurangnya empati mereka disalahartikan sebagai pemikiran yang kuat.

Ketika para ilmuwan menyadari akan adanya bencana alam seperti gempa bumi, mereka mempunyai kewajiban untuk memberi tahu kita tentang bencana tersebut.

Demikian pula, ketika para ilmuwan sosial seperti psikolog menyadari adanya bencana politik yang akan terjadi akibat patokrasi, mereka tentunya juga mempunyai kewajiban untuk mengingatkan masyarakat.

Konsep patokrasi berlaku ketika individu dengan gangguan kepribadian, terutama psikopati menduduki posisi berkuasa.

Ahli berpendapat bahwa dalam kehidupan manusia ada sebagian kecil orang yang menderita gangguan kepribadian seperti narsisme dan psikopati. Mereka yang mengidap kelainan ini bisa merasakan nafsu yang tak terpuaskan akan kekuasaan.

Orang dengan gangguan kepribadian narsistik menginginkan perhatian dan pengakuan terus-menerus, ia memiliki rasa superioritas terhadap orang lain dan hak untuk mendominasi mereka.

Mereka juga kurang empati, sehingga mereka bebas mengeksploitasi dan menyalahgunakan orang lain demi mengejar kekuasaan.

Psikopat merasakan rasa superioritas yang sama dan juga kurang empati, namun perbedaan utama antara psikopat dan narsisis adalah psikopat tidak merasakan dorongan yang sama untuk mendapatkan perhatian dan pemujaan.

Sistem demokrasi dapat melindungi masyarakat dari munculnya individu yang patologis.

Salah satu konsekuensinya, menurut Hughes dalam bukunya Disordered Minds (2018), adalah bahwa para pemimpin patologis membenci demokrasi dan, begitu berkuasa, mereka bertindak untuk membendung atau menghapus demokrasi.

Pers dengan cepat dibatasi.

Mereka menganggap diri mereka sebagai makhluk superior yang naik ke puncak melalui perjuangan kompetitif dan pantas mendominasi orang lain.

Segera orang-orang dengan ciri-ciri psikopat muncul dan membentuk patokrasi, mereka merasakan peluang untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh.

Pada saat yang sama, orang-orang yang bertanggung jawab dan bermoral secara bertahap meninggalkan pemerintahan, baik mengundurkan diri atau diusir dengan kejam.

Dalam proses yang tak terhindarkan, seluruh pemerintahan akan segera dipenuhi oleh orang-orang yang tidak mempunyai empati dan hati nurani.

Pemerintah telah disusupi oleh sekelompok kecil orang dengan gangguan kepribadian, yang mengambil alih kekuasaan atas mayoritas orang yang secara psikologis normal.

Lobaczewski juga menulis tentang 'patokrasi kolektif'. Seiring berjalannya waktu, para pemimpin patologis menarik orang-orang yang berpikiran sama dan patokrasi dapat menjadi semakin mengakar dan ekstrem.

Tentu saja hal ini tidak berarti bahwa semua orang yang berpartisipasi dalam pemerintahan yang patokratis mempunyai gangguan kepribadian: beberapa orang yang ambisius mempunyai agenda mereka sendiri  yang sebagian besar sejalan dengan pemerintah.

Begitu mereka memiliki kekuasaan, para patokrat biasanya   berusaha untuk memperkuat, meningkatkan dan melindungi kekuasaan mereka, tanpa memperhatikan kesejahteraan orang lain.

Namun, Lobaczewski juga mencatat bahwa patokrasi tidak pernah bersifat permanen. Pada titik tertentu, mereka ditakdirkan untuk gagal, karena kebrutalan dan kurangnya prinsip moral mereka dilawan oleh mayoritas masyarakat, yang memiliki empati dan hati nurani.

Rakyat Indonesia harus terus berjuang dengan gigih mempertahankan dan memperkuat sistem Demokrasi agar manusia-manusia penderita psikopat dan narsis yang memiliki nafsu kekuasaan yang tidak pernah terpuaskan, tidak muncul dan merajalela membentuk patokrasi di NKRI.

Kita perlu memastikan bahwa demokrasi kita tidak berubah menjadi patokrasi.

“Disadari atau tidak, setiap hari hidup kita dipengaruhi oleh dampak psikopati pada dunia kita”. (Andrzej Lobaczewski)

Retno Triani Soekonjono
Psikolog