Ini Contoh Lead dalam Penulisan Feature
KUNCI penulisan feature yang baik terletak pada paragraf pertama, yaitu yang disebut lead. Mencoba menangkap minat pembaca tanpa lead yang baik, sama dengan mengail ikan tanpa umpan. Setiap wartawan selalu sadar akan perlunya lead.
Keranjang sampah penuh dengan lead tidak bermutu, karena wartawan memakai lead yang itu-itu saja dalam usahanya menarik minat pembaca. Padahal, lead untuk feature mempunyai dua tujuan utama.
1. Menarik pembaca untuk mengikuti cerita.
2. Membuka jalan bagi alur cerita.
Banyak pilihan lead, sebagian untuk menyentak pembaca, sebagian untuk menggelitik rasa ingin tahu pembaca, dan yang lain untuk mengaduk imajinasi pembaca. Dan masih ada yang lain, yaitu lead untuk memberitahu pembaca tentang cerita yang bersangkutan secara ringkas.
Wartawan jarang menyadari, termasuk lead yang bagaimana yang dipakainya. Untuk memudahkan memilih lead, tampaknya perlu diketahui berbagai lead, seperti di bawah ini.
Lead ringkasan (Summary Lead)
Lead ini sama dengan yang dipakai dalam penulisan “berita keras” (hard news/straight news). Yang ditulis hanya inti ceritanya, kemudian terserah pembaca apakah masih cukup berminat mengikuti kelanjutannya atau tidak.
Lead ringkasan ini sering dipakai bila reporter mempunyai persoalan yang kuat dan menarik, yang akan laku dengan sendirinya. Lead ini sangat (paling) gampang ditulis. Banyak reporter yang langsung memilihnya bila diuber deadline, atau bila ia bingung mencari lead yang baik.
Beberapa contoh lead ringkasan:
- Ini satu lagi kasus peninggalan bekas Gubernur DKI Jaya Wiyogo Atmodarminto: Pasar Regional Jatinegara (TEMPO, 30 Januari 1993, Komisi di Jatinegara).
- Ada orang ketiga di rumah tangga, kalau bukan bikin sewot istri, ya, bikin melotot suami (TEMPO, 1 Januari 1994, Two in One Versi Tuban).
Dari setiap contoh jelas, yang akan diceritakan dalam cerita itu sudah tertulis dalam lead. Pembaca tahu, setelah membaca lead. Kata “kasus” dalam contoh pertama menunjukkan bahwa cerita yang akan disampaikan adalah tentang ketidakberesan di Pasar Regional Jatinegara yang dibangun di zaman Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto.
Sedangkan dalam lead yang kedua sudah bisa dibaca, yang akan diceritakan adalah hadirnya orang ketiga yang menimbulkan keributan di sebuah rumah tangga.
Kedua cerita itu umumnya dianggap cukup kuat menarik minat pembaca. Yang pertama masalah ketidakberesan sebuah proyek tempat masyarakat bertemu, yang kedua masalah yang bisa menimpa hampir tiap rumah tangga: kehadiran orang ketiga.
Lead Bercerita (Narrative Lead)
Lead ini, yang digemari penulis fiksi (novel atau cerita pendek), menarik pembaca dan membenamkannya. Tekniknya adalah menciptakan suasana dan membiarkan pembaca menjadi tokoh utama, entah dengan cara membuat kekosongan yang kemudian secara mental akan diisi oleh pembaca, atau dengan membiarkan pembaca mengidentifikasikan diri di tengah kejadian.
Hasilnya, berupa teknik seperti yang dibuat dalam film yang baik. Apakah Anda pernah merasa haus ketika menyaksikan seorang pahlawan (film) kehausan di tengah padang pasir? Apakah Anda gemetar di tempat duduk menyaksikan film horor?
Lead semacam ini sangat efektif untuk cerita petualangan. Misalkan, seorang wartawan melaporkan suasana di sudut sebuah rumah di Bosnia Herzegovina, yang sedang dilanda perang saudara.
Kami makan anggur kematian dan anggur itu lezat. Berair, biru kehitaman, manis dan asam. Mereka menggantungkan setandan anggur masak di beranda belakang rumah milik muslim yang istrinya belum lama tewas oleh bom orang Serbia. Ini senja di Bosnia, langit sama biru tuanya dengan anggur-anggur itu (TEMPO, 27 Maret 1993, Potret Berdarah dari Dalam).
Wartawan rubrik kriminalitas sering memakai lead bercerita dalam cerita feature untuk melaporkan peristiwa kejahatan.
Hari itu, ada lima mayat yang hangus terpanggang. Sesosok mayat laki-laki dewasa dan tiga anaknya berserakan di sana-sini dengan tubuh rusak bekas dibantai. Pemandangan itu ditemukan penduduk di puing sebuah gubuk yang hangus terbakar (TEMPO, 25 Januari 1992, Tragedi di Kebun Karet).
Feature lain bisa begini:
Toha gelagapan. Ia seperti menghirup ruang hampa. Sebisanya ia mengisap corong udara di hidungnya. Tapi sia-sia. Tabung oksigen di punggungnya ternyata sudah kosong. Ia panik. Permukaan laut masih puluhan depa di atasnya (TEMPO, 16 November 1993, Suka Duka Sang Penyelam).
Lead ini mempunyai keuntungan karena bisa menggaet lebih efektif pembaca daripada lead lain. Begitu pembaca mengidentifikasikan diri dengan, atau menjadi, tokoh ceritanya, ia pasti sudah tergaet.
Tapi ada kerugiannya: tak semua cerita bisa cocok diberi lead seperti itu. Reporter yang mencoba memaksakan lead macam ini akan menghasilkan lead yang tidak wajar, atau lead itu akan merusakkan cerita.
Lead Deskriptif (Descriptive Lead)
Lead deskriptif bisa menciptakan gambaran dalam pikiran pembaca tentang suatu tokoh atau tempat kejadian. Lead ini cocok untuk berbagai feature dan digemari reporter yang menulis profil pribadi.
Lead naratif meletakkan pembaca di tengah adegan atau kejadian dalam cerita, sedangkan lead deskriptif menempatkan pembaca beberapa meter di luarnya, dalam posisi menonton, mendengar, dan mencium baunya.
Pemakaian ajektif (kata sifat) yang tepat adalah kunci untuk lead deskriptif. Seorang reporter yang baik bisa membuat tokohnya “hidup”, seolah-olah muncul di tengah barang cetakan yang dipegang pembaca.
Reporter sering mencoba memusatkan perhatiannya pada satu unsuryang paling menyolok dari sosok dan penampilan tokohnya untuk diilustrasikan.
Wajah Syaiful Rozi bin Kahar sama sekali tak mengesankan bahwa ia seorang bajak laut. Ia berpembawaan halus, sopan, dan ramah (TEMPO, 28 Agustus 1993, Perompak yang Halus dan Ramah).
Untuk kebanyakan pembaca, lead itu mendebarkan. Pembaca seolah-olah terpaksa menerima kehadiran seseorang yang berperangai halus, padahal ia bajak laut yang ganas.
Tokoh untuk lead ini tidak harus manusia. Objek tidak berjiwa bisa mempunyai “personalitas” yang dapat ditangkap secara efektif oleh pembaca dari sebuah lead deskriptif yang baik.
Laksana tarian peri langit, asap membubung di atas Hotel Bali Beach yang membara terpanggang api (TEMPO, 30 Januari 1993, Akhir Legenda dan Sejumlah Misteri Bali).
Lead deskriptif bisa menjadi karikatur yang efektif, seperti sketsa seorang pelukis, yang menekankan pada ciri pokok dan mengabaikan rincian yang tidak menarik.
Sebuah lead deskriptif bisa juga menampilkan tokohnya dalam perwatakan yang menarik, dengan cara menggambarkan sebuah latar yang tepat.
Bola mata Juani berkaca-kaca ketika mengintip kemenakannya, Soleka, yang sedang mandi sore itu. Dari balik pagar sumur yang jarang, ia melihat kain basahan Soleka sering tersibak (TEMPO, 2 Januari 1993, Kasmaran Maut di Sarang Elang).
Menyadari bahwa selalu ada kemungkinan untuk membuat lead deskriptif, maka tidak mengherankan bila banyak reporter yang terpikat oleh lead jenis ini.
Lead Kutipan(Quotation Lead)
Kutipan yang dalam dan ringkas bisa membuat lead menarik, terutama bila yang dikutip orang yang terkenal. Kutipan harus bisa memberikan tinjauan ke dalam watak si pembicara.
Ingat, lead harus menyiapkan pentas bagi bagian berikutnya dari cerita kita, sehingga kutipannya pun harus memusatkan diri pada sifat cerita itu.
Sebuah contoh lead kutipan begini:
”Tangkap hidup atau mati.” (TEMPO, 29 Januari 1994, Hidup atau Mati: Gendut Dicari).
Kutipan keras itu diucapkan Kapolri Letnan Jenderal Banurusman. Umumnya, pembaca akan langsung tergaet, ingin tahu bagaimana nasib orang yang sudah dipastikan harus ditangkap hidup atau mati itu.
Kerugian lead semacam ini adalah, kutipan yang dipilih bisa keluar dari isi cerita, bila tekanan pokok diletakkan kepada kutipan itu saja. Misalnya Anda mewawancarai seorang tukang ojek tentang rencana pembangunan kawasan Kota, Jakarta Pusat.
Mungkin ia mengeluh tentang rencana yang bakal menutup rezekinya itu dan berkata, “Kawasan Kota mau ditutup sampai Pelabuhan Sunda Kelapa? Wuih...” (TEMPO, 26 Juni 1994, Menyulap Kawasan Kota).
Kutipan itu bisa menarik perhatian, sehingga seorang reporter mungkin memakainya sebagai lead. Tapi, kutipan itu tidak secara tepat menggambarkan keseluruhan perasaan si tukang ojek.
Bila wartawan tidak bisa memberikan penjelasan pada pembaca kapan kutipan itu diucapkan, dan dalam kondisi bagaimana, jangan-jangan kutipan itu memang tak ada kaitannya langsung dengan isi cerita.
Lead Bertanya (Question Lead)
Lead ini efektif bila berhasil menantang pengetahuan atau rasa ingin tahu pembaca. Sering lead ini dipakai oleh wartawan yang tidak berhasil menemukan lead imajinatif. Lead ini gampang ditulis, tapi jarang membuahkan hasil terbaik.
Dalam banyak hal, lead ini cuma taktik. Wartawan yang menggunakan lead ini tahu bahwa ada pembaca yang sudah tahu jawabannya, ada yang belum. Yang ingin ditimbulkan oleh lead ini ialah rasa ingin tahu pembaca: yang belum tahu mestinya terus ingin membacanya, sedangkan yang sudah tahu dibuat ragu apakah pengetahuannya cocok dengan informasi Bung wartawan.
Banyak editor enggan memakai lead ini karena pembaca sering dibuat kesal oleh jebakannya. Biasanya lead naratif atau lead deskriptif lebih disukai.
Meski demikian, tidak berarti lead bertanya lebih rendah mutunya daripada yang lain. Kadang-kadang ada cerita yang bisa diberi lead bertanya secara wajar.
Seorang wartawan Sekretariat Negara, yang menulis feature tentang kenaikan gaji pejabat tinggi, bisa menulis begini: Berapa gaji Presiden Soeharto sekarang? (TEMPO, 23 Januari 1993, Presiden Naik, DPR Naik).
Seperti juga lead yang lain, lead bertanya hanya bisa efektif bila materinya memang secara wajar bisa diberi pertanyaan.
Contoh lain:
Apa yang membuat sekelompok orang ngotot, menolak pindah, meski gubuk tempat mereka tinggal terus dirayapi oleh air yang menggenang? (TEMPO, 27 April 1991, Kedungombo).
Lead Menuding Langsung (Direct Address Lead)
Bila reporter berkomunikasi langsung dengan pembaca, ini disebut lead menunjuk langsung. Ciri-ciri lead ini adalah ditemukannya kata “Anda”, yang disisipkan pada paragraf pertama atau di tempat lain.
Keuntungannya jelas. Pembaca kadang-kadang tidak secara sukarela, menjadi bagian cerita. Penyusunan kata-katanya melibatkan Anda secara pribadi dalam cerita itu.
Misalkan, seorang reporter mangkal di kantor imigrasi, dan menemukan kesalahan cekal terhadap seseorang yang tidak bersalah. Ia mungkin membuat lead demikian:
Bila Anda punya nama “kodian”, harap hati-hati. Salah-salah Anda kena cekal, tak boleh ke luar negeri (TEMPO, 30 Januari 1993, Gara-gara Nama Sama).
Lead seperti itu langsung melibatkan pembaca secara pribadi, rasa ingin tahu mereka sebagai manusia disinggung: jangan-jangan namanya atau nama keluarga dekat atau teman dekatnya tergolong nama kodian.
Ada contoh lain. Lead ini secara langsung menyeret pembaca ke dalam persoalan dan membawanya membaca tulisan secara keseluruhan. Bila harus memilih antara diet kolesterol dan penyakit jantung, tentu Anda memilih yang pertama (TEMPO, 5 Februari 1994, Para Eksekutif, Kolesteol dan Jantung.)
Yang perlu diingat, membuat lead yang menuding langsung seperti contoh tersebut memerlukan imajinasi yang kuat. Sebab, ada bahaya di sini, salah-salah Anda membuat lead yang cenderung kedengaran sok dan amatir.
Misalnya: Kalau (Anda) mau hidup enak dan terhormat, jadilah eksekutif di perusahaan konglomerat (TEMPO, 6 Februari 1993, Eksekutif Jutaan Rupiah.)
Berbeda dengan yang sebelumnya, meski tetap punya daya tarik (hidup enak dan terhormat tentunya diminati umumnya orang), yang ini terasa kurang memikat. Soalnya, tak semua orang punya kesempatan menjadi eksekutif, apalagi di perusahaan konglomerat. Dengan kata lain, lead ini kurang melibatkan banyak pembaca secara pribadi.
Lead Menggoda (Teaser Lead)
Lead menggoda digunakan untuk “mengelabui” pembaca dengan cara bergurau. Tujuan utamanya menggaet perhatian pembaca dan menuntunnya supaya membaca seluruh cerita.
Lead jenis ini biasanya pendek dan ringan. Umumnya dipakai teka-teki, dan biasanya hanya memberikan sedikit, atau sama sekali tidak, tanda-tanda bagaimana cerita selanjutnya.
Angka yang ditunggu-tunggu itu keluar juga: sekitar 50 (TEMPO, 4 Januari 1992, “Angka Misterius Santa Cruz”.)
Dari kalimat itu pembaca belum tahu pasti kunci cerita tentang angka 50 itu. Justru karena itu keingintahuannya dibangkitkan, dan untuk memenuhi keingintahuannya itu, mau tak mau, ia akan membaca kelanjutan kalimat itu, sampai tahu apa yang dimaksudkan dengan “angka 50” itu.
Setelah pembaca tahu teka-teki angka 50 itu (dalam hal ini jumlah korban kekerasan militer di kuburan Santa Cruz, Dili, pada 1991), tergantung cerita itu sendiri apakah cukup menawarkan daya tarik, untuk diikuti terus atau tidak.
Cara lain menampilkan lead jenis ini adalah dengan mengiming-imingkan (memamerkan) potongan fakta di depan hidung pembaca supaya terpancing untuk terus membaca:
Pendatang baru itu tampak misterius dan agak menakutkan. Namanya memang bagus. Chlamydia pneumoniae, tapi wataknya merepotkan para peneliti (TEMPO, 19 Februari 1994, “Chlamydia yang Mempersulit Diagnosa”).
Pembaca yang tak tahu apa atau siapa nama itu, tentunya bisa punya asosiasi macam-macam membaca lead ini: apakah itu seseorang, atau benda, atau apa. Barulah di kalimat-kalimat berikutnya diceritakan yang sebenarnya:
Itulah kuman penyebab penyakit radang paru-paru, yang tidak tergolong jenis bakteri, tapi juga bukan virus. Para ahli mengatakan, kuman itu membawa sebagian sifat bakteri, sebagian lagi sifat virus.
Pembaca yang sudah tahu tentang kuman itu pun diharapkan tetap ingin membaca artikel ini, karena diiming-imingi dengan kata “misterius” dan “menakutkan”. Benarkah si Chlamydia itu semisterius dan semenakutkan sebagaimana ia ketahui, atau kurang dari itu, atau lebih menakutkan?
Lead Nyentrik (Freak Lead)
Hijau sayuran
Putihlah susu
Naik harga makanan
Ke langit biru
Reporter yang imajinatif, meskipun tidak puitis, bisa mencoba lead seperti ini pada saat menulis cerita tentang kenaikan harga. Lead ini memikat dan informatif. Gayanya yang khas dan tak kenal kompromi itu bisa menarik pembaca, hingga ceritanya bisa laku.
Lead ini paling ekstrem dalam bertingkah. Tapi kekurangajarannya bisa menggaet pembaca, bila reporter bisa mengikuti langkah pertamanya itu dengan cerita yang lincah dan hidup. Tapi nada lead ini susah dijaga sepanjang keseluruhan cerita.
Beberapa koran enggan memakai lead ini. Memang ada bahayanya. Wartawan hidup dalam dunia kata-kata. Lead nyentrik membuka peluang wartawan untuk mengobral permainan kata hingga memualkan.
Hanya kebijaksanaan yang tegas yang bisa mencegah banjirnya permainan kata itu. Jika dipakai berulang-ulang, lead ini juga akan kehilangan kekuatannya, malah terasa norak.
Lead Nyentrik ini bisa juga hanya melukiskan suara bunyi-bunyian. Misalkan: “Tak dududuktak. Duk.” (TEMPO, 5 Januari 1985, “Mereka Bergerak, Selebihnya Silakan Lihat”)
Lead Kombinasi (Combination Lead)
Di surat kabar sering ditemukan lead yang merupakan kombinasi dari dua atau tiga lead, dengan mengambil unsur terbaik dari masing-masing lead. Lead Kutipan sering dikombinasikan dengan Lead Deskriptif.
“Bukan salahku bahwa aku belum mati sekarang,” kata Fidel Castro dengan senyum lucu (TEMPO, 7 Mei 1994, “Castro, Revolusioner yang Belum Pensiun”).
Lead Menggoda bisa dikombinasikan dengan Lead Kutipan, Lead Naratif dengan Lead Deskriptif, dan seterusnya.
Sumber: Seandainya Saya Wartawan Tempo, Institut Tempo, 2007.