Ini Cara Mengembangkan Kurikulum bagi Anak Autism Spectrum Disorder (ASD)
PENDIDIKAN bagi anak penyandang autis tidak sama dengan anak biasa. Kurikulumnya sangat individual. Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kota Surabaya bekerjasama dengan JCI East Java menggelar webinar Mengembangkan Kurikulum Bagi Anak Autism Spectrum Disorder (ASD).
Tujuannya, membantu praktisi dan orang tua dalam membuat kurikulum bagi ASD. Penentuan kurikulum yang tepat bagi tiap-tiap anak bergantung dari asesmen (penilaian) awal.
"Penilaian ini perlu dilakukan sebelum anak memulai pembelajaran," ujar Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa Universitas Islam Nusantara, Yoga Budhi Santoso, Minggu (28/2/2021).
Biasanya, penilaian melalui wawancara dengan kedua orangtuanya. Wawancara ini untuk mengetahui latar belakang, hambatan, dan kondisi lingkungan sosial anak. Selain itu, penilaian awal ini juga melalui observasi langsung terhadap anak.
Lamanya penilaian awal ini berbeda-beda pada tiap anak. Namun, hal ini perlu untuk menentukan jenis terapi dan juga kurikulum yang tepat buat sang anak. Menurut Yoga, biasanya, terapi ini akan digabungkan dengan bermain agar lebih menyenangkan bagi anak autis.
Kurikulum ini tak hanya dieprlukan dalam sekolah, tetapi juga para orang tua yang selama pandemi harus memberikan pembelajaran pada anak. "Pandemi atau tidak ketrampilan yang diajarkan harus disesuaikan dengan usia dan kemampuan yang sudah dikuasainya," lanjutnya.
Selama pandemi dan anak berada di rumah, maka ketrampilan dasar yang ingin diajarkan harus disesuaikan dengan kemampuan anak. Misalkan, anak belum bisa ke toilet sendiri. Jado, kurikulum harus dibuat tergantung konteks kemampuan anak dan kebutuhan.
Pengajar di Efata Home Therapy And Privat Course, Jeany Putri Amelia, menekankan, latihan membuat kurikulum bisa dimulai dengan memahami tahapan perkembangan anak yang sesuai dengan usianya. Kemudian karakteristik ASD seperti sulit fokus, hambatan interaksi sosial hingga visual.
Semua harus diajarkan dan pengajarannya harus terstruktur seperti dalam melatih kemampuan membaca, mengenal simbol huruf, suku kata hingga kata. Dalam prosesnya, anak juga dilatih kemampuannya dalam hal kepatuhan.
Kepatuhan diperlukan agar proses belajar kemampuan intelektual anak lainnya lebih mudah. "Seperti belajar duduk untuk memulai belajarnya," urainya.
Ketua DWP kota Surabaya, Iis Hendro Gunawan sebagai penyelenggara mengungkapkan, webinar diharapkan dapat memberikan tambahan edukasi bagi penyelenggara pendidikan inklusi maupun orang tua. (ovi)