Sistem Buatan Esther Irawati Setiawan Mampu Deteksi Berita Hoaks
Media sosial (medsos) telah menjadi sarana utama bagi netizen untuk mengungkapkan pendapat maupun menjadi media penyebaran informasi. Sayangnya, selama pandemi Covid-19, semakin banyak berita palsu atau hoaks tersebar.
Dosen ISTTS (Institut Sains dan Teknologi Terpadu Surabaya), Esther Irawati Setiawan membuat sistem untuk menyeleksi berita palsu di bidang kesehatan berdasarkan data di medsos sebagai bahan disertasinya di Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Tak hanya menyeleksi berita palsu, sistem mampu mengenali opini untuk analisa sentiment layanan kesehatan. “Jadi, berdasarkan data medsos dapat dianalisa untuk memperoleh opini sekaligus disinformasi berita kesehatan yang beredar,” ujar peraih beasiswa Budi DN LPDP ini.
Wanita yang baru saja mengikuti wisuda online pada 24 Oktober 2020 ini mengembangkan aplikasinya dengan metode kecerdasan buatan, yakni deep learning, yang merupakan metode terbaru pengolahan sistem cerdas saat ini.
Sistem ini akan menggantikan orang dalam mencari data apakah berita yang diterima hoaks atau tidak. Setelah dimasukan banyak data, komputer bisa membedakan berita palsu dan bukan berdasarkan banyaknya data dari sumber bereputasi dan pendapat masyarakat di medsos, seperti Twitter dan Facebook.
Esther berharap , ke depannya, penelitian ini akan terus dikembangkan agar dapat berguna bagi warga khususnya Indonesia, seperti nama website yang dikembangkannya, yaitu GadaHoax.
Upaya pengembangan deep learning dari ibu dua anak ini tak lepas dari Inovasi Pengembangan Tool Ekstraksi lnformasi dari Kalimat Bahasa Indonesia untuk Pembangunan Ontology berbasis Big Data dan Machine Learning yang menjadi disertasi Joan Santoso.
Berkat disertasi Joan di ITS ini, dia menjadi doktor termuda di iSTTS. Joan menjelaskan, inovasinya mampu menerjemahkan data dalam medsos agar sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan sistem yang dibuat Esther.
"Jika bicara data ya saat dapat data, tidak semuanya kualitasnya bagus. Apalagi, bahasa, pengolahannya ada yang standar, ada yang khusus. Mau tidak mau harus menerapan data teknologi," kenangnya. (ovi)