Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Cerita Horor Santet Sewu Dino (21) : Mencari Jimat Penyantet

KAKI  Sri mulai melangkah turun. Ia beranjak dari tempatnya, namun, ia masih ragu. Sri belum menjawab, diam, membiarkanya ditelan sunyi, diobrak-abrik sepi, sampai, keheningan itu menguasai. Senyap. Suasana saat itu sangat senyap, namun, perasaan itu, seakan menekan Sri dalam kegilaan dan rasa penasaran yg saling melahap satu sama lain.

Sri gila. Benar saja, keheningan itu membuat sebagian pikiran Sri tertekan, hingga, Sri merasa, Dela telah pergi. Sri mencoba untuk menenangkan diri, ia terduduk dengan kaki yg sudah lemas, namun, tiba-tiba. "BRAKK!!" pintu kamar Sri, dihantam oleh sesuatu yang sangat keras. Setelah gebrakan itu, suara tertawa yang pernah Sri dengar itu muncul.

"Cah GOBLOK, nyowomu iku sampe sepiro seh, tak kandani, jumat kliwon, pikirno iku yo ndok, PIKIRNO OMONGANKU!!" (Anak Bodoh, nyawamu itu sampe mana sih, tak kasih tahu, jumat kliwon, pikirkan itu, PIKIRKAN!!). Sri hanya meringkuk, ia tidak mau menjawab siapapun itu, lalu, "Sri, nek arep turu, liline dipateni yo" (Sri, kalau sudah mau tidur, lilinya, dimatikan dulu ya).

Saat itu juga, lilin mati dengan sendirinya. Kegelapan itu, menenggelamkan Sri dalam tangisan ketakutan tergila. "Dela yo marani awakmu mambengi" (Dela juga datangin kamu semalam), tanya Dini. Ia tengah sibuk membasuh baju di sumur belakang. Sri yang baru tiba, hanya mengangguk, lalu duduk di sampingnya.

"Nek wes bengi, Dela kumat, jare mbah, ngunu" (Kalau malam tiba, Dela kumat kata si mbah). "Si mbah sing ndudui awakmu" (Si mbah yg kasih tau kamu). "Iyo" "awakmu gak didudui ngunu" (Emangnya kamu gak dikasih tau). Sri tidak menjawab pertanyaan itu, ia hanya melihat air mengalir, yang ada di hadapanya. "Jumat kliwon" kata Sri tiba-tiba.

Dini mengangguk rupanya, ia tahu siang itu, si mbah memanggil Sri dan Dini. Mereka melihat Dela yang tengah duduk sendirian. Ia seperti sibuk dengan dunianya sendiri. "Dela lahir nang kene, mangkane, gak tak perlakokno koyo nang alas kui, nang kene, wes tak pasang payung penduso nang ben sudut omah." (Dela lahir di sini, makanya, saya tidak perlakukan dia seperti saat tinggal di hutan, setiap sudut rumah ini sudah saya pasang payung untuk orang meninggal, jadi, jangan khawatir).

Mbah Tamin, menyesap rokok, menghembuskanya perlahan, "Masalahe sak iki nang kene" (masalahnya, sekarang di sini).  "Mene, kamis legi, aku arep jalok tolong nang awakmu, Dini, tolong, golekono, nang ndi Pepetane disingitno, isok." (Besok, kamis legi, saya mau minta tolong, bisa kamu caritahu di mana jimat itu disimpan).



"Jimat sing kanggo nyantet Dela". Benar. di malam itu, Sri dan Dini, masuk ke kamar si mbah, di sana ia bisa melihat banyak tergantung kepala kerbau yang dipasang di tembok. Selain itu, kamar Mbah Tamin banyak dihiasi kain merah. Bau kemenyan tercium sampai menusuk hidung. Mbah Tamin, kemudian melangkah masuk.

Ia menyuruh Dini duduk di depanya, membiarkan Sri berada di samping Dini, "Awakmu bakal ndelok kebon tebu, golekono wong sing mok temoni nang kunu, tutno, nang ndi wong iku engkok longgoh." (Nanti, kamu akan melihat kebun tebu, disana ada orang, cari dan ikuti dia, sampai ia duduk di sebuah tempat). (*)
Auto Europe Car Rental