Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Saya, Budikdamber, dan Ketahanan Pangan


SAYA mengenal tentang budi daya ikan dalam ember atau yang biasa disingkat menjadi budikdamber dari media sosial. Rasa ingin tahu tentang budikdamber membuat saya belajar tentang budikdamber dari berbagai sumber informasi online.

Saat itu saya berpikir alangkah baiknya bila kita bisa menghasilkan lauk dan sayuran sekaligus, dengan keterbatasan lahan yang ada (sudah lama saya berharap mempunyai kolam ikan di rumah, namun terkendala dengan lahan).

Keterbatasan pengetahuan dan modal yang saya miliki, ternyata dapat terpatahkan oleh motivasi dan semangat dari dalam diri agar lebih bermanfaat dan berdaya.

Ridho suami juga menjadi salah satu penguat diri, sehingga akhirnya saya memberanikan diri untuk memulai kegiatan budikdamber ini pada tanggal 6 Maret 2020.

Tahapan budikdamber yang saya jalani kurang lebihnya seperti ini:
1. Menyiapkan ember (saya pakai 1 ember ukuran 70 liter dan 1 ember ukuran 120 liter), buat 2 - lubang di bagian samping atas ember untuk tempat keluarnya lebihan air (terutama air hujan) agar nantinya lele tidak lompat ke luar.

2. Mengisi ember dengan air, diamkan selama 1 minggu (saya gunakan air PDAM) dan letakkan di tempat yang terkena sinar matahari/hujan.

3. Menyiapkan media tanam dan bibit tanaman kangkung (pilih kangkung cabut lalu potong bagian bawah yang ada akarnya).

4. Cek air dalam ember, bila sudah mulai ada endapan dan jentik nyamuk, lele siap ditebari benih lele.

5. Menebar benih lele ukuran 7-9 cm pada 13 Maret 2020 (50 ekor untuk ember ukuran 70 liter dan 80 ekor untuk ember ukuran 120 liter; populasi optimal sekitar 1 ekor lele tiap 1 liter air).

6. Menyiapkan pakan lele yang ukuran PF 1000 (bisa juga ukuran -1 atau -2).

7. Puasakan lele selama 1 - 2 hari (lele saja puasa, kamu juga harus dong).

8. Beri pakan lele 1 - 2 kali tiap hari, secukupnya juga (hindari pemberian pakan berlebih karena akan menyebabkan tingginya kadar nitrogen sehingga menurunkan kualitas air) - nikmati sensasi saat "mas kumis" menyantap pakan.

9. Bersihkan air dengan selang air tiap 1 - 2 minggu sekali, buang setengah atau sepertiganya saja, lalu isi dengan air yang sudah diendapkan 3-4 hari sehingga volume kembali seperti semula.

10. Bila turun hujan, bisa ditambahkan 1-2 sendok garam krosok/garam ikan.

11. Bila air mulai bau, bisa tambakan 1 tutup botol EM4 (bisa dibeli di toko pertanian) untuk menambah populasi bakteri pengurai kotoran dan sisa-sisa pakan lele,

12. Sabar menanti hingga lele siap dipanen, yaitu sekitar 20 - 25 cm atau 8 ekor tiap kg (saya belum pernah panen, jadi sementara hingga tahap ini).

Bagaimana menurut Anda, teknisnya cukup simpel bukan? Berdasarkan informasi yang saya peroleh, budikdamber lele dapat dipanen sekitar 2-3 bulan, sedang kangkung dapat dipetik sekitar tiap 2-3 minggu sekali.

Kegiatan ini juga bisa dilakukan oleh segala usia, dari anak-anak, hingga orang tua, serta semua profesi, dari ibu rumah tangga, dokter,  pengusaha, bahkan pejabat, dengan satu syarat: PUNYA NIAT.

Kegiatan ini juga berpotensi memberikan tambahan penghasilan, di samping sebagai sarana penyaluran hobi, pemanfaatan waktu, sarana belajar (salah satunya melatih kesabaran), juga meningkatkan ketahanan pangan.

Saat ini kita menjadi saksi sejarah dunia, yaitu pandemi covid-19 sejak kurang lebih dia bulan yang lalu. Pemerintah menganjurkan masyarakat agar tetap berada di rumah (_stay at home_) untuk mengurangi risiko penularan penyakit.

Kondisi tersebut berpotensi menurunnya geliat ekonomi, dan berdampak pada kaum alit juga kaum elit, sehingga dapat berefek pada menurunnya ketersediaan pangan, meningkatnya kriminalitas, menurunnya derajat kesehatan masyarakat, serta menurunnya kualitas hidup masyarakat.

Dalam hal ini, budikdamber ini bisa menjadi salah satu alternatif solusi masalah pangan, sebagai sumber makanan hewani dan nabati.

Tak salah bila Bapak Juli Nursandi, yang saya ketahui sebagai pioner budikdamber (salam hormat saya untuk beliau), bercita-cita agar setiap keluarga di Indonesia minimal mempunyai 1 ember budikdamber.

Tentu saya sangat setuju dengan hal tersebut. Bagaimana dengan Anda, apakah tertarik dengan ide budikdamber ini? Mungkin inilah saatnya!! Bersama kita BISA!!!

Magelang, 3 Mei 2020

NB. Alternatif ikan untuk budikdamber yaitu lele, patin, nila, gurami, dll bisa dipelajari lebih lanjut; tanaman yang dikembangkan juga bervariasi seperti kangkung, sawi, bayam, tomat, cabai, dll. Teriring doa, semoga pandemi ini segera berlalu, serta teman sejawat yang berada di garda depan covid-19 selalu dalam lindungan Allah SWT.

Rincian Pengeluaran/Modal Awal:
- 1 ember 70 l (saya ga beli, karena "nemu" di rumah; kl beli sekitar 45 - 75rb, tergantung daerah dan rezeki masing-masing.

- 1 ember 120 liter harga Rp 200.000 (beli di Pasar Muntilan)
- 1 ember 120 liter harga Rp 145.000 (beli di Solo)

- 130 benih lele ukuran 7-9 cm @350; total Rp 52.500 (ini tebar benih tahap pertama, saya bagi menjadi 50 ekor di ember 70 l, dan 80 ekor di ember 120 liter)

- 1 kg pakan lele ukuran PF 500 (sekitar Rp 15.000); sampai minggu ketiga masih ada sekitar 1/2kg --> cat: semakin besar ukuran pakan akan lebih murah harganya

- 50 gelas plastik jumbo (biasa buat jualan juice) harga Rp 9.000
- 2 ikat kangkung cabut @4rb (total Rp 8.000)
- 100 ekor benih lele ukuran 9-12 cm @Rp 450 (diminta bayar Rp 40.000, diberi bonus 10 ekor) -- tebar benih tahap kedua, di ember 120 liter

- 1 kg pakan lele ukuran -2 harga Rp 10.500
- bibit cabai 1, tomat 2, & sawi 4 harga sekitar 3 rb an (saya beli agak banyak, sisanya saya tanam di media tanah)
- kawat Rp 10.000
- solder sekitar Rp 10.000-an (beli di market place)

Total: Rp 503.000 (untuk 3 ember, 2 ember besar, 1 ember kecil; yang ember besar kualitasnya lebih bagus, bahannya lebih tebal)
Bila dirata2 biaya per ember nya sekitar Rp 150.000-Rp 200.000-an, ember juga masih bisa digunakan lagi.

NB. Kebutuhan pakan sampai panen berkisar 4 sd 6 atau 7 kg per ember Biaya waktu dan tenaga belum dihitung, tapi InsyaaAllah terbayar lunas kalau lihat mas kumis sehat-sehat.

Oleh: Susini Rangkai