Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Olah Limbah Sabut Kelapa, Pria Asal Kota Blitar Raup Puluhan Juta Setiap Bulan


SABUT  kelapa merupakan selimut dari buah kelapa. Sabut kelapa jika diurai akan menghasilkan serat sabut (cocofibre) dan serbuk sabut (cococoir). Namun produk inti dari sabut adalah serat sabut. Dari produk cocofibre ini mampu menghasilan aneka macam derivasi produk yang manfaatnya sangat luar biasa.

Sabut kelapa mengandung unsur kalium sebesar 10,25%, sehingga dapat menjadi alternatif sumber kalium organik untuk menggantikan pupuk KCl. Selain digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik, sabut kelapa juga digunakan sebagai media tanam dan pembuatan agar-agar kertas

Tapi, di tangan Sugeng Riyadi (30), limbah sabut kelapa disulap menjadi kerajinan alat rumah tangga dengan nilai ekonomi tinggi. Bapak satu anak asal Kelurahan Tanggung, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar, ini mengolah limbah sabut kelapa menjadi sapu, keset, pot bunga, sampai media tanam cocopeat.

Dalam sebulan, Sugeng bisa memproduksi 10.000 biji sapu dengan omzet mencapai Rp 70 juta. Bahkan, produksi sapu berbahan sabut kelapa milik Sugeng juga diekspor ke Taiwan.

"Saya mulai menekuni bisnis kerajinan alat rumah tangga berbahan limbah sabut kelapa sekitar tujuh tahunan. Ini meneruskan usaha dari orang tua," kata Sugeng ditemui di rumahnya, Senin (14/3/2022).

Rumah Sugeng menjadi tempat memproduksi kerajinan berbahan limbah sabut kelapa.
Para pekerja menyerut atau menghaluskan sabut kelapa yang akan dipakai sebagai bahan sapu. Sabut kelapa yang sudah dihaluskan kemudian dirangkai menjadi sapu.

Sebelum dikemas, sapu berbahan sabut kelapa yang baru setengah jadi itu dikeringkan dengan cara dijemur. Sisa-sisa sabut kelapa dari proses penghalusan diolah lagi menjadi bahan pot, keset, dan cocopeat atau media tanam.

"Saya memiliki 13 pekerja. Sebagian pekerja mengerjakan pembuatan sapu di rumah," terang Sugeng yang menyebut, orang tuanya menekuni usaha pengolahan sabut kelapa sudah hampir 15 tahun.

Awalnya, orang tuanya hanya mengolah sabut kelapa untuk bahan sapu yang disetor ke pabrik. Sugeng lantas mengembangkan usaha itu dengan memproduksi sendiri kerajinan alat rumah tangga berbahan sabut kelapa.

Usaha kerajinan alat rumah tangga berbahan sabut kelapa khususnya sapu milik Sugeng berjalan lancar. Banyak pesanan datang baik dari dalam kota dan luar kota seperti Tulungagung, Madura, Ponorogo, Madiun, Ngawi hingga Jakarta.

Dalam sebulan, permintaan sapu berbahan sabut kelapa di tempat Sugeng bisa mencapai 10.000 biji. Pelanggan dari Jakarta ada yang mengekspor kerajinan sapu sabut kelapa saya ke Taiwan. Untuk ekspor baru berjalan tiga bulan ini.

Pelanggan dari Jakarta meminta sekitar 20.000-30.000 biji sapu untuk diekspor ke Taiwan. Sayangnya, Sugeng hanya bisa memasok sekitar 10.000 biji sapu sebulan untuk diekspor ke Taiwan. "Sapu yang dikirim masih setengah jadi, belum ada gagangnya," ujarnya.

Sugeng menjual kerajinan sapu setengah jadi dengan harga mulai Rp 3.200 per biji sampai Rp 4.000 per biji sedangkan sapu yang sudah jadi dan siap pakai dijual dengan harga Rp 7.500 per biji. Omzet rata-rata sekitar Rp 70 juta per bulan.

Selama pandemi Covid-19, usaha kerajinan alat rumah tangga berbahan sabut kelapa milik Sugeng tetap stabil. Ketika pandemi, produksi sapu memang sempat turun, tapi produksi kerajinan lain seperti pot bunga dan cocopeat justru naik drastis.

"Awal pandemi produksi pot bunga yang naik, saya sampai kewalahan melayani pesanan. Tapi, sekarang permintaan pot turun dan permintaan sapu kembali meningkat," tambah Sugeng. (bung sha)

Auto Europe Car Rental