Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Cerita tentang El Kenthir Bass'edan


PADA Kamis (16/7/2020) melalui unggahan videonya, Gus Miftah tampak datang ke Kantor Balai Kota Provinsi DKI Jakarta. Mengenakan masker, keduanya ngobrol santai.

"Saya hari ini bersama Mas Anies. Njenengan iki (Anda ini) Arab apa Jawa sih mas?" tanya Gus Miftah yang memakai blangkon hitam berstrip hijau.

"Wong Yogjo (Orang Yogya) senengane gudeg (hobinya makan gudeg)," jawab Anies dengan logat Jawa Jogja yang kental.

Unggahan itu cepat menuai reaksi.

Menjadi pribumi memang dibutuhkan ketika ingin nyapres meski tak ada aturan tertulis atas hal tersebut. Itu lebih tampak seperti demi mendapat dukungan.

Cerita di atas adalah murni berita. Bahwa saya kaitkan dengan keinginqn pak Anis menjadi Presiden, itu subyektif.

INTERMEZZO.

Dua orang tampak tergesa memasuki kantor kependudukan setempat. Satu beretnis Arab, yang letni etnis Tionghoa.

"Selamat pagi" ucapan santun terdengar dari petugas kantor tersebut. Keduanya diterima oleh dua petugas dalam satu baris meja yang sama.

"Ada yang bisa dibantu?" Salah satu petugas kantor kependudukan tersebut bertanya sambil mempersilakan duduk pada yang beretnis Tionghoa.

"Ya pak..., saya ingin membuat akte perubahan nama saya. (Pada jaman orde baru, ganti nama adalah hal wajib bagi etnis Tionghoa)

Seperti sudah tahu maksud dan tujuan tamunya, dengan sigap si petugas itu telah mengambil formulir sesuai peruntukannya.

"Untuk keperluan apa pak?"
"Macam-macam. Yang penting nama saya di KTP tidak terdengar seperti nama China lagi. Repot urusannya pak".

Tanpa sedikitpun memunjukkan ekspresi pada raut wajahnya seolah itu sudah menjadi hal umum atas jawaban tamunya, petugas melanjutkan :

"Sesuai nama KTP lama, nama anda Tjia Wan Sen. Anda sudah siapkan nama pengganti?"

"Sudah.."
"Siapa?"
"Kasnowo Diponegoro"

Petugas tersebut menulis nama termaksud tanpa sedikitpun ekspresi tampak pada wajahnya.

"Kas-no-wo  Di-po-ne-go-ro" sambil menulis dia mengeja nama tersebut.
"Keren banget namanya pak..,gak keberatan?" kali ini nada suaranya terdengar seperti menahan geli.

"Gak..!!
"Biasanya, ini biasanya lho pak.. nama pasti punya arti. Ada artinya?"
"Ada!"
"Apa?"
"Bekas Cino Dadi Jowo."

"Itu Kasnowonya ya pak... Diponegoronya?"
"Dipekso Negoro."
"Hahahahaha....ha...ha...

Suara tawa terdengar dari meja sebelah di mana tamu kedua sedang duduk dan dilayani petugas yang berbeda.

Suara tawa itu justru semakin menjadi jadi ketika Tjia Wan Sen menengok tak puas dan berusaha mencari tahu dari mana sumber suara itu.

"Dipekso Negoro hahaha..!!" Dipekso Negoro

"Bapak ngeledek saya?" Kali ini Wan Sen benar benar tak senang. Dia berdiri dan hampir berjalan ke arah di mana tamu beretnis Arab itu duduk.

"Tidak pak... Hahaha...Lucu saja saya dengarnya. Maaf, maaf.." tamu kedua itu menjawab dengan tampak wajah benar-benar merasa lucu namun tidak bermaksud menghina Tjia Wan Sen. Dia berdiri dan segera menjulurkan tangan kanannya :

"Perkenalkan, nama saya El Kenthir Bass'edan"
"Tjia Wan Sen"
"Kita punya urusan yang sama boss"

"Pak El Kenthir juga urus balik nama?"
"Ya benar..!!"
"Ngapain balik nama? Bapak kan gak repot dengan menyandang nama itu, malah keren kan pak? Bisa buat cari duit lagi..! Mo ganti nama jadi apa pak?"

"Ardidjo Menggoro.
Normalnya Ardidjo Menggolo pak, pakai L bukan R..!"
"Justru itu pak, saya suka pakai R daripada L"

"Aneh.., trus ada artinya?"
"Ardijo, Arab Dadi Jowo."
"Koq niru-niru saya? Menggoronya?"

"MEKSO NEGORO hahaha.
"Laahh kok Mekso Negoro?? Bapak mau...?"
"Jadi Presiden..!!"

Sumber: NitNot (@Leonita_Lestari), 22 April 2021.