Memilih Sekolah Anak-anak di Luar Negeri
MEMILIH sekolah anak-anak di luar negeri: Di awal saya tulis disclaimer dulu bahwa ini adalah pengalaman yang saya lakukan. Tidak ada yang benar atau yang salah, semua hanya pilihan.
Saya menikah setelah pindah ke luar negeri di tahun 1996 sehingga anak-anak kami semua lahir di London dan karenanya saya memiliki waktu beberapa tahun untuk menentukan pilihan sekolah mereka.
Pada awalnya pikiran saya sederhana, sekolah apa pun di negeri seperti Inggris atau Australia, mutu sekolah pasti lebih baik dari sekolah yang kami lakukan di Indonesia.
Ada tiga jenis pilihan sekolah pada umumnya sekolah negeri (dengan bayaran paling rendah atau gratis sama sekali, sekolah keagamaan (Katolik/Kristen/agama lain), dan sekolah swasta penuh.
Dari sisi biaya, stratanya sama. Sekolah swasta penuh paling mahal, sekolah keagamaan berada di tengah-tengah antara swasta dan negeri.
Oleh karena itu menurut saya yang lebih penting adalah lokasi tempat tinggal. Kalau kita tinggal di kawasan yang relatif bagus, maka hampir semua fasilitas di kawasan tersebut termasuk sekolah akan juga kemudian bagus.
Untuk sekolah dasar, pada umumnya pandangan saya dan kebanyakan orang yang saya tahu adalah bahwa mutunya hampir sama. Tentu lagi-lagi sekolah swasta paling bagus.
Yang penting adalah pilihan sekolah menengah karena ini akan menentukan nilai akhir untuk bisa masuk ke universitas.
Setelah tinggal beberapa lama di London, di saat anak paling gede Orlando mau masuk ke sekolah menengah, kami mulai berpikir alternatif terbaik apa yang bisa diambil.
Di London ketika itu selain pilihan sekolah swasta penuh yang harus bayar mahal, ada pilihan Grammar School, di mana masuk sekolah dengan tes. Jadi siapa saja yang nilainya bagus bisa masuk.
Oleh karena itu dalam beberapa tahun terakhir sebelum tamat SD, kami mempersiapkan Orlando dengan buku-buku tes yang dijual di toko-toko. (Anak-anak kam tidak pernah mengikuti les apa pun, ini juga pilihan sehubungan dengan biaya).
Orlando beruntung kemudian masuk ke salah satu sekolah Grammar bernama Sutton Grammar School. Waktu itu juga kalau dia tidak masuk ke sekolah tersebut, dia bisa masuk Sekolah Menengah Wimbledon sekolah Katolik rujukan bagi anak-anak di wilayah tempat kami tinggal.
Kami kemudian pindah ke Australia di saat Orlando baru dua tahun di sekolah menengah. Di Australia, biaya untuk masuk sekolah keagamaan lebih tinggi dibandingkan di Inggris.
Karenanya strategi kami kemudian adalah mencari sekolah negeri yang bagus. Cara termudah adalah bila kami tinggal di zona sekolah tersebut dan hal tersebut mudah kami lakukan karena baru pindah.
Memang harga sewa sedikit lebih tinggi dibandingkan zona di mana sekolah negerinya biasa-biasa saja.
Dengan modal seperti ini, Orlando dan adiknya Tiara mendapatkan dasar pendidikan yang cukup bagus di Adelaide dan kemudian juga di Melbourne. Orlando kemudian melanjutkan pendidikan ke University of Melbourne, universitas terbaik di Australia.
Tiara sendiri juga belajar untuk dua jurusan keperawatan dan kebidanan di Deakin University, jurusan yang memerlukan nilai masuk tertinggi untuk jurusan tersebut di Melbourne.
Salah satu alasan mengapa kami tidak memilih sekolah swasta yang mahal adalah karena kami tidak memiliki cukup biaya untuk hal tersebut di mana di Australia satu tahun uang sekolah bisa mencapai Rp 300 juta hingga Rp 500 juta. (Seperti membeli satu mobil setiap tahun, kata seorang teman).
Kedua juga menurut kami, yang berlatar belakang kelas menengah pas-pasan, lebih baik anak-anak bergaul dengan teman-teman dalam kelas yang sama, sehingga mereka bisa menyesuaikan diri dengan baik.
Oleh: Laurentius Sastra Wijaya