Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ini Rincian Biaya Iuran BPJS Kesehatan KRIS Setiap Bulannya


KELAS diganti KRIS, saatnya memiliki asuransi penyakit kritis? Pada Agustus 2024, akan ada perubahan signifikan dalam sistem BPJS Kesehatan di Indonesia. Kelas rawat inap yang selama ini dikenal sebagai kelas 1, 2, dan 3, diganti Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Selama ini, perbedaan kelas rawat inap menyebabkan perbedaan signifikan dalam kualitas perawatan, dan fasilitas yang diperoleh pasien. Dengan adanya KRIS, BPJS Kesehatan berharap bisa menyediakan standar layanan yang lebih adil dan merata.

Bergantinya kelas rawat inap BPJS dengan KRIS tentu membawa dampak bagi banyak orang, terutama terkait iuran dan jenis layanan yang diperoleh. Hal itu seperti tertera dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Nasional.

Perpres ini menjamin masyarakat sebagai peserta BPJS Kesehatan untuk mendapatkan perlakuan sama. Roojai, penyedia asuransi online di Indonesia yang berizin resmi dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan perubahan kelas BPJS Kesehatan menjadi KRIS akan mempengaruhi masyarakat, serta pentingnya mempertimbangkan memiliki asuransi penyakit kritis.

Apa Itu Kelas Rawat Inap Standar (KRIS)?
KRIS adalah sistem kelas rawat inap baru yang akan menggantikan kelas 1, 2, dan 3. Dengan KRIS, peserta akan mendapatkan standar layanan perawatan yang lebih merata dan terstandarisasi.

Dengan begitu, meski ada perbedaan dalam kelas-kelas sebelumnya, semua peserta akan mendapatkan fasilitas dan pelayanan dengan standar sama. Sistem ini diharapkan dapat mengurangi ketimpangan yang ada di sistem lama.

Peralihan dari sistem kelas lama ke KRIS akan dilakukan secara bertahap. Dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024 tersebut, pemerintah telah menjelaskan sistem KRIS ini akan diterapkan secara bertahap.

Proses transisi ini diharapkan dapat berjalan mulus tanpa mengganggu pelayanan kesehatan yang sedang berlangsung. Targetnya semua rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan akan menerapkan sistem KRIS secara penuh paling lambat pada 30 Juni 2025.

Bagi peserta BPJS Kesehatan, perubahan ini mungkin akan memengaruhi cara memanfaatkan layanan kesehatan. Dengan adanya KRIS, kualitas perawatan di rumah sakit diharapkan akan lebih konsisten.

Namun, masyarakat tentu perlu menyesuaikan diri dengan perubahan dalam struktur iuran dan pelayanan yang mungkin sedikit berbeda dari sebelumnya.

Besaran Iuran BPJS Kesehatan per Agustus 2024
Dengan peralihan ke KRIS, besaran iuran BPJS Kesehatan juga akan mengalami perubahan. Sejak Agustus 2024, iuran untuk semua kelas akan disesuaikan dengan kebijakan baru ini.

Dengan adanya KRIS, BPJS Kesehatan telah menetapkan iuran baru yang lebih terstandarisasi dan diharapkan dapat mencerminkan kualitas perawatan yang diperoleh.

Sebelum perubahan ini, masing-masing kelas BPJS Kesehatan memiliki besaran iuran yang berbeda. Kelas 1 biasanya memiliki iuran tertinggi, diikuti oleh kelas 2 dan kelas 3. Dengan adanya KRIS, struktur iuran akan lebih seragam, namun tetap memperhatikan kapasitas dan kondisi ekonomi peserta.

Hal ini bertujuan untuk menjaga keterjangkauan iuran sekaligus meningkatkan kualitas layanan. Berikut ini adalah perincian biaya iuran BPJS Kesehatan KRIS di setiap bulannya:

A. Kelompok masyarakat bukan pekerja (BP)
Kelas 1 BPJS Kesehatan: Rp 150.000
Kelas 2 BPJS Kesehatan: Rp 100.000
Kelas 3 BPJS Kesehatan: Rp 35.000.

B. Kelompok penerima bantuan iuran (PBI)

Iuran yang dibebankan sebesar Rp 42.000, namun sudah dibayarkan oleh pemerintah.

C. Kelompok pekerja penerima upah (PPU)
Peserta BPJS Kesehatan yang bekerja di lembaga pemerintahan, terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) anggota TNI, Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-pegawai negeri dikenakan biaya sebesar 5 persen dari gaji per bulan. Adapun ketentuan pembayarannya, 4 persen dibayar pemberi kerja, dan satu persen dibayar peserta.

D. Kelompok pekerja penerima upah (PPU)
Peserta PPU di BUMN, BUMD, dan Swasta dikenakan iuran BPJS Kesehatan sebesar 5 persen dari gaji atau upah per bulan. Adapun ketentuan pembayarannya 4 persen dibayar pemberi kerja, dan 1 persen dibayar peserta.

E. Kelompok keluarga tambahan (PPU)

Untuk kelompok keluarga tambahan PPU yang terdiri dari anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua, besaran iuran BPJS Kesehatan yang dibebankan adalah 1 persen dari gaji atau upah per orang per bulan yang dibayar pekerja penerima upah.

F. Kelompok veteran
Iuran proteksi kesehatan untuk veteran, perintis kemerdekaan, janda, duda, atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan, adalah 5 persen dari 45 persen gaji pokok PNS golongan ruang III/A dengan masa kerja 14 tahun per bulan. Namun, iuran ini akan dibayarkan pemerintah.

Saatnya Memiliki Asuransi Penyakit Kritis?
Berubahnya sistem BPJS Kesehatan dan adanya kemungkinan biaya tambahan untuk pengobatan penyakit kronis, menjadi waktu tepat untuk kita mempertimbangkan asuransi penyakit kritis.

Sebab, asuransi penyakit kritis memberikan perlindungan finansial tambahan ketika seseorang menghadapi penyakit serius yang membutuhkan biaya besar untuk pengobatan. Dengan adanya KRIS, meskipun standar layanan jadi lebih baik, biaya pengobatan untuk penyakit kritis tetap membebani.

Asuransi penyakit kritis bisa membantu mengatasi biaya yang tidak tertanggung oleh BPJS Kesehatan. Sebab, asuransi ini menawarkan berbagai manfaat seperti pembayaran manfaat tunai yang bisa digunakan untuk biaya pengobatan, perawatan, atau kebutuhan sehari-hari.

Asuransi penyakit kritis memberikan rasa aman tambahan, karena tidak perlu khawatir dengan biaya yang bisa melampaui batas perlindungan BPJS Kesehatan. Selain itu, asuransi ini bisa memberikan dukungan finansial bagi keluarga selama  pasien menjalani proses penyembuhan.

Di Indonesia, terdapat berbagai pilihan asuransi penyakit kritis yang dapat dipertimbangkan. Salah satu cara mendapatkan produk proteksi ini adalah lewat online di Roojai, yang bisa dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial setiap nasabahnya. (*)