Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mahasiswa Ubaya, Alicia Chandana Ciptakan Alat Makan untuk Tuna Netra


PENYANDANG tuna netra cukup jarang menggunakan alat makan seperti sendok dan garpu. Mereka lebih mudah menggunakan tangan untuk lebih mudah mengenali makanan yang akan dikonsumsi.

Melihat keterbatasan ini, mahasiswa Tugas Akhir Program Studi Desain Manajemen Produk Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya (Ubaya), Alicia Secsionia Chandana, membuat produk set alat makan yang diberi nama Tactus.

Inovasi ini untuk mempermudah anak-anak disabilitas netra makan dengan mandiri. Keterbatasan tuna netra membuat mereka tidak dapat beraktivitas secara mandiri terutama saat kegiatan makan, terlebih jika penyandang berusia anak-anak.

"Tactus hadir untuk melatih anak-anak disabilitas netra sejak dini dalam aktivitas makan agar nantinya mereka dapat makan secara mandiri," ungkap Alicia.

Satu set produk Tactus terdiri dari piring, sendok, dan garpu. Uniknya, alat makan ini dilengkapi oleh huruf braille yang berfungsi sebagai tanda alat makan dan jenis makanan.

Tactus diproduksi dengan material kayu jati yang kokoh dan tahan lama. Piring Tactus memiliki diameter 20cm dan tinggi lima sentimeter sementara sendok dan garpunya memiliki panjang 12 sentimeter dan tebal dua sentimeter.

Piringnya cukup tinggi, jadi menjaga makanan tidak sampai tumpah berantakan ke luar piring. Pada sisi luar piring terdapat huruf braille sebagai penanda jenis makanan seperti lauk, sayur, nasi, dan buah. Sehingga pengguna dapat mengetahui letak makanan tanpa harus menyentuhnya secara langsung.

Huruf braille juga terletak pada pegangan sendok dan garpu sebagai penanda nama alat makan agar tidak tertukar. Selain itu, produk ini juga dibuat dengan memenuhi standar food grade sehingga aman untuk makanan.

Lulusan SMA Stella Maris Surabaya itu menyebut, pembuatan Tactus dimulai sejak dirinya menempuh semester lima. Proses dimulai dari pengembangan ide, brainstorming, sketsa, studi model, proses produksi, hingga branding produk.

Seluruh proses ini membutuhkan total waktu sekitar satu tahun.  Namun untuk pembuatan produknya sendiri membutuhkan waktu sekitar dua bulan.

"Banyak ditemukan pengrajin yang bisa membuat alat makan, namun sulit menemukan pengrajin yang bisa memahat huruf braille di permukaan produk. Setelah beberapa kali sempat berpindah-pindah pengrajin, akhirnya menemukan pengrajin yang mampu dan syukurlah produk dapat diselesaikan dengan baik,” ujarnya.

Alicia Chandana berharap, inovasi Tactus tak hanya dapat membantu anak-anak disabilitas netra di Indonesia dalam meningkatkan kemandirian aktivitas makan, namun juga dapat mengedukasi masyarakat Indonesia untuk menghilangkan pandangan buruk terhadap penyandang disabilitas netra.

Locita Aulia Azzahra siswa SLB A YPAB Surabaya mengaku tidak terbiasa memakai alat makan karena biasanya makan menggunakan tangan. Meskipun menjadi hal baru baginya, namun ia cukup senang bisa menemukan alat makan yang special baginya.

"Bagus karena ada huruf brailenya, biasanya huruf braile cuma ada di buku. Jadi senang kalau bisa punya alat makan begini," ungkapnya.

Nur Nikmatus, ibu Locita mengaku butuh pembiasaan bagi tuna netra untuk menggunakan barang baru. Inovasi ini akan semakin tepat digunakan untuk anak-anak sedini mungkin. Fungsinya sangat memudahkan, tetapi memang butuh pembiasaan sedini mungkin.

"Saya sangat berterima kasih kalau memang nantinya alat makan ini bisa diproduksi massal," ungkapnya.

Keterangan Foto
Locita Aulia Azzahra siswa SLB A YPAB Surabaya, penyandang tuna netra bersama mahasiswa Desain Manajemen Produk Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya (Ubaya), Alicia Secsionia Chandana menunjukkan produk set alat makan yang diberi nama Tactus.