Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Ini Kisah Sukses Pemilik Dea Bakery


DEA Bakery membuka outlet baru di Kabupaten Tulungagung, tepatnya di pertokoan Nirwana Plasa, Kamis (22/2/2024). Ini adalah outlet ke-38 Dea Bakery. Menurut Founder dan Direktur Dea Bakery, Mulyani Hadi Wijaya, sudah ada outlet di Ngunut sejak 2015 lalu.

Namun ternyata banyak pelanggan yang berasal dari wilayah kota. "Jadi outlet ini untuk mendekatkan diri ke pelanggan yang ada di wilayah kota dan sekitarnya," ucap Mulyani.

Outlet Dea Bakery sudah menyebar di sejumlah kota besar di Indonesia, mulai Malang Raya, Surabaya, Sumatera Barat dan Pontianak. Mulyani menyebut, ciri khas Dea Bakery adalah memberikan produk yang terbaik dengan harga terjangkau, atau istilahnya value for money.

Sejumlah produk yang menjadi andalan, seperti chiffon cake, roti sisir, donat paket kecil-kecil, kue tar whipping yang ringan dan sangat enak dengan harga terjangkau.

Dea Bakery tidak menutup kemungkinan menambah outlet di Kabupaten Tulungagung. “Kita lihat 1-2 bukan ke depan. Kalau bisa diterima kami akan gerak ke titik lain,” sambung Mulyani.

Sebelumnya Mulyani mengaku bekerja sebagai direct selling barang-barang dari Korea. Perempuan kelahiran 1970 ini juga pernah berjualan ikan asin, lalu 8 kali membuka usaha dan bangkrut di tahun 1998.

Mulyani kemudian berjualan kue buatan orang lain, sambil belajar sendiri membuat kue. "Saya buat sendiri satu per satu, sata buat resepnya. Sekarang semua resepnya dari saya sendiri," ucapnya.

Ibu tiga anak ini mengaku menemukan passion dengan membuat aneka kue. Ia mempunyai tekat untuk menciptakan lapangan kerja lewat usaha pembuatan kue.

Usaha awal Mulyani bermodalkan Rp 26 juta, untuk sewa tempat, belanja bahan dan alat. Alat yang digunakan pun serba terbatas, seperti mixer kecil dan teflon untuk membuat risoles atau kue dadar.

Seiring perkembangan usahanya, Mulyani membeli mesin yang lebih besar. Puncaknya ia membuka outlet pertama di Kepanjen, di sebelah utara pasar.

"Membuka outlet pertama kondisinya juga menyedihkan. Untung saat itu belum punya kamera, jadi tidak ada fotonya," kenangnya.

Selama setahun Mulyani fokus membesarkan outlet pertama ini. Nama Dea diambil dari nama anak ketiganya, dengan alasan lebih mudah diucapkan oleh Mulyani yang cadel ini.

Hampir setiap hari ia harus pulang pagi karena benar-benar menjalankan semua sendiri. Seiring perjalanan usahanya, Mulyani mulai mengajari anak-anak lulusan SMK, atau mereka yang masih pemula untuk membantu produksi.

"Saya pikir kalau orang rajin tidak ada alasan tidak punya pekerjaan. Jadi saya latih anak-anak itu," katanya.

Sekitar tahun ke-2, Mulyani membuka outlet kedua di Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang. Outlet terus bertambah, namun masih di wilayah pinggiran seperti Turen, dan Dampit.

Setelah semakin yakin dengan Dea Bakery, outlet mulai dibuka di Kota Malang, Probolinggo dan Surabaya. Ekspansi usaha Dea Bakery akhirnya merambah hingga di luar Pulau Jawa, khususnya Sumatera Barat dan Kalimantan Barat.

Kini Dea Bakery telah mempekerjakan ratusan karyawan di 38 outletnya. Kini Dea Bakery mulai melirik daerah lain, seperti Kecamatan Bandung atau Kabupaten Trenggalek yang ada di sebelah Tulungagung.

Dengan kondisi usaha saat ini, Mulyani mengaku bukan sosok sentral lagi dalam proses produksi. Dea Bakery telah bisa berjalan meski tanpa kehadirannya.

Mulyani mengaku, salah satu kunci keberhasilan Dea Bakery adalah tumbuh bersama-sama karyawan, baik secara spiritual, kebahagiaan, kesehatan dan secara finansial.

Selain itu Dea Bakery juga mengedepankan pelanggan agar mendapat produk yang bagus, layanan yang bagus dan harga terjangkau. "Kami tidak pernah mengambil untung banyak," pungkas Mulyani. (*)