Ini Lho 4 Ciri Utama dari Jurnalisme
INI lho 4 ciri utama dari jurnalisme. Kata ini secara harafiah berasal dari kata journal, yakni catatan harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari. Tujuan jurnalisme itu menyediakan informasi yang dibutuhkan warga agar dapat membuat keputusan terbaik tentang kehidupan, komunitas, masyarakat, dan pemerintah mereka.
Apa ciri-ciri jurnalisme sebagai sebuah paham? Setidaknya, ada 4 ciri utama jurnalisme: skeptis, bertindak, berubah, seni dan profesi. Empat hal ini berasal dari buku 'Catatan-catatan Jurnalisme Dasar oleh Luwi Ishwara. Maksudnya bagaimana dan seperti apa?
1. Skeptis (dan Sinis)
Tom Friedmann dari New York Times mengatakan, skeptis adalah sikap untuk selalu memertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu.
Seorang yang skeptis akan berkata: "Saya kira itu tidak benar. Saya akan mengeceknya." Ini beda ya dengan sikap sinis. Orang yang sinis selalu merasa, dirinya sudah mempunyai jawaban mengenai seseorang atau peristiwa yang dihadapinya.
Dia akan berkata: "Saya yakin itu tidak benar. Itu tidak mungkin. Saya akan menolaknya." Jadi, inti dari sikap skeptis adalah keraguan, sedangkan inti dari sikap sinis, adalah ketidakpercayaan.
Untuk menolak sikap sinis, harus menanamkan naluri skeptis yang kuat. Sebagai jurnalis yang bertugas mencari kebenaran, harus meragukan, bertanya, menggugat, dan tidak begitu saja menerima kesimpulan-kesimpulan yang umum.
Pengarang Oscar Wilde mengatakan, sifat skeptis adalah awal dari kepercayaan, sedangkan seorang yang sinis menganggap dirinya mengetahui nilai dari segala sesuatu, tapi sesungguhnya sama sekali tidak mengetahuinya.
Vartan Gregorian dari Brown University menyebutkan, sikap sinis adalah kegagalan manusia yang paling korosif arena menyebar kecurigaan dan ketidakpercayaan, mengecilkan arti harapan dan merendahkan nilai idealisme.
Orang sinis menurut HL Mencken, penulis dan kritikus sosial, adalah orang yang ketika mencium keharuman sekuntum bunga, justru melihat ke sekelilingnya, mencari peti mati.
Sikap skeptis hendaknya menjadi sikap jurnalis dan media. Hanya dengan bersikap skeptis, jurnalis dan media dapat 'hidup'. Pada praktiknya, banyak jurnalis dan media tidak mampu untuk selalu bersikap skeptis.
Banyak dari mereka lebih menyukai memilih dan menghidupi apa yang dinamakan cheerleader complex, yaitu sifat untuk berhura-hura mengikuti arus yang sudah ada, puas dengan apa yang ada, puas dengan permukaan sebuah peristiwa, serta enggan mengingatkan kekurangan yang ada dalam masyarakat.
Joseph Pulitzer pernah mengungkapkan, surat kabar tidak akan pernah bisa menjadi besar dengan sekadar mencetak selebaran yang disiarkan oleh pengusaha maupun tokoh politik dan meringkas tentang apa yang terjadi setiap hari.
Jurnalis dan media harus terjun ke lapangan, berjuang dan menggali hal-hal yang eksklusif. Ketidaktahuan membuka kesempatan korup sedangkan pengungkapan mendorong perubahan. Masyarakat yang mendapat informasi yang lengkap, akan menuntut perbaikan dan reformasi.
2. Bertindak (Action)
Jurnalis tidak menunggu sampai peristiwa muncul tapi dia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang jurnalis. Peristiwa tidak terjadi di ruang redaksi, dia terjadi di luar. Yang terbaik bagi jurnalis adalah terjun langsung ke tempat kejadian sebagai pengamat pertama.
Ketika perang Vietnam, seorang jurnalis dari kantor berita menulis berdasarkan siaran pers pemerintah. Homar Bigart, jurnalis perang New York Times, terkejut ketika berita itu dimuat di halaman muka korannya.
Bigart yang pernah terjun ke medang perang Vietnam mengetahui, Amerika telah menggambarkan secara berlebihan pada siaran persnya. Dia merasa perlu membawan jurnalis muda itu ke lapangan untuk membuktikan yang digambarkan pemerintah dalam siaran pers itu, tidak benar.
Filosof Inggris, Bertrand Russell menasihati mahasiswanya: lakukanlah pengamatan sendiri. Aristoles boleh jadi bisa menghindari kekeliruan tentang perkiraannya kalau wanita punya gigi lebih sedikit ketimbang pria asalkan saja dia mau meminta isterinya membuka mulut dan menghitungnya sendiri.
Dari contoh Aristoteles, Bertrand Russel ingin mengingatkan mahasiswanya: menganggap diri sudah tahu, padahal tidak, adalah kesalahan fatal yang cenderung kita lakukan.
Dalam jurnalisme, sebaiknya tidak menerima sesuatu begitu saja, seperti apa adanya, dan menganggap semua itu benar. Gugatlkan, skeptislah. Dukung semua kesimpulan dengan fakta dan dokumentasikan segala sesuatu dengan sumber-sumber yang dapat dipercaya.
3. Berubah (Mendorong Perubahan)
Dalam pengertian yang luas, jurnalisme itu mendorong terjadinya perubahan. Perubahan memang merupakan hukum utama jurnalisme. Debra Gersh Hernandez dalam makalahnya 'Advice for The Future' saat seminar American Press Institute (API), mengatakan, satu-satunya yang pasti dan tidak berubah, yang dihadapi industri surat kabar masa depan, adalah justru ketidakpastian dan perubahan.
Dalam perjalanan sejarahnya, surat kabar itu akan selalu mendapat dampak dari perubahan yang terjadi di masyarakat dan dalam teknologi. Theodore Jay Gordon dari Future Group di Noank, Connecticut, mengatakan, ada empat daya atau kekuatan yang mengubah dunia jurnalistik setelah industrialisasi.
a. Munculnya abad komputer dan dominasi elektronika
b. Globalisasi dari komunikasi sehingga faktor geografi tidak penting lagi
c. Perubahan demografi, terutama pertambahan jumlah orang yang berumur di atas 40 tahun
d. Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat
Tom Rosenstiel menuturkan, kehadiran teknologi baru harus dianggap bukan sebagai ancaman bagi surat kabar tapi justru sebagai kesempatan. Pesatnya kemajuan teknologi mengakibatkan berbagai macam informasi deras mengalir masuk. Garis antara berita, hiburan, iklan, propaganda dan lainnya, menjadi kabur.
Begitu pula, jurnalis dan berita, semakin sulit didefinisikan. Perubahan ini menuntut peran baru dari jurnalis dan media. Kalau dulu hanya menjadi penyalur informasi, kini menjadi fasilitator, penyaring, dan pemberi makna dari sebuah informasi.
Media kini berfungsi untuk membawa audienss masuk dalam dunia makna yang lebih luas, tidak terbatas pada tempat dan waktu kejadian sebuah peristiwa. Tugas media cetak dan elektronik, menjadi lebih berat karena berita berubah begitu cepat. Cara pengumpulan berita ikut berubah.
Jurnalisme berada dalam keadaan membingungkan. Pangsa pasar media menurun dan makin sempii sementara tekanan untuk menjalankan operasi secara efisien justru makin kuat. Dalam keputusasaan untuk menarik masyarakat peminat, terkadang jurnalis dan media bergerak ke arah sensasi, hiburan dan opini.
Akibatnya, bagi jurnalisme adalah, dilanggarnya etika pers, merosotnya audiens, dan kepercayaan masyarakat. Jadi, jurnalis dan media dapat bertahan dalam budaya baru ini, bila mereka melaksanakan riset sendiri, memiliki standar internal, serta punya penilaian sendiri mengenai apa yang benar dan apa yang relevan.
Jurnalis dan media yang seperti itu, tidak akan mudah jatuh pada pengulangan kesalahan yang dibuat media lain. Mereka menjadi lebih hati-hati terhadap akurasi karena memikul tanggung jawab, dan dipaksa untuk membedakan diri dengan menyajikan berita yang akurat dan cepat, mendalam, dan dengan interpretasi bermutu.
Perputaran berita yang terus menerus akan mempersatukan benar-benar semua unsur reportase dan interpretasi. Dalam dunia dengan begitu banyak pilihan dan di mana kedalaman informasi tidak ada batasnya, pada akhirnya nilai paling tinggi diberikan kepada sumber-sumber yang memiliki informasi paling akurat, paling terpercaya, dan paling efisien.
4. Seni dan Profesi (Jurnalisme Bukan Mesin)
Jurnalisme adalah seni dan profesi dengan tanggung jawab profesional, yang mensyaratkan jurnalisnya melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa guna menangkap aspek-aspek yang unik. Mata itu harus punya fokus, suatu arah untuk mengawali pandangan.
Itulah 4 ciri utama dari jurnalisme. Hal ini penting bagi jurnalis untuk memperlihatkan arah yang wajar. Dave Barry, seorang kolumnis, menjelaskan, dirinya adalah seorang penulis yang baik dan mengira itu sudah cukup untuk menjadi jurnalis. Dia sadar, ternyata, keliru. Jurnalisme bukanlah tentang menulis saja, tapi perlu belajar tentang 'apa sesungguhnya mencari itu, dan apa sebenarnya bertanya mengenai hal-hal pelik dengan kegigihan'. (*)

