Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Cara Menyajikan Berita yang Objektif dan Adil dalam Jurnalistik


KONSEP objektivitas dalam jurnalisme berkembang terus sebagai reaksi terhadap pelaporan (reporting/reportase) sensasional dan didorong oleh opini yang merupakan hal biasa pada kebanyakan surat kabar.

Istilah objektivitas pada mulanya dipakai untuk menggambarkan sebuah pendekatan atau metode jurnalistik. Pendekatan yang seperti apa?

Jurnalis akan berusaha menyampaikan dengan cara yang objektif, tanpa mencerminkan bias pribadi maupun kelompok. Jadilah, objektivitas ini menjadi syarat yang ditetapkan oleh para jurnalis sendiri.

Redaktur Pelaksana Washington Post memandang, konsep itu sedemikian seriusnya sampai diriya tidak mau mendaftar sebagai pemilih alias golput dalam pemilu. Tapi, banyak jurnalis sekarang mengakui, objektivitas yang total adalah mustahil.

Pada 1996, Himpunan Jurnalis Profesional AS membuang kata 'objektivitas' dari kode etika mereka. Bagaimanapun, seorang jurnalis adalam manusia. Mereka menyukai pekerjaan mereka dan punya pandangan pribadi. Kalau mereka menyatakan dirinya objektif, sama artinya dengan mengatakan, mereka tidak memiliki nilai.

Sebaliknya, para jurnalis sudah banyak yang sepakat, mereka harus sadar akan pandangan mereka sendiri sehingga bisa tetap menekannya. Khalayak harus tidak bisa menyimpulkan sebuah berita dari pandangan jurnalis. Dengan metode ilmiah yang objektif untuk verifikasi, jurnalis dapat melaporkan berita yang tidak menggambarkan pandangan pribadi mereka.

Berita itu sendiri, dengan kata lain, harus tidak memihak dan adil. Jurnalis juga harus bersikap adil dalam meliput, dengan tidak menceritakan satu sisi berita saja. Mereka mencari pandangan yang berbeda dan melaporkannya, tanpa berpihak pada satu sisi manapun.

Selain memverifikasi pernyataan tentang fakta, jurnalis mencari pandangan berbeda dalam kasus-kasus yang sedang diperdebatkan. Yang perlu diingat, adil tidak sama artinya dengan berimbang ya. Berimbang menyiratkan, hanya ada dua pihak dalam sebuah berita.

Kasus yang seperti itu tidak ada, atau jarang ada. Jadi, dalam sebuah pemberitaan, setiap pihak mendapat bobot yang setara. Ini berarti, jurnalis berusaha mencari jenis keseimbangan yang semu. Hasilnya, berupa liputan yang secara mendasar tidak akurat.

Contohnya, sebagian besar ekonom independen mungkin sepakat tentang konsekuensi utang oleh Pemerintahan Jokowi, sementara segelintir ekonom lain, punya pandangan berbeda, padahal pandangan mereka ini, sudah terbukti salah, di masa lalu.

Sebuah berita yang memberikan waktu dan ruang yang sama pada pandangan kedua belah pihak ekonom itu, jadinya malah akan menyesatkan. Tantangan jurnalis adalah melaporkan semua sudut pandang yang penting secara adil kepada orang-orang yang terlibat, dan menyajikan gambaran yang lengkap dan jujur kepada khalayak.

"Adil artinya antara lain, mendengarkan sudut-sudut pandang yang berbeda, dan memasukkan mereka ke dalam jurnalisme," kata jurnalis dan penulis blog, Dan Gillmor. "Itu tidak berarti membebek kebohongan atau pelintiran untuk mencapai keseimbangan, dan yang memaksa jurnalis mencari kutipan berlawanan ketika fakta yang ada mendukung salah satu sisi." (*)

Auto Europe Car Rental