Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Small is Mahal, Fenomena Sepeda Brompton


TIDAK pasaran menjadi salah satu kiat untuk mengatrol harga. Hukum permintaan dan persediaan dibikin tidak selaras sehingga harga membubung.

Tentu juga dibarengi kualitas. Sepeda mini Brompton dan Alex Moulton tak sekadar mengejawantahkan small is beautiful seperti ucapan Ernst F. Schumacher, namun juga “small is mahal”.

“Ma, itu yang namanya Brompton,” kata seorang ayah muda ke istrinya yang sudah duduk di sebuah bangku gerbong kereta malam jurusan Purwokerto – Jakarta.

Saat itu empat pesepeda masuk ke gerbong dan mulai menata sepeda-sepeda mereka ke dalam gerbong.

Semua menggunakan sepeda lipat, karena jenis itu yang diperbolehkan oleh PT KAI untuk bisa dibawa masuk gerbong.

Mengapa Brompton menjadi fenomena? Mendapat perhatian khusus dibandingkan dengan sepeda lipat lainnya?

Saat itu pesepeda yang menggunakan Brompton menaruh sepedanya di rak atas penumpang.

Saking ringkesnya dilipat, rak dengan ketinggian ruang penyimpanan sekitar 30 cm itu pun muat menampung Brompton.

Tinggal diikat saja, maka sepeda pun aman tanpa mengganggu penumpang lain.

Tiga pesepeda lain sedikit kebingungan menaruh sepeda mereka. Ditaruh di sisi kursi ternyata membuat lebar lorong lumayan menyempit.

Apakah cukup untuk dilalui troli makanan dari Restorasi KA?

Sebagian ditaruh di depan mereka duduk karena sudah dari awal memilih kursi di ujung.

Yang lain mencoba menaruh di bordes. Hanya muncul rasa waswas saja jika pintu dekat menaruh sepeda menjadi tempat naik turun penumpang.

Dari sisi harga Brompton bukanlah satu-satunya sepeda lipat premium. Begitu juga soal keunikannya.

Ada Alex Moulton yang sebenarnya tidak masuk sepeda lipat karena tidak bisa dilipat.

Namun sepeda roda kecil ini bisa dilepas komponen-komponennya sehingga praktis jika mau dibawa bepergian.

Jika mencari harga sepeda ini di lapak daring, harganya berani bersaing dengan Brompton. Ya, di rentang Rp 50 juta.

Keunikan Alex Moulton adalah bentuk rangkanya. Sekilas mengingatkan struktur menara BTS.

Tak heran jika ada yang menyebutnya sepeda tower. Rangka sepeda centang perentang dengan bagian tengah sepeda agak rendah.

Awalnya sepeda ini memang untuk perempuan karena pada waktu itu sepeda model “diamond” susah digunakan oleh para wanita karena terhalang palang bagian atas.

Alex Moulton diciptakan oleh Alexander Eric Moulton, dan juga lahir di Inggris. Perusahaannya didirikan pada 1962, dan termasuk pionir sepeda roda kecil.

Plus memakai suspensi depan belakang agar nyaman digunakan sehari-hari.

Penggunaan suspensi ini menarik karena Alex Moulton dulunya perancang sistem suspensi mobil Mini Cooper lama. Nah, sistem itu dicangkokkan ke sepeda.

Karena diperuntukkan bagi wanita, yang suka berbelanja, maka desain awal sepeda Alex Moulton dilengkapi keranjang.

Sepeda Alex Moulton pertama kali diluncurkan di Earls Court Cycle Show. Tampilannya dianggap revolusioner.

Bahkan kemudian menjadi ikon 60-an. Sebutan sepeda mini membuatnya disandingkan dengan rok mini dan mobil mini yang saat itu memang ngetren.

Gagal mendapatkan pabrik sepeda Raleigh, Moulton mendirikan Moulton Bicycle Ltd. Sambutan pasar yang bagus menempatkan Moulton Bicycle menjadi pabrik sepeda terbesar di Inggris setelah Raleigh.

Alex Moulton terus mengembangkan sepedanya, terutama dari produksi massal ke buatan tangan berkualitas tinggi.

Mirip pendekatan Brompton. Pada 1977 lulusan King’s College, Cambridge, Inggris ini mengubah rangka sepeda dari rangka bentuk “F” menjadi seperti sekarang ini.

Kaku namun enteng. Jika Brompton lebih banyak dipakai di perkotaan, Moulton merambah tak hanya menjadi sepeda gunung, namun juga touring.

Desain yang unik dan kemampuan yang mumpuni membuat sepeda Moulton dihormati secara luas.

Pada 1975 terbentuk Klub Sepeda Moulton yang beranggotakan dari seluruh dunia. Setiap tahun pada bulan September mereka berkumpul di pabrik Moulton di
Bradford-on-Avon.

Dengan kualitas produk yang teruji dan keunikan yang sulit disaingi, Brompton dan Moulton menjadi ikon sepeda roda kecil dengan harga yang “tak kecil”. (*)

Artikel Menarik Lainnya di Intisari Edisi Februari 2020:

Yang Muda di Tengah Tradisi
Tjong A Fie Mansion, Sisa Kejayaan Saudagar Medan
Senggarang, Kampung Cina Rasa Melayu
Sajian Delapan Teko dari Kapitan
Kediaman Sang Mayor Cina di Surabaya

Majalah Intisari Edisi Februari 2020