Google Nobatkan Anies Baswedan Gubernur Terbodoh
KALAU kamu mengetikkan “Gubernur Terbodoh” di pencarian Google, maka yang muncul adalah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Hasil pencarian akan mengarah ke Line Today, Seword, Telset, dan Quora.
Begitu juga kalau "Gubernur Terbodoh" diketik pada pencarian Google Images, maka yang muncul adalah foto Anies Baswedan. Insiden ini serupa dengan yang dialami oleh Donald Trump pada 2018.
Kala itu, pengguna yang mengetikkan kata "idiot" akan melihat ulasan atau foto terkait Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Lalu, kenapa hal ini bisa terjadi?
Hal ini disebabkan oleh algoritma Google yang menampilkan hasil dengan keterikatan kuat atas kata kunci yang diketikkan. CEO Google, Sundar Pichai pernah menjelaskan bahwa Google menjelajah miliaran laman setiap pengguna mengetikkan kata kunci.
Google lalu mencocokkan laman tersebut dan memberikan peringkat berdasarkan lebih dari 200 indikasi. Indikasi ini berupa relevansi, popularitas, paling baru, dan cara orang lain menggunakannya.
Begitulah cara mesin pencari Google menghadirkan hasil penelusuran terbaik untuk menjawab kata kunci yang diketikkan pengguna. Jadi, berkaitan yang dialami oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dia dihubungkan dengan kata kunci "Gubernur Terbodoh", karena ada artikel-artikel di dunia maya yang menyandingkan namanya dengan kata kunci itu.
Adalah akun facebook Tunjang Triyono yang turut mengunggah meme berisi narasi itu, Selasa 15 Juni 2021. Berikut narasi selengkapnya: "Selamat! Anies Baswedan Dinobatkan Jadi Gubernur Terbodoh Versi Google."
Dari penelusuran, klaim bahwa Google secara institusi menobatkan Anies Baswedan sebagai gubernur terbodoh, tidak berdasar. Faktanya, tidak ada informasi resmi dan valid mengenai hal itu.
Klaim bahwa Google secara institusi menobatkan Anies Baswedan sebagai gubernur terbodoh, tidak berdasar. Faktanya, tidak ada informasi resmi dan valid mengenai hal itu.
Informasi ini masuk kategori hoaks jenis misleading content (konten menyesatkan). Misleading terjadi akibat sebuah konten dibentuk dengan nuansa pelintiran untuk menjelekkan seseorang maupun kelompok. Konten jenis ini dibuat secara sengaja dan diharap mampu menggiring opini sesuai dengan kehendak pembuat informasi.
Misleading content dibentuk dengan cara memanfaatkan informasi asli, seperti gambar, pernyataan resmi, atau statistik, akan tetapi diedit sedemikian rupa sehingga tidak memiliki hubungan dengan konteks aslinya. (berbagai sumber)