Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Suka Duka Memimpin atau Dipilih Memimpin

BEBERAPA anak pernah menjadi pemimpin atau dipilih untuk memimpin. Bagaimana pengalaman mereka? Bagaimana suka duka mereka? Ada nggak kendala-kendalanya, hambatannya? Bagaimana menghadapi hambatan itu? Berikut beberapa cerita dari siswa SMA Kr Petra 5 Surabaya, yang berhasil dihimpun redaksi Krisma.

Minta Saran Mama
Kalau ditanya suka duka memimpin, sukanya, lebih dihargai, dihormati, lebih punya private. Dukanya, susah ngatur anak-anak. Waktu kerja, mau marah enggan, tapi kalau marah, anak-anak ngambek dan jadi tidak mood kerja. Harus rajin ikut kerja majalah dinding (mading waktu itu).


Memberi contoh yang lain agar mereka tidak mengatakan "koordinatornya aja bolosan. Masak aku nggak boleh. Waktu pengumpulan, emosinya bukan main. Lalu, kurang kerja samanya tim.

Awalnya, saya merasa kurang mampu diberi jabatan koordinator Mading 3D, namun saya sendiri waktu itu ingin mengerti sampai di mana batas kemampuan saya dalam memimpin 10 anak. Dan, kalau-kalau nanti sampai besar memimpin karyawan-karyawan saya.

Sebagai modal saja....hehehehe...Karena awalnya saya merasa kurang mampu, saya tidak dapat mengatur langkah-langkah pembuatan mading 3D itu. Tapi, semakin lama, saya semakin mengerti saya, harus bagaimana. Saya minta saran dari mama saya.

Katanya, jangan mau kalah kalau kamu benar. Dan mau kalah kalau kamu memang salah. Lalu, saya tahu, kalau saya benar, buat apa saya sungkan marah kalau anak-anak salah. Lalu kami dalam membuat mading diiringi dengan canda tawa, sehingga pembuatan kami terasa tidak berat.

Sebenarnya, soal leadership, saya masih amati, tapi saya hanya mau bilang sama teman-teman yang lain. Saran saya? Mau tidak mau, kamu adalah pemimpin. Memimpin diri kamu sendiri. Tahulah akan apa yang akan kamu kerjakan, dan tahulah apa risikonya.

Leadership tidak hanya didapat di sekolah, tapi sekolah sebenarnya juga menjadi salah satu pilihan untuk menjadi pemimpin. Contoh lain, bisa mengikuti organisasi-organisasi yang membutuhkan leadership seperti EO dan gereja. (Cecilia Gunawan)

Kura-kura atau Kunang-kunang

Yang paling sering jadi batu sandungan dalam sebuah organisasi atau kepemimpinan itu adalah egoisme masing-masing pribadi. Sebagai seorang pemimpin, biasanya nggak peduli sama nasib bawahannya. Yang penting apa yang aku mau terlaksana. Saya juga orangnya perfeksionis, kadang mangkel kalau seandainya 'anak buah' saya tidak melakukan seperti yang saya mau.





Jadi, diperlukan kerja sama tim dan punya komitmen dan satu visi yang sama dari masing-masing. Yang dilakukan adalah atas dasar tanggung jawab bukan paksaan dr atasan. Yang kedua adalah miskomunikasi. Wah, ini paling berat! 



Kadang orang gengsi, segan, malu, malas, sungkan, untuk mengungkapkan yang sebenarnya pada atasan atau orang lain. Akibatnya, ngomong di belakang. Jadi gosip. Kuping merah. Dendam. Saling tuding. Organisasi hancur. Kuncinya adalah keterbukaan dan kejujuran.



Anak-anak muda hendaknya jangan cuma study-oriented. Pembelajaran kan juga bisa dari segi softskill. Nggak hanya dari organisasi, bisa di gereja, olahraga, seni dll. Kalau  di dunia kampus, ada namanya ’kupu-kupu’ (kuliah-pulang-kuliah-pulang). Jadi, istilahnya kuliah pulang belajar, nggak ada lain yang dikerjain kecuali belajar.



Adalagi ’kura-kura’, kuliah-rapat-kuliah-rapat, jadi aktif buanget sama organisasi. Kadang studi jadi kelupaan dan nggak lulus-lulus. Yang bahaya lagi ’kunang-kunang’ (kuliah-nangkring-kuliah-nangkring), kerjaannya nggak jelas, maunya have fun.



Model kaya gini ga ada yg berhasil! Mana yg paling baik? Nggak ada! Yang paling baik, yang  bisa menyeimbangkan semua itu sesuai proporsi waktunya. Saya kira itu masuk dalam kepemimpinan. (Gabriella Kristiani)



Berpikirlah Terbuka

Dengan tahu cara memimpin, kita terlatih untuk mandiri dan dewasa dalam menghadapi masalah, juga bisa mendapat support dalam kegiatan sehingga lebih termotivasi.



Tapi, terkadang ada anggota yang  kurang respek terhadap tugas yang sudah diserahi. Asal-asalan, atau  bahkan tidak dikerjakan sehingga akhirnya, hasil tujuan akhir tidak semulus perencanaan sehingga harus ada revisi lagi.





Hambatan juga termasuk dalam duka memimpin. Untuk mengatasi anak-anak yang  "ringan tangan" alias lebih banyak berpangku tangan itu, diatasi dengan cara mencoba menjelaskan ulang maksud awalnya.



Mereka itu dibimbing bersama mengerjakan ulang, sehignga dia bisa paham dan mau ikut kerja sungguh-sungguh. Mereka diberi perbandingan hasil yang dikerjakan dengan segenap hati dan yang asal-asalanan, agar dia sadar potensi dirinya yang sebenarnya, yaitu juga mampu melakukan hal itu.



Ada juga hambatan jumlah anggota yang kadang terlalu banyak  atau  terlalu sedikit sehingga pembagian tugas tak merata. Solusinya, dengan lebih meneliti ulang tantangan yang harus diselesaikan, baru menyusun pengoptimalan langkah kerja yang adil.



Saya menyakini, a good leader is the one who can lead his/herself. Saya kira, hal ini bukan hanya dapat dibina melalui OSIS, PD Team atau lainnya, melainkan juga bisa ditumbuhkembangkan melalui keseharian kita dalam menghadapi masalah. Cobalah untuk selalu berpikir terbuka dan pimpin dirimu menapaki jalan solusi yang tepat dan positif. (Vania Santoso)
Auto Europe Car Rental