Proses Wawancara Tidak Langsung Selesai Setelah Bertemu Sumber Berita
*Jelaskan Maksud Wawancara
Wawancara tanpa tujuan yang jelas, cenderunt akan ngalor-ngidul, tidak menentu. Seperti orang ngobrol atau curhat. Jadi, tujuan harus diketahui oleh pewawancara dan yang diwawancarai.
*Lakukan Riset Latar Belakang
Pelajari kliping berita di perpustakaan tentang orang yang akan diwawancarai, atau topik yang akan dibicarakan. Sekarang, kamu bisa juga browsing di internet dengan bantuan Mas Gugel. Kalau tidak ada, berarti kamu harus menggali langsung atau mencari tahu lewat orang lain.
*Ajukan, Biasanya lewat Telepon, Janji untuk Wawancara Jelaskan tujuannya. Bersiaplah untuk 'menjual' gagasan tulisan kamu bila orang yang ingin kamu wawancarai itu tiak antusias.
*Rencanakan Strategi Wawancara
Susun pertanyaan menurut rencana yang kamu ingin tanyakan (ingat fokus). Kalau orang yang akan kamu hadapi dikenal pendiam atau suka mengelak, carilah sedapatnya tentang hobi, opini, minat atau lainnya sehingga kamu bisa membicaraan bersama dengan topik utama yang ingin kamu bahas.
*Temui Sumber Berita
Ulangi maksud wawancara. Perkenalkan diri dan jural gagasan kamu sekali lagi. Gunakan komentar-komentar untuk mencairkan suasana.
*Ajukan Pertanyaan Serius Kamu yang Pertama
Mulailah dengan topik yang menguatkan ego orang yang kamu wawancarai. Ciptakan suasana yang serasi dalam percakapan atau dialog kamu.
*Lanjutkan Menuju Inti dari Wawancara
Dengarkan. Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendalam. Kembangkan pertanyaan dari jawaban sumber berita.
*Ajukan Pertanyaan Keras (Sensitif dan Menyinggung) Bila Perlu
Namun simpanlah pertanyaan demikian di akhir wawancara.
*Pulihkan, bila perlu, Dampak dari pertanyaan Keras itu
*Akhiri dan Simpulkan Hasil Wawancara Kamu
Untuk belajar wawancara, bukan sekadar kamu punya pertanyaan banyak, tapi kamu harus punya keberanian, percaya diri, bahwa yang diwawancarai itu sejajar, berkedudukan sama dengan kamu.
Dalam jurnalistik, wartawan bisa mewawancarai secara bebas presiden dan tak terikat aturan protokol. Wartawan punya hak untuk bertanya, jadi tidak perlu takut.
Memang ada sumber berita yang kadang menyepelekan kita. Saya pernah mengalami, ketika melakukan wawancara dengan seorang profesor ahli hukum. Karena basis pendidikan saya, ilmu sosial, jadi saya memang belum tahu istilah hukum.
Apalagi, saya masih pemula di lapangan. Jadi yang terdengar adalah "goblok kamu, gitu saja tidak ngerti." Ini biasa, bahkan memacu saya memelajari hukum lebih dalam lagi. Sekarang, sedikit-sedikit sudah tahu.
Tapi, yakinlah dengan kamu. Dengan banyak tanya, sebuah hadiah menanti, yakni kamu belajar. Belajar bukan hanya tentang fakta dan opini yang akan kamu pakai dalam tulisan, tapi juga akan menambah pengetahuan kamu.
"Dia yang bertanya adalah orang bodoh untuk lima menit. Dia yang tidak (bertanya) adalah orang bodoh untuk selamanya." Begitu kata Ken Metzler, dalam bukunya 'Newsgathering'. (*)