Di Balik Sebuah Pintu
"Ada manusia!”
“Apa?!”
“Manusia?!”
“Tidak mungkin! Mana?”
“Itu! Manusia!”
“Ini kenyataan!”
“Selamatkan diri kalian!!”
“Anak manusia,” seekor naga berwarna biru laut berukuran sebesar dirinya dengan trisula di tangan, menyapanya, “Apa yang membuatmu datang kemari?” Trey terdiam. Berusaha mencerna dengan kelima inderanya. “Kenapa? Tanya si naga lalu tertawa. “Memang dalam duniamu binatang ajaib seperti aku dan teman-temanku adalah mustahil. Apalagi yang bisa
bicara bukan?”
Mau tak mau Trey mengangguk perlahan. “Jadi, apa yang membawamu kemari,” ulang sang naga. Trey bingung menjawab. “Ehm... aku hanya ingin menikmati halaman belakang rumah baruku, ternyata aku malah menemukan... tempat tinggal kalian ini.” Naga biru terdiam. Hening. Semua penghuni hutan lainnya bersembunyi.
“Trey!” suara seorang wanita terdengar dari balik punggung Trey. “Ayo, sarapan! Mama
tidak akan mau menunggumu seperti kemarin! Kalau mau terlambat, terserah!” “Pergilah, anak manusia,” kata sang naga. “Jangan biarkan ibumu memarahimu.” Trey mengangguk cepat lantas menutup pintu belakang. Ia berbalik ke ruang makan. ***
HARI makin gelap. Trey menghela napas panjang. Mungkinkah aku bermimpi tadi pagi? Mimpi tidak akan senyata ini. Jelas, aku bisa mencium wangi bunga magnolia di hutan itu. Dan naga biru itu! Trey mendudukkan tubuhnya di ranjang. Naga biru itu, memberikan bukti, hutan di balik pintu itu adalah nyata!
Ketika Trey berjingkat menuruni tangga menuju ruang santai, ia mendengar suara pertengkaran orangtuanya. “Apa maksudmu, aku tak bisa ngurusi anak,” suara ibunya penuh emosi. “ Kamu memang tak pernah ngurusi Trey,” balas ayah Trey. “Kamu hanya memangilnya untuk sarapan. Itu bukan kegiatan seorang ibu.”
Ibu Trey membalas. “Kamu sendiri tak pernah di rumah. Selalu bekerja, cari uang. Apa uang
saja dalam kepalamu.” Airmata menetes di pipi Trey. Ia makin mempercepat langkahnya. Semakin jauh, hati Trey terasa perih. Nyaris setiap hari orangtuanya bertengkar. “Hai, kau muncul lagi,” sapa naga biru yang sedang terbang di depan jalan masuk hutan.
Mata Trey berkeliling melewati bahu naga, mencari penghuni hutan lainnya. “Apakah temanmu takut padaku,” tanya Trey. “Tidak, tidak, mereka hanya kaget, karena sudah 5.000 tahun tak melihat bentuk kehidupan seperti dirimu Nak,” sahut naga biru. “Ha, 5.000 tahun. Keren, berarti kalian sudah lama di sini.” Sang naga mengedipkan matanya. Sekarang dia tak lagi terbang, tapi berdiri berhadapan dengan Trey.
“Apa nama dunia kalian,” tanya Trey. “Tidak ada. Kami tak perlu nama. Kami hanya bisa sebut tempat kami hutan. Ini kan hanya sekumpulan pohon,” sahut naga. Trey memuji hutan si naga yang unik dan minta izin untuk masuk. Ketika henda masuk hutan itu, sebuah tangan besar menepuk pundaknya.
“Hei, apa yang kamu lakukan malam-malam begini di kebun belakang. Memetik mawar
untuk pacarmu,” kata ayah Trey. Setelah menoleh ke arah ayahnya, Trey kembali memandang ke depan. Hutan di depannya tadi kini berganti kebun yang gelap dan sepi. “Ayo, lekas tidur. Tak mungkin kamu cari udara segar. Itu bukan alasan anak usia 25 tahun.”
Trey melompat ke tempat tidur. Paling tidak, bersama ayahnya ia merasa diperhatikan.
“Malam ayah,” ucap Trey ketika ayahnya hendak keluar kamar. Ayahnya menggerakkan bibir tanpa bersuara. “Malam kura-kuraku,” kata ayah Trey.
![]() |
foto : flickr |
KEESOKAN paginya, Trey muncul di depan hutan si naga. “Aku ingin melihat duniamu
naga,” kata Trey. Lagi-lagi, saat melangkah, muncul suara. “Tahan langkahmu,” itu suara cowok. Si naga berlutut ke arah suara itu. “Yang Mulia Raja Louis.” Trey mendongak menatap langit hutan itu dan melihat seekor naga besar warna merah dan putih bersama anak laki-laki.
Naga besar itu mendekati tanah dan anak cowok itu melompat turun. “Tenang Nak,” bisik naga biru kepada Trey. “Dia temanku sejak aku lahir. Dia yang merawatku dari telur. Dia takkan menggigitmu.” Raja Louis meminta si naga biru, yang bernama Sankorapa berdiri, lalu menoleh kepada Trey. “Kamu yakin akan masuk hutan.”
Raja Louis memegang bahu Trey. Ia minta Trey tidak masuk hutan. “Aku tak ingin kamu seperti Angela. Dia anak manusia, aku sudah peringatkan, sekali dia masuk, apapun yang
terjadi dia tak mungkin kembali ke dunianya.” “Lalu?” Trey penasaran. Raja Louis menyahut. “Dia terima syarat itu. Tiga hari kemudian dia menangis karena ingin kembali pulang. Rindu orangtua. Dan, hutan tidak suka itu. Maka, hutan mengutuknya menjadi cherzibout.”
“Hah?” kata Trey. “Apa itu.” Sankorapa, si naga biru menjelaskan. “Cherzibout adalah salah satu bunga terindah hutan ini. Itu hukuman yang pantas untuk anak manusia yang tidak menepati janjinya.” “Sankorapa, kau bilang teman-temanmu kaget karena tidak pernah melihat manusia sejak 5.000 tahun terakhir,” kata Trey. “Tapi tampaknya Louis seumuran denganku.”
Mendengar itu Louis nyengir bangga. Trey membelalakkan matanya. “Di sini setiap manusia tidak mengenal istilah meninggal,” kilah Raja Louis. Trey menelan ludah saking kagumnya. “Oke,” kata Trey akhirnya. “Aku akan pikirkan sekali lagi apa aku akan masuk ke duniamu, Louis. Sekarang aku harus sekolah dulu.”
***
JERITAN emosi mengguncang Trey dari tidur. “Kita cerai,” teriak ibu Trey. Saat itu pukul enam pagi. “Baik, kau bawa Trey bersamamu,” jawab ayah Trey. “Enak aja, aku tak mau hidupku diganggu remaja itu. Dia anakmu.” Ayah Trey berteriak keras. “Dia anakmu. Kau ibunya. Selama ini, kau selalu tersinggung ketika kukatakan kau tak becus mengurus anak. Kalau begitu, buktikan. Tunjukkan bahwa kau mampu mengurus anak.”
Hening sesaat. Lalu, terdengar langkah kaki ditarik cepat, dan pintu depan dibanting. Trey beranjak dari tempat tidur, memandang keluar jendela. Dia melihat ayahnya memundurkan mobil dari garasi dan bergegas pergi. Trey tak tahan lagi. Ia merasa ingin pergi saja. Kehadirannya hanya membawa pertengkaran orangtuanya. “Seandainya, aku tak hadir di dunia ini, mereka pasti tidak akan bertengkar seperti ini,” gumam Trey. Malam itu, Trey tertidur dengan berlinang airmata.
“Hei,” sapa Sankorapa, naga biru. “Hari ini kami pesta panen.” Trey tersenyum, dia melihat Sankokoura (naga merah) membantu menyusun perlengkapan pesta juga. “Boleh nggak aku bergabung,” tanya Trey. Sankorapa sesaat ragu. “Maksudmu masuk kemari. Aku tak yakin. Kau ingat kata Raja Louis kemarin. Kau takkan bisa kembali ke duniamu lagi.”
“Aku yakin, Sankorapa,” kata Trey. “Aku selalu ingat kata Louis. Dia di duniaku selalu dipukul dan disiksa ibunya. Maka dia masuk duniamu. Aku juga mengalami siksaan seperti dia.” Sambil mengelus kepala Trey, Sankorapa menerima kehadiran Trey. “Selamat datang di dunia barumu. Lihat teman-teman, manusia imut ini bergabung dengan kita.”
Satu per satu makhluk hutan muncul. Trey merasa kikuk. Sesudah menyapa, mereka menjadi riang dan menerimanya. “Selamat datang Nak,” ucap seekor naga kuning. “Kami senang menerimamu di sini.” Trey kemudian larut dalam kegembiraan suasana pesta panen. “Trey, ayo makan,” suara ibunya sayup-sayup terdengar. “Ke mana lagi anak itu. Kalau tidak sarapan dan terlambat, ibu tidak akan mengurusmu lagi.” (gabriella grasita)