Cara Menulis Liputan dalam Kompetisi Jurnalis DBL atau JRBL (2)
BOLEH jadi, satu-satunya media yang konsisten mewadahi bakat anak menulis adalah Jawapos. Surat kabar dari Surabaya ini selalu menyertakan lomba jurnalistik untuk peliputan turnamen basket level SMA (DBL) dan SMP (JRBL). Hampir di setiap kota sekarang ada, dan itu berarti menggerakkan kegiatan menulis di kota-kota itu.
Sebelum kompetisi berlangsung, pengelola turnamen menggelar coaching clinic. Sedikit memberi gambarang harus apa dan bagaimana ketika meliput nantinya di lapangan. Oh ya, maaf, Jawapos juga menggelar kompetisi jurnalis untuk kegiatan Mading 'Deteksi' yang sekarang berubah nama menjadi Zetizen. Pada dasarnya, prinsip peliputannya hampir sama. Semoga saja saya tidak salah ya.
Kriteria penilaian naskah dan foto antara lain : Orisinalitas, Akurasi, How to get dan angle, dan Kreativitas. Kok sama? Menulis itu menceritakan sesuatu secara literasi dengan kata dan bahasa sementara fotografi itu, melukiskan dengan cahaya. Keduanya sama-sama harus karya asli, dengan angle (fokus tulisan) atau angle (dalam foto adalah sudut pemotretan) yang unik.
Saya memiliki tiga naskah yang termasuk kategori terbaik, bahkan secara tim, sekolah dengan tulisan di bawah ini menjadi juara pertama di kompetisi jurnalis JRBL (Surabaya - North Region East Java). Silakan dibaca dengan seksama. Silakan bandingkan, kritik dan beri masukan. Pertanyaan boleh langsung di kolom komentar, atau email ke: harisatiman@gmail.com.
CONTOH 2 :
Judul : Desain Seminggu Jahit Sebulan demi Keceriaan
Sub-Judul : Kostum Unik di Dance Competition Junio JRBL 2016
SURABAYA - Dominasi pink dengan semburan warna silver membuat kostum Eloquent Squad, sebutan tim dance SMP Santa Maria, tampak begitu mencolok. Anggota tim yang kesemuanya cewek itu mengecat rambutnya dengan warna gold (emas), kekuningan, menjadikan mereka semakin mengesankan dan menggemaskan.
Uniknya, kostum itu adalah hasil desain sendiri. "Desainnya sih cuma satu minggu tapi jahitnya memakan waktu sebulan," jelas Louisa Elizabeth, kapten Eloquent Squad saat diwawancarai (3/11/2016). Dengan mengusung tema Barbie, mereka tampil dengan penuh keceriaan di setiap penampilannya.
"Barbie kan girly banget jadi harus belajar how to be the real barbie," ucap dancer yang akrab dipanggil Lisa ini.
Pelatih Dance Sanmar, Leonardo Harianto mengungkapkan, tema Barbie belum pernah dipergunakan selama kompetisi JRBL. Lebih lagi, ikon boneka itu begitu universal, semua orang mengenalnya.
Barbie merupakan boneka produksi Mattel, perusahaan Amerika, dan diperkenalkan pada Maret 1959. Pembuat boneka ini, Ruth Handler, mendapatkan inspirasi dari boneka asal Jerman, bernama Bild Lilli.
Namun kesulitan menghampiri, ketika Lisa dkk menggunakan kain lame sebagai bahan utama. Ternyata, kain itu mudah robek. Dengan ide yang begitu kreatif, kain satin mereka gunakan sebagai pelapis di bagian dalam.
"Akhirnya jadi juga meski tidak sesempurna bayangan kami pada awalnya," tambah Lisa yang timnya akhirnya merebut juara ketiga Dance Competition JRBL Indonesia 2016.
Cerita berbeda datang dari Neonano Dance Crew, sebutan tim dance SMPN 2 Surabaya, yang membawakan konsep Avatar. Kostum yang digunakan tampak begitu berwarna. Dengan warna hijau, biru, merah, dan kuning yang melambangkan empat elemen Avatar itu.
Gerakan mereka, aksi koreografi di lantai DBL Arena, tampak begitu cepat dan total. Pemilihan konsep Avatar memiliki alasan tersendiri. Selain belum pernah ada yang menggunakan, konsep itu dapat menghibur karena tokoh Avatar sendiri banyak penggemarnya.
Di balik itu, kerja keras tim Dance SMPN 2 Surabaya, tak bisa dipandang sebelah mata. Sejak dua bulan terakhir sebelum gelaran JRBL 2016, Neonano Dance Crew membuka stand di sekolah yang menjual berbagai makanan dan minuman.
"Tentunya harganya sangat terjangkau hanya dua sampai empat ribu tapi kita bisa dapat untung ratusan ribu setiap hari," ujar Wanda Ayudiah Agustine, kapten Neonano Dance Crew saat diwawancarai.
Tak hanya itu, setiap minggunya mereka juga merelakan waktu berjualan makanan dan pakaian bekas di Taman Bungkul. Di sana mereka tak kenal lelah, berkeliling dari pagi hingga siang hari. Walau telah jualan begitu kerasnya, hasilnya belum menutup biaya yang diperlukan.
"Setiap personel kita masih harus menambah dana satu jutaan untuk kostum," ucap Wanda Ayudiah Agustine. (*)
Sebelum kompetisi berlangsung, pengelola turnamen menggelar coaching clinic. Sedikit memberi gambarang harus apa dan bagaimana ketika meliput nantinya di lapangan. Oh ya, maaf, Jawapos juga menggelar kompetisi jurnalis untuk kegiatan Mading 'Deteksi' yang sekarang berubah nama menjadi Zetizen. Pada dasarnya, prinsip peliputannya hampir sama. Semoga saja saya tidak salah ya.
Kriteria penilaian naskah dan foto antara lain : Orisinalitas, Akurasi, How to get dan angle, dan Kreativitas. Kok sama? Menulis itu menceritakan sesuatu secara literasi dengan kata dan bahasa sementara fotografi itu, melukiskan dengan cahaya. Keduanya sama-sama harus karya asli, dengan angle (fokus tulisan) atau angle (dalam foto adalah sudut pemotretan) yang unik.
Saya memiliki tiga naskah yang termasuk kategori terbaik, bahkan secara tim, sekolah dengan tulisan di bawah ini menjadi juara pertama di kompetisi jurnalis JRBL (Surabaya - North Region East Java). Silakan dibaca dengan seksama. Silakan bandingkan, kritik dan beri masukan. Pertanyaan boleh langsung di kolom komentar, atau email ke: harisatiman@gmail.com.
CONTOH 2 :
Judul : Desain Seminggu Jahit Sebulan demi Keceriaan
Sub-Judul : Kostum Unik di Dance Competition Junio JRBL 2016
SURABAYA - Dominasi pink dengan semburan warna silver membuat kostum Eloquent Squad, sebutan tim dance SMP Santa Maria, tampak begitu mencolok. Anggota tim yang kesemuanya cewek itu mengecat rambutnya dengan warna gold (emas), kekuningan, menjadikan mereka semakin mengesankan dan menggemaskan.
Uniknya, kostum itu adalah hasil desain sendiri. "Desainnya sih cuma satu minggu tapi jahitnya memakan waktu sebulan," jelas Louisa Elizabeth, kapten Eloquent Squad saat diwawancarai (3/11/2016). Dengan mengusung tema Barbie, mereka tampil dengan penuh keceriaan di setiap penampilannya.
"Barbie kan girly banget jadi harus belajar how to be the real barbie," ucap dancer yang akrab dipanggil Lisa ini.
Pelatih Dance Sanmar, Leonardo Harianto mengungkapkan, tema Barbie belum pernah dipergunakan selama kompetisi JRBL. Lebih lagi, ikon boneka itu begitu universal, semua orang mengenalnya.
Barbie merupakan boneka produksi Mattel, perusahaan Amerika, dan diperkenalkan pada Maret 1959. Pembuat boneka ini, Ruth Handler, mendapatkan inspirasi dari boneka asal Jerman, bernama Bild Lilli.
Namun kesulitan menghampiri, ketika Lisa dkk menggunakan kain lame sebagai bahan utama. Ternyata, kain itu mudah robek. Dengan ide yang begitu kreatif, kain satin mereka gunakan sebagai pelapis di bagian dalam.
"Akhirnya jadi juga meski tidak sesempurna bayangan kami pada awalnya," tambah Lisa yang timnya akhirnya merebut juara ketiga Dance Competition JRBL Indonesia 2016.
Cerita berbeda datang dari Neonano Dance Crew, sebutan tim dance SMPN 2 Surabaya, yang membawakan konsep Avatar. Kostum yang digunakan tampak begitu berwarna. Dengan warna hijau, biru, merah, dan kuning yang melambangkan empat elemen Avatar itu.
Gerakan mereka, aksi koreografi di lantai DBL Arena, tampak begitu cepat dan total. Pemilihan konsep Avatar memiliki alasan tersendiri. Selain belum pernah ada yang menggunakan, konsep itu dapat menghibur karena tokoh Avatar sendiri banyak penggemarnya.
Di balik itu, kerja keras tim Dance SMPN 2 Surabaya, tak bisa dipandang sebelah mata. Sejak dua bulan terakhir sebelum gelaran JRBL 2016, Neonano Dance Crew membuka stand di sekolah yang menjual berbagai makanan dan minuman.
"Tentunya harganya sangat terjangkau hanya dua sampai empat ribu tapi kita bisa dapat untung ratusan ribu setiap hari," ujar Wanda Ayudiah Agustine, kapten Neonano Dance Crew saat diwawancarai.
Tak hanya itu, setiap minggunya mereka juga merelakan waktu berjualan makanan dan pakaian bekas di Taman Bungkul. Di sana mereka tak kenal lelah, berkeliling dari pagi hingga siang hari. Walau telah jualan begitu kerasnya, hasilnya belum menutup biaya yang diperlukan.
"Setiap personel kita masih harus menambah dana satu jutaan untuk kostum," ucap Wanda Ayudiah Agustine. (*)

