Cara Menulis itu Sebaiknya Menyesuaikan Bahasa dengan Peristiwanya
KALAU kamu mau menulis dengan baik, tirulah para jurnalis. Nah, mereka ini terbiasa, menyesuaikan bahasa dengan peristiwanya. Jurnalis menempatkan diri dalam cerita dan jujur dalam berbahasa.
Cerita yang hebat bukan dengan memanipulasi kata-kata, melebihi kejadiannya sendiri. Atau, melakukan wawancara dengan orang terkenal, tapi ternyata bahwa wawancara itu tidak pernah dilakukan. Ada surat kabar besar dari Surabaya yang jurnalisnya seringkali melakukan itu.
Kembali ke soal proses penulisnya, sebaiknya tidak mulai menulis dengan gaya, tapi utamakan informasi : pengungkapkan detail khusus, gambaran konkret, kutipan, statistik, catatan-catatan dan fakta. (Ingat pelajaran observasi dan wawancara).
Seperti sebuah puzzle, arti akan muncul dari hubungan antara potongan-potongan informasi, bukan dari hubungan antara kata-kata. Kata-kata hanyalah simbol dari informasi. Kata-kata memungkinkan kita merancang informasi sehingga menjadi bentuk yang urut atas dasar kepentingannya dan logis. Biarlah fakta yang bercerita. Bangunlah cerita dengan informasi.
Bill Ryan, jurnalis surat kabar The Hartford di Connecticut, mulai menulis dengan tidak menggunakan pensil, tape recorder atau komputer. Ia menggunakan pikiran. Ia menyusun beritanya di dalam mobil dalam perjalanan ke kantornya setelah wawancara.
Saya tahu, setiap orang punya caranya sendiri dalam menulis. Ada yang mondar-mandir sebelum mulai menulis. Ada yang mengorek-orek konsep dahulu. Ada yang menatap komputer sambil memeras otak untuk mencari lead yang cocok. Sementara, jarum jam makin mendekati deadline.
Kalau kamu melakukan latihan yang baik di observasi dan wawancara, sebenarnya proses penulisan tidak perlu begitu menyiksa seperti itu. Cobalah simak cara Don Fry ini.
Fry menulis lead belakangan. Ia lalu bertanya pada dirinya : bagian-bagian apa dan urutan yang ingin ditulis. Kemudian, ia baru memikirkan berbagai pertanyaan yang memerlukan jawaban pembaca dan bagaimana urutannya.
Fry mengonsentrasikan pada ada yang disebutnya 'point statement', yang juga dikenal sebagai fokus. Semua informasi yang tidak ada hubungannya dengan point statement tidak dimasukkan dalam cerita.
Sesudah perencanaan semua itu, barulah Fry menulis. Tidak pada awal, tapi pada paragraf yang berisi point statement. Ia meneruskan tulisannya sampai mencapai akhir (ending).
Kemudian, barulah Fry membuat lead. Setelah itu, ia mengecek dan memperbaiki tulisannya. (*)
Cerita yang hebat bukan dengan memanipulasi kata-kata, melebihi kejadiannya sendiri. Atau, melakukan wawancara dengan orang terkenal, tapi ternyata bahwa wawancara itu tidak pernah dilakukan. Ada surat kabar besar dari Surabaya yang jurnalisnya seringkali melakukan itu.
Kembali ke soal proses penulisnya, sebaiknya tidak mulai menulis dengan gaya, tapi utamakan informasi : pengungkapkan detail khusus, gambaran konkret, kutipan, statistik, catatan-catatan dan fakta. (Ingat pelajaran observasi dan wawancara).
Seperti sebuah puzzle, arti akan muncul dari hubungan antara potongan-potongan informasi, bukan dari hubungan antara kata-kata. Kata-kata hanyalah simbol dari informasi. Kata-kata memungkinkan kita merancang informasi sehingga menjadi bentuk yang urut atas dasar kepentingannya dan logis. Biarlah fakta yang bercerita. Bangunlah cerita dengan informasi.
Bill Ryan, jurnalis surat kabar The Hartford di Connecticut, mulai menulis dengan tidak menggunakan pensil, tape recorder atau komputer. Ia menggunakan pikiran. Ia menyusun beritanya di dalam mobil dalam perjalanan ke kantornya setelah wawancara.
Saya tahu, setiap orang punya caranya sendiri dalam menulis. Ada yang mondar-mandir sebelum mulai menulis. Ada yang mengorek-orek konsep dahulu. Ada yang menatap komputer sambil memeras otak untuk mencari lead yang cocok. Sementara, jarum jam makin mendekati deadline.
Kalau kamu melakukan latihan yang baik di observasi dan wawancara, sebenarnya proses penulisan tidak perlu begitu menyiksa seperti itu. Cobalah simak cara Don Fry ini.
Fry menulis lead belakangan. Ia lalu bertanya pada dirinya : bagian-bagian apa dan urutan yang ingin ditulis. Kemudian, ia baru memikirkan berbagai pertanyaan yang memerlukan jawaban pembaca dan bagaimana urutannya.
Fry mengonsentrasikan pada ada yang disebutnya 'point statement', yang juga dikenal sebagai fokus. Semua informasi yang tidak ada hubungannya dengan point statement tidak dimasukkan dalam cerita.
Sesudah perencanaan semua itu, barulah Fry menulis. Tidak pada awal, tapi pada paragraf yang berisi point statement. Ia meneruskan tulisannya sampai mencapai akhir (ending).
Kemudian, barulah Fry membuat lead. Setelah itu, ia mengecek dan memperbaiki tulisannya. (*)

