Belajar dari Kasus Penyebaran Virus Corona di Italia
KALAU kalian masih berkumpul bersama teman, pergi ke restoran atau bar, atau warkop, dan menganggap ini semua bukanlah masalah besar, tolong pikirkan lagi. Saya mengambil cerita dari seorang warga Italia. Dia bilang,”Untuk seluruh dunia, kalian belum tau apa yang akan terjadi pada kalian.”
Seperti yang kita semua tahu, Italia sekarang sedang dikarantina karena coronavirus outbreak. Masalah yang terjadi di sana buruk, namun yang lebih buruk lagi, adalah melihat seluruh dunia berperilaku seperti hal ini tidak akan terjadi pada mereka.
Kami paham apa yang kalian pikirkan, karena kami sempat ada di posisi kalian pula. Mari lihat bagaimana hal ini berkembang.
TAHAP 1:
Kalian tahu, coronavirus ada, dan beberapa kasus awal muncul di negara kalian. Tidak perlu khawatir kan? Ini hanyalah flu yang buruk saja? Aku bukan lansia berumur 75+ lalu apa yang mungkin akan terjadi padaku?
Aku aman, orang-orang bereaksi dengan berlebihan, apa gunanya keluar dengan masker dan menyuplai tisu di rumah? Aku akan hidup seperti biasanya, tidak perlu panik.
TAHAP 2:
Jumlah kasus naik secara signifikan. Negara mengumumkan adanya “zona merah” dan mengkarantina beberapa kota kecil dimana terdapat kasus-kasus awal coronavirus dan banyak orang yang tertular (22 Februari 2020).
Yah, hal itu menyedihkan dan lumayan mengkhawatirkan tapi negara pasti akan mengurusnya jadi tidak perlu panik. Ada beberapa kematian yang terjadi namun mereka semua orang-orang lansia dan media menggunakan hal tersebut untuk menciptakan kepanikan, memalukan sekali.
Semua orang hidup seperti biasanya, aku tidak perlu berhenti keluar dan bertemu teman-temanku kan? Aku tidak akan tertular, semua orang disini baik-baik saja.
TAHAP 3:
Jumlah kasus meningkat dengan cepat. Jumlahnya naik dua kali lipat setiap harinya. Jumlah kematian pun meningkat. Negara menyatakan “zona merah” dan karantina untuk 4 daerah dimana terjadi jumlah kasus paling banyak (7 Maret 2020). Sebanyak 25% populasi Itali dikarantina.
Sekolah dan universitas ditutup di area-area tersebut, namun bar, kantor, dan restoran tetap buka. Kepanikan disebarluaskan oleh media sebelum waktunya. Sekitar 10.000 orang dari “zona merah” itu pulang ke rumahnya masing-masing yang tersebar di seluruh Itali (nanti hal ini akan menjadi penting).
Lalu, 75% dari populasi Itali masih melakukan kegiatan sehari-hari. Orang-orang masih tidak paham akan keseriusan masalah ini. Semua orang mengingatkanmu untuk mencuci tangan dan membatasi keluar rumah, berkumpul secara ramai tidak diperbolehkan, setiap 5 menit hal-hal ini disampaikan di TV.
Tapi hal ini masih belum tertanam di setiap orang. Mulailah, jumlah kasus naik dengan luar biasa. Seluruh Sekolah dan Universitas ditutup selama minimal satu bulan. Hal ini ditetapkan menjadi darurat kesehatan nasional.
Rumah Sakit sudah memenuhi kapasitasnya, seluruh unit dikosongkan untuk memberi ruang pada pasien coronavirus. Jumlah dokter dan suster tidak cukup. Negara memanggil dokter-dokter yang sudah pensiun dan mahasiswa kedokteran dengan masa perkuliahan sisa 2 tahun.
Tidak ada lagi giliran kerja, yang ada hanya kerja sebanyak yang mereka bisa. Tentunya, dokter dan suster ikut tertular lalu menularkan pula ke keluarganya. Terlalu banyak kasus pneumonia, terlalu banyak orang yang butuh ICU namun tidak ada tempat yang cukup untuk semua orang.
Tahap ini sudah seperti perang: dokter harus memilih siapa yang akan disembuhkan berdasarkan atas kesempatannya untuk bertahan hidup. Hal itu berarti para lansia dan pasien pengidap stroke tidak bisa disembuhkan karena kasus corona memiliki prioritas.
Sumber daya yang ada tidak cukup untuk semua orang maka sumber daya harus didistribusikan untuk mendapat hasil terbaik. Aku harap aku bercanda namun ini lah yang benar-benar terjadi (di Italia).
Seorang keluarga kerabatku meninggal kemarin karena dia tidak bisa disembuhkan dari corona. Sistem pemerintahan mulai hancur dan hal ini menjadi sangat kacau. Yang bisa didengar dimana-mana hanyalah coronavirus dan krisis yang diciptakannya.
Ingat 10.000 orang yang pulang dari “zona merah” ke kampung halamannya masing2 yang tersebar di seluruh Italia? Akibat dari itu, negara menyatakan Italia dikarantina (satu negara lockdown, 9 Maret 2020).
Tujuannya, untuk mencegah penyebaran virus sebesar mungkin. Orang-orang masih bisa kerja, belanja, pergi ke apotek, dan bisnis masih berjalan karena jika tidak seperti itu maka ekonomi negara akan runtuh (walaupun sebenarnya sudah terjadi).
Tapi kamu tidak boleh meninggalkan areamu kecuali dengan alasan yang jelas. Kepanikan muncul, kamu melihat semua orang mulai menggunakan masker dan sarung tangan namun masih ada orang-orang yang menganggap ini tidak serius.
Orang-orang ini masih pergi ke restoran dengan orang banyak, berkumpul bersama teman, dan lainnya. Dua hari kemudian, diumumkan bahwa hampir seluruh bisnis tutup: bar, restoran, pusat perbelanjaan, segala macam toko, dan lainnya. Kecuali apotek dan supermarket.
Kamu boleh bepergian hanya jika kamu memiliki sertifikasi. Nah, sertifikasi ini merupakan dokumen berisi nama, asal, tempat tujuan, dan alasan. Terdapat banyak titik pemeriksaan yang dijaga polisi.
Jika kamu ditemukan di luar rumah tanpa alasan yang jelas, kamu akan didenda €206 (sekitar Rp 3,5 juta). Kalau kamu adalah pasien positif (dan tertangkap berkeliaran di luar rumah) kamu akan dipenjara 1 – 12 tahun untuk alasan pembunuhan.
KESIMPULAN AKHIR:
Itulah kondisi terakhir yang terjadi per tanggal 12 Maret 2020. Coba pikirkan bahwa hal ini terjadi hanya dalam rentang waktu 2 minggu. Hanya butuh 5 hari dari tahap 3 hingga kondisi terakhir.
Sumber : abizar (@psycopathethicc), 16 Maret 2020.
Seperti yang kita semua tahu, Italia sekarang sedang dikarantina karena coronavirus outbreak. Masalah yang terjadi di sana buruk, namun yang lebih buruk lagi, adalah melihat seluruh dunia berperilaku seperti hal ini tidak akan terjadi pada mereka.
Kami paham apa yang kalian pikirkan, karena kami sempat ada di posisi kalian pula. Mari lihat bagaimana hal ini berkembang.
TAHAP 1:
Kalian tahu, coronavirus ada, dan beberapa kasus awal muncul di negara kalian. Tidak perlu khawatir kan? Ini hanyalah flu yang buruk saja? Aku bukan lansia berumur 75+ lalu apa yang mungkin akan terjadi padaku?
Aku aman, orang-orang bereaksi dengan berlebihan, apa gunanya keluar dengan masker dan menyuplai tisu di rumah? Aku akan hidup seperti biasanya, tidak perlu panik.
TAHAP 2:
Jumlah kasus naik secara signifikan. Negara mengumumkan adanya “zona merah” dan mengkarantina beberapa kota kecil dimana terdapat kasus-kasus awal coronavirus dan banyak orang yang tertular (22 Februari 2020).
Yah, hal itu menyedihkan dan lumayan mengkhawatirkan tapi negara pasti akan mengurusnya jadi tidak perlu panik. Ada beberapa kematian yang terjadi namun mereka semua orang-orang lansia dan media menggunakan hal tersebut untuk menciptakan kepanikan, memalukan sekali.
Semua orang hidup seperti biasanya, aku tidak perlu berhenti keluar dan bertemu teman-temanku kan? Aku tidak akan tertular, semua orang disini baik-baik saja.
TAHAP 3:
Jumlah kasus meningkat dengan cepat. Jumlahnya naik dua kali lipat setiap harinya. Jumlah kematian pun meningkat. Negara menyatakan “zona merah” dan karantina untuk 4 daerah dimana terjadi jumlah kasus paling banyak (7 Maret 2020). Sebanyak 25% populasi Itali dikarantina.
Sekolah dan universitas ditutup di area-area tersebut, namun bar, kantor, dan restoran tetap buka. Kepanikan disebarluaskan oleh media sebelum waktunya. Sekitar 10.000 orang dari “zona merah” itu pulang ke rumahnya masing-masing yang tersebar di seluruh Itali (nanti hal ini akan menjadi penting).
Lalu, 75% dari populasi Itali masih melakukan kegiatan sehari-hari. Orang-orang masih tidak paham akan keseriusan masalah ini. Semua orang mengingatkanmu untuk mencuci tangan dan membatasi keluar rumah, berkumpul secara ramai tidak diperbolehkan, setiap 5 menit hal-hal ini disampaikan di TV.
Tapi hal ini masih belum tertanam di setiap orang. Mulailah, jumlah kasus naik dengan luar biasa. Seluruh Sekolah dan Universitas ditutup selama minimal satu bulan. Hal ini ditetapkan menjadi darurat kesehatan nasional.
Rumah Sakit sudah memenuhi kapasitasnya, seluruh unit dikosongkan untuk memberi ruang pada pasien coronavirus. Jumlah dokter dan suster tidak cukup. Negara memanggil dokter-dokter yang sudah pensiun dan mahasiswa kedokteran dengan masa perkuliahan sisa 2 tahun.
Tidak ada lagi giliran kerja, yang ada hanya kerja sebanyak yang mereka bisa. Tentunya, dokter dan suster ikut tertular lalu menularkan pula ke keluarganya. Terlalu banyak kasus pneumonia, terlalu banyak orang yang butuh ICU namun tidak ada tempat yang cukup untuk semua orang.
Tahap ini sudah seperti perang: dokter harus memilih siapa yang akan disembuhkan berdasarkan atas kesempatannya untuk bertahan hidup. Hal itu berarti para lansia dan pasien pengidap stroke tidak bisa disembuhkan karena kasus corona memiliki prioritas.
Sumber daya yang ada tidak cukup untuk semua orang maka sumber daya harus didistribusikan untuk mendapat hasil terbaik. Aku harap aku bercanda namun ini lah yang benar-benar terjadi (di Italia).
Seorang keluarga kerabatku meninggal kemarin karena dia tidak bisa disembuhkan dari corona. Sistem pemerintahan mulai hancur dan hal ini menjadi sangat kacau. Yang bisa didengar dimana-mana hanyalah coronavirus dan krisis yang diciptakannya.
Ingat 10.000 orang yang pulang dari “zona merah” ke kampung halamannya masing2 yang tersebar di seluruh Italia? Akibat dari itu, negara menyatakan Italia dikarantina (satu negara lockdown, 9 Maret 2020).
Tujuannya, untuk mencegah penyebaran virus sebesar mungkin. Orang-orang masih bisa kerja, belanja, pergi ke apotek, dan bisnis masih berjalan karena jika tidak seperti itu maka ekonomi negara akan runtuh (walaupun sebenarnya sudah terjadi).
Tapi kamu tidak boleh meninggalkan areamu kecuali dengan alasan yang jelas. Kepanikan muncul, kamu melihat semua orang mulai menggunakan masker dan sarung tangan namun masih ada orang-orang yang menganggap ini tidak serius.
Orang-orang ini masih pergi ke restoran dengan orang banyak, berkumpul bersama teman, dan lainnya. Dua hari kemudian, diumumkan bahwa hampir seluruh bisnis tutup: bar, restoran, pusat perbelanjaan, segala macam toko, dan lainnya. Kecuali apotek dan supermarket.
Kamu boleh bepergian hanya jika kamu memiliki sertifikasi. Nah, sertifikasi ini merupakan dokumen berisi nama, asal, tempat tujuan, dan alasan. Terdapat banyak titik pemeriksaan yang dijaga polisi.
Jika kamu ditemukan di luar rumah tanpa alasan yang jelas, kamu akan didenda €206 (sekitar Rp 3,5 juta). Kalau kamu adalah pasien positif (dan tertangkap berkeliaran di luar rumah) kamu akan dipenjara 1 – 12 tahun untuk alasan pembunuhan.
KESIMPULAN AKHIR:
Itulah kondisi terakhir yang terjadi per tanggal 12 Maret 2020. Coba pikirkan bahwa hal ini terjadi hanya dalam rentang waktu 2 minggu. Hanya butuh 5 hari dari tahap 3 hingga kondisi terakhir.
Sumber : abizar (@psycopathethicc), 16 Maret 2020.

