Be A Great Leader
“Aneh ya anak itu, dia itu nggak bisa apa-apa lho, tapi kok bisa ya kepilih jadi pengurus,” ujar Cen Cen, bukan nama sebenarnya, anak Kelas X SMA Kr Petra 5 Surabaya, dengan nada sinis.
Pernyataan ini membuka cerita serupa lainnya. Anak yang dituding oleh Cen Cen tadi tidak sendirian. Ternyata, ada anak Kelas X lainnya, atau Kelas XI lainnya yang (maaf), ’kualitasnya’ diragukan, lolos dalam seleksi kepengurusan kegiatan intra sekolah.
Tentu saja, hal itu menjadi kejutan besar bagi teman-teman kelasnya, apalagi teman satu gengnya. Pengurus dan kualitas, itulah yang akhirnya menjadi perdebatan seru.
Pengurus suatu organisasi, bisa diartikan orang yang punya kompetensi khusus, kemampuan lebih, dibandingkan teman-teman yang lain. Pengurus berarti dia yang menjadi wakil, penyambung aspirasi, bahkan pemimpin bagi yang lainnya.
Dan, kualitas, tentu berkaitan dengan kelebihan apa yang dimiliki, hal apa yang membuat dia dihargai dan dihormati. Barangkali, pemahaman sederhananya seperti itu.
Diskusi akhirnya mengerucut pada hal yang sama, yakni masalah kepemimpinan. Persoalan pemimpin dan seni memimpin inilah menjadi perhatian anak-anak yang diskusi itu.
Intinya, perlunya sebuah standar bagi sebuah organisasi bila ingin merekrut anggota atau pengurusnya. Standar itu tentu akan berbeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, tergantung kepada visi dan misinya.
”Saya pernah dengar kata leadership atau kepemimpinan itu. Menurut saya, itu mengenai seseorang yang mengendalikan, tidak hanya kontrol, tapi juga mengerti apa yang akan dikendalikan, apa risiko dan akibat yang diterima dari pengendalianya itu,” ujar Cecilia Gunawan dari Kelas XI.
Menurut Cecil yang menjadi Koordinator Tim Mading 3D di Deteksi Con 2k9, yang dibutuhkan dalam sebuah kepemimpinan itu yang pertama, bagaimana seseorang mengendalikan dirinya sendiri. Mengenai kehidupanya sendiri sehari-hari.
Keberanian dan ketegasan perlu dikembangkan jika memang ingin menjadi seorang pemimpin. Dan yang tidak kalah penting, seseorang tidak dapat memimpin sendirian. Ia harus memiliki "backing".
”Teman dan orang-orang yang ada di sekitarnya untuk mendukungnya dalam memimpin sesuatu. Karena seorang pemimpin bukan seorang dewa. Jadi, perlu bantuan dan tidak selalu bisa. Lalu, ia harus siap menerima kritikan walau sakit di hati. Sakit hati boleh saja, tapi harus segera diobati juga,” papar Cecil.
Gabriella Kristiani, alumnus SMA Petra 5 ikut memberi masukan. Menurut mahasiswi Farmasi Unair Surabaya ini, kepemimpinan dibagi menjadi, yaitu memimpin diri sendiri dan memimpin orang lain.
Kalau untuk diri sendiri, ya bagaiman bisa mengendalikan emosi diri biar jadi pribadi yang lebih baik. Sebab, kepemimpinan itu adalah proses mempengaruhi orang lain agar orang itu bisa punya visi dan tujuan yang sama.
”Tapi, pemimpin beda lho sama pimpinan. Kalau pimpinan itu belum tentu punya sifat kepemimpinan, tapi seorang pemimpin pasti mampu untuk menjadi pimpinan,” terang Lala, sapaan akrabnya.
Menurut Lala, untuk menjadi pemimpin yang dibutuhkan adalah kepercayaan diri dari orang itu sendiri, kerja sama sebagai tim, kemampuan komunikasi dan bergaul dengan bermacam-macam orang, mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan (decision maker). ”Dan yang pasti takut akan Tuhan,” tandasnya.
Sementara itu, Vania Santoso, salah satu aktivis lingkungan yang juga anak Kelas XII, mengungkapakn bahwa leadership itu lebih mengenai bagaimana bisa menerapkan good management dalam berbagai aspek, sekaligus mengatasi berbagai tantangan yang ada.
Kepemimpinan yang baik itu adalah bagaiman bisa membawa diri untuk kritis, tetap fokus pada sesuatu, punya destinasi positif, dan mampu menggiring orang tanpa memosisikan mereka sebagai bawahan.
Kalau begitu, perlu atau tidak, anak muda, atau pelajar, tahu soal kepemimpinan? Belajar kepemimpinan ini di waktu muda? Cecil, Lala dan Vania serempak menjawab : tentu saja perlu. Alasan Vania, karena dalam kehidupan masyarakat, akan banyak dihadapi persoalan realita dunia.
Di sinilah, sikap kepemimpinan untuk bisa selalu self control dengan baik itu sangat diperlukan. ”Jadi, perlu dibina sejak muda,” jawab Vania.
Cecil menukas bahwa guna menunjang kehidupan sehari-hari, kepemimpinan itu perlu. Nanti kalau sudah menghadapi dunia kerja dan rumah tangga, leadership sangat berguna.
”Jangan mau ditindas kalau benar, tapi mau jadi gelas, jika gelas kita memang kosong mau diisi air. Dan, yang perlu saya katakan, yang dimaksud pemimpin tidak harus di depan. Jadilah pemimpin yang mau dikritik. Tidak boleh bertindak seenak perutnya. Jangan sampai sikap kepemimpinan kita dianggap teman sebaya kita sebagai sifat "sok" atau egois,” tambahnya.
Lala sekali lagi menegaskan perlunya kepemimpinan sejak muda. Ia yakin bahwa orang yang tidak memiliki salah satu ciri kepemimpinan, pasti kualitas hidupnya tidak bisa maksimal. Selalu berada di bawah dan selalu terjajah.
”Hehe. Apalagi, Tuhan kan bilang kalau kita ini diciptakan untuk menjadi kepala, bukan ekor. Jangan menunda-nunda sesuatu, selagi masih muda, mari isi dengan kegiatan positif! Ayo jangan facebook-an saja. Masih banyak hal lain yang bisa dikerjakan. Be a great leader,” kata Lala. (tim majalah sma kr petra 5 surabaya)