Merasakan Langsung Kebijakan Lockdown di India
AKHIRNYA, Selasa (24/3/2020), 20.00 waktu setempat, pemerintah India mengumumkan lockdown seluruh negeri berpenduduk 1,3 miliar jiwa itu untuk 25 Maret 2020 pukul 00.00 pagi selama 21 hari.
Bukan sesuatu yang mengagetkan, kota kami Gurgaon (satelitnya Delhi, ibarat BSD-nya Jakarta) sudah lockdown terlebih dulu sejak Sabtu (21/3/2020). Kemudian, disusul Janta Curfew sebagai latihan lockdown nasional sehari 22 Maret 2020 dan Delhi juga sudah lockdown sejak 23 Maret 2020.
Akibat lockdown langsung kami rasakan Selasa (24/3/2020) malam. Anak keempat kami, Ali yang masih berusia 5 bulan demam tinggi 39,5 derajat Celcius dan tidak turun turun walau sudah diberi obat penurun panas.
Setelah konsultasi dengan dokter dengan WA, dokter meminta anak kami di bawa ke RS. Perjuangan pun dimulai. Sopir dan mobil yang kantor sewa untuk saya pakai sehari-hari tidak bisa datang karena pelat nomor kuning (umum) tidak boleh beroperasi.
Tidak mungkin melewati perbatasan Delhi-Gurgaon selama masa lockdown. Taksi dan Uber tidak diperbolehkan beroperasi (demikian juga MRT, kereta, bus pesawat).
Mencari ambulan ke rumah sakit juga hasilnya nihil. Menelepon SOS juga tidak membuahkan hasil. Untungnya ada teman kantor, tetangga apartemen yang baik hati bersedia mengantar ke RS, tetapi mengingat situasi Corona saat ini, saya meminta dia untuk meminjamkan mobilnya saja.
Itu untuk memastikan semua orang sehat dan selamat. Apalagi teman saya itu juga ada orang tuanya tinggal bersama dia di apartemen. Kami tidak mau ambil risiko untuk teman dan keluarganya.
Tantangan selanjutnya, saya dan istri mengantar anak ke RS, artinya kami harus meninggalkan 3 anak kami lainnya di apartemen sendiri tanpa pengawasan orang dewasa.
Brief tentang keselamatan dan keamanan kami berikan secara kilat kepada Lintang anak sulung kami yang berusia 10 tahun untuk menjaga adik adiknya yang berusia 7 dan 4 tahun.
Alhamdulillah, MasyaAllah, Lintang terlihat tegar dan mengiyakan setiap instruksi kami, walaupun kami bisa membaca kekhawatiran di raut wajah dan ada butiran air di matanya, tapi dia tidak menolak dan tidak menangis.
Cukup berat bagi dia, karena ada kemungkinan kami menginap di RS. Perjalanan ke RS cukup mencekam, jalanan sangat sepi dan gelap dengan beberapa barikade memblokade jalan.
Sesampai di RS international suasana makin mencekam, sebelum masuk pintu gerbang kami harus cuci tangan dan scan suhu. Kemudian kami diharuskan menunggu di dalam mobil karena dokter di IGD masih menangani pasien lain.
Saat kami dipanggil, terlihat di lobi sepi, tidak ada seorangpun yang diperbolehkan menunggu di lobi. Alhamdulillah, setelah 2 jam observasi, Ali diperbolehkan pulang dengan dibekali obat dan tetap disuruh observasi. Dia dinyatakan aman dari Covid19 karena riwayat perjalanan kami, maupun gejalanya bukan gejala Covid19. P
Perjalanan pulang lebih mencekam lagi karena sudah jam 01.30 pagi tanggal 25 Maret 2020, sudah masuk masa lockdown nasional. Terdapat barikade di beberapa ruas jalan dengan dijaga Polisi.
Sirine Polisi meraung raung. Gerombolan anjing jalanan yang kelaparan mengejar siapapun yang melintas, termasuk mobil kami, bahkan anjing anjing itu berani menghadang mobil kami.
Mereka kelaparan karena sejak lockdwon 21 Maret sedikit sekali orang orang yang keluar dan memberi makan mereka. Kami sampai di rumah pukul 02.00.
Esok harinya berbagai berita dan video bersliweran di WA kami. Orang orang yang keluar rumah digebug Polisi tanpa kecuali, termasuk para delivery man yang bertugas mengantar susu, sayur dan makanan pokok.
Rupanya eksekusi lapangan tidak semudah instruksi pusat yang sangat jelas, yaitu delivery man, pekerja di toko toko groseri, termasuk yang dikecualikan dan boleh keluar menunaikan tugasnya.
Akibatnya, kami yang biasa belanja groseri online Amazon terlambat menerima pesanan kami. Amazon bahkan, karena membludagnya pembelian online, akhirnya menyetop sementara layanan pembelian baru sampai semua orderan yang terpending bisa terlayani.
Untungnya, ada supermarket kecil di komplek apartemen kami, sehingga kami masih bisa belanja kebutuhan harian. Kami putuskan hanya saya yang boleh keluar belanja ke supermarket.
Itupun saat ini sudah dibatasi, hanya 5 pembeli yang boleh berada di dalam supermarket, sementara yang lain mengantri di luar dengan jarak minimal 1 meter. Pembelian berlebihan akan ditolak.
Beberapa jenis barang kosong, seperti frozen food, roti bread, susu dan hand sanitizer. Tetapi bahan makanan roti, susu biasanya tetap ada kalau saya datangnya pagi jam 11, baru kosong kalau datang sore.
Harga harga stabil, karen di India semua produsen wajib menuliskan MRP (Maximum Retail Price) di setiap kemasannya. Retailer yang menjual di atas MRP siap siap dikenakan sanksi dari pemerintah.
Selain jalan diblokade, semua fasilitas umum seperti kolam renang, gym, mall, bioskop ditutup. Restoran hanya boleh buka untuk take away atau delivery. Taman dan Playground tidak boleh dipergunakan, termasuk di dalam komplek apartemen kami semua fasilitas umum ditutup.
Manajemen apartemen juga menghentikan servis kebersihan di dalam unit. Didi (mbak) yang biasa bantu kami memasak dan bersih bersih rumah tidak bisa datang.
Tiga anak kami yang sekolah juga belajar online dan tiap hari ada online class dan presentasi. Tidak mudah bagi kami, dengan 3 anak usia sekolah yang masing-masing ada tugas dan presentasi dan membutuhkan bimbingan mengerjakannya, sementara yang bayi masih terus dalam observasi.
Tetapi setidaknya kami merasa aman dengan lockdwon ini. Dan anak anak juga jadi jauh lebih mandiri, membantu mencuci piring, memasak, menjaga adik, membersihkan ruang TV dan lain lain.
Alhamdulillah kami masih bisa bersama dan mempunyai cukup supply makanan sampai 2 minggu ke depan. Walaupun kami tidak tahu sampai kapan lockdown ini berakhir.
Pemerintah India sendiri menggelontorkan dana 1,7 lakh crore setara dengan Rp 340 T untuk membantu orang orang miskin selama masa lockdown ini dengan beberapa skema. Bantuan langsung, bantuan untuk petani dan lain lainnya. Tentunya lain negara, lain kondisi dan lain kemampuannya.
Semoga Allah menolong kita dan dunia bisa terbebas dari virus Corona.
Gurgaon, 28 Maret 2020.
Mursid - Fannie
(Mursid Widarsono Affandi, Komunitas Backpacker Internasional)
Bukan sesuatu yang mengagetkan, kota kami Gurgaon (satelitnya Delhi, ibarat BSD-nya Jakarta) sudah lockdown terlebih dulu sejak Sabtu (21/3/2020). Kemudian, disusul Janta Curfew sebagai latihan lockdown nasional sehari 22 Maret 2020 dan Delhi juga sudah lockdown sejak 23 Maret 2020.
Akibat lockdown langsung kami rasakan Selasa (24/3/2020) malam. Anak keempat kami, Ali yang masih berusia 5 bulan demam tinggi 39,5 derajat Celcius dan tidak turun turun walau sudah diberi obat penurun panas.
Setelah konsultasi dengan dokter dengan WA, dokter meminta anak kami di bawa ke RS. Perjuangan pun dimulai. Sopir dan mobil yang kantor sewa untuk saya pakai sehari-hari tidak bisa datang karena pelat nomor kuning (umum) tidak boleh beroperasi.
Tidak mungkin melewati perbatasan Delhi-Gurgaon selama masa lockdown. Taksi dan Uber tidak diperbolehkan beroperasi (demikian juga MRT, kereta, bus pesawat).
Mencari ambulan ke rumah sakit juga hasilnya nihil. Menelepon SOS juga tidak membuahkan hasil. Untungnya ada teman kantor, tetangga apartemen yang baik hati bersedia mengantar ke RS, tetapi mengingat situasi Corona saat ini, saya meminta dia untuk meminjamkan mobilnya saja.
Itu untuk memastikan semua orang sehat dan selamat. Apalagi teman saya itu juga ada orang tuanya tinggal bersama dia di apartemen. Kami tidak mau ambil risiko untuk teman dan keluarganya.
Tantangan selanjutnya, saya dan istri mengantar anak ke RS, artinya kami harus meninggalkan 3 anak kami lainnya di apartemen sendiri tanpa pengawasan orang dewasa.
Brief tentang keselamatan dan keamanan kami berikan secara kilat kepada Lintang anak sulung kami yang berusia 10 tahun untuk menjaga adik adiknya yang berusia 7 dan 4 tahun.
Alhamdulillah, MasyaAllah, Lintang terlihat tegar dan mengiyakan setiap instruksi kami, walaupun kami bisa membaca kekhawatiran di raut wajah dan ada butiran air di matanya, tapi dia tidak menolak dan tidak menangis.
Cukup berat bagi dia, karena ada kemungkinan kami menginap di RS. Perjalanan ke RS cukup mencekam, jalanan sangat sepi dan gelap dengan beberapa barikade memblokade jalan.
Sesampai di RS international suasana makin mencekam, sebelum masuk pintu gerbang kami harus cuci tangan dan scan suhu. Kemudian kami diharuskan menunggu di dalam mobil karena dokter di IGD masih menangani pasien lain.
Saat kami dipanggil, terlihat di lobi sepi, tidak ada seorangpun yang diperbolehkan menunggu di lobi. Alhamdulillah, setelah 2 jam observasi, Ali diperbolehkan pulang dengan dibekali obat dan tetap disuruh observasi. Dia dinyatakan aman dari Covid19 karena riwayat perjalanan kami, maupun gejalanya bukan gejala Covid19. P
Perjalanan pulang lebih mencekam lagi karena sudah jam 01.30 pagi tanggal 25 Maret 2020, sudah masuk masa lockdown nasional. Terdapat barikade di beberapa ruas jalan dengan dijaga Polisi.
Sirine Polisi meraung raung. Gerombolan anjing jalanan yang kelaparan mengejar siapapun yang melintas, termasuk mobil kami, bahkan anjing anjing itu berani menghadang mobil kami.
Mereka kelaparan karena sejak lockdwon 21 Maret sedikit sekali orang orang yang keluar dan memberi makan mereka. Kami sampai di rumah pukul 02.00.
Esok harinya berbagai berita dan video bersliweran di WA kami. Orang orang yang keluar rumah digebug Polisi tanpa kecuali, termasuk para delivery man yang bertugas mengantar susu, sayur dan makanan pokok.
Rupanya eksekusi lapangan tidak semudah instruksi pusat yang sangat jelas, yaitu delivery man, pekerja di toko toko groseri, termasuk yang dikecualikan dan boleh keluar menunaikan tugasnya.
Akibatnya, kami yang biasa belanja groseri online Amazon terlambat menerima pesanan kami. Amazon bahkan, karena membludagnya pembelian online, akhirnya menyetop sementara layanan pembelian baru sampai semua orderan yang terpending bisa terlayani.
Untungnya, ada supermarket kecil di komplek apartemen kami, sehingga kami masih bisa belanja kebutuhan harian. Kami putuskan hanya saya yang boleh keluar belanja ke supermarket.
Itupun saat ini sudah dibatasi, hanya 5 pembeli yang boleh berada di dalam supermarket, sementara yang lain mengantri di luar dengan jarak minimal 1 meter. Pembelian berlebihan akan ditolak.
Beberapa jenis barang kosong, seperti frozen food, roti bread, susu dan hand sanitizer. Tetapi bahan makanan roti, susu biasanya tetap ada kalau saya datangnya pagi jam 11, baru kosong kalau datang sore.
Harga harga stabil, karen di India semua produsen wajib menuliskan MRP (Maximum Retail Price) di setiap kemasannya. Retailer yang menjual di atas MRP siap siap dikenakan sanksi dari pemerintah.
Selain jalan diblokade, semua fasilitas umum seperti kolam renang, gym, mall, bioskop ditutup. Restoran hanya boleh buka untuk take away atau delivery. Taman dan Playground tidak boleh dipergunakan, termasuk di dalam komplek apartemen kami semua fasilitas umum ditutup.
Manajemen apartemen juga menghentikan servis kebersihan di dalam unit. Didi (mbak) yang biasa bantu kami memasak dan bersih bersih rumah tidak bisa datang.
Tiga anak kami yang sekolah juga belajar online dan tiap hari ada online class dan presentasi. Tidak mudah bagi kami, dengan 3 anak usia sekolah yang masing-masing ada tugas dan presentasi dan membutuhkan bimbingan mengerjakannya, sementara yang bayi masih terus dalam observasi.
Tetapi setidaknya kami merasa aman dengan lockdwon ini. Dan anak anak juga jadi jauh lebih mandiri, membantu mencuci piring, memasak, menjaga adik, membersihkan ruang TV dan lain lain.
Alhamdulillah kami masih bisa bersama dan mempunyai cukup supply makanan sampai 2 minggu ke depan. Walaupun kami tidak tahu sampai kapan lockdown ini berakhir.
Pemerintah India sendiri menggelontorkan dana 1,7 lakh crore setara dengan Rp 340 T untuk membantu orang orang miskin selama masa lockdown ini dengan beberapa skema. Bantuan langsung, bantuan untuk petani dan lain lainnya. Tentunya lain negara, lain kondisi dan lain kemampuannya.
Semoga Allah menolong kita dan dunia bisa terbebas dari virus Corona.
Gurgaon, 28 Maret 2020.
Mursid - Fannie
(Mursid Widarsono Affandi, Komunitas Backpacker Internasional)

