Cerita Horor Santet Sewu Dino (4) : Keranda di Atas Ranjang
Sri dan yang lain bingung. Tidak ada penjelasan ini sebelumnya. Mereka sudah berjanji mau menerima pekerjaan ini.
Rumah macam apa yang dimaksud. Sri tidak mengerti. Ada sebuah mobil yang siap mengantar mereka. Sopir akan menjelaskan pekerjaannya. Mobil bergerak. Sri, Erna dan Dini, masih terlihat kaget. Satu sama lain tidak ada yang bicara, bingung. Sri memberanikan diri bertanya kepada sopir, namun sopir, memberi isyarat, mereka tidak boleh bicara terlebih dulu, seakan-akan, mereka dibuntuti sesuatu.
Ada kejadian menarik yang membuat Sri semakin curiga. Setiap persimpangan, si sopir berhenti, mengambil sesuatu dari belakang, meletakkannya di tengah jalan, seperti bunga di dalam kotak, yang terbuat dari daun pisang. Muncul kecurigaan apa yang sebenarnya dilakukan. Apalagi terus menerus, sampai akhirnya, mobil meninggalkan kota, jauh, dan perlahan memasuki area hutan.
Waktu menunjuk pukul 12 malam, saat kegelapan hutan, mulai menyelimuti mereka. Tidak terbayangkan, mereka, akan tinggal di dalam hutan segelap ini. Kiri kanan pepohonan, dengan semak belukar. Mobil terus berjalan, sampai, tiba di sebuah jalan setapak, perlahan, mobil melesat masuk. Di atas jalan setapak, yang ditumbuhi rumputan liar, mobil menerabas memaksa masuk.
Sri dan yang lain, mulai merasa tidak nyaman. "Pak, badhe ten pundi niki, kulo mboten dipateni kan" (Pak, kita mau kemana, saya tidak akan di bunuh kan?) tanya Dini. Sopir hanya tersenyum, tetap memaksa mobil, menembus sela pepohonan. Seakan mencari jalan di tengah gelap hutan yang dipenuhi kabut di sepanjang jalan. Setelah jauh masuk hutan, mobil berhenti di sebuah semak dan pohon yang tidak lagi bisa dilewati mobil.
Ada kejadian aneh. Ada satu pohon yang tidak terlalu besar, tumbang begitu saja. Sopir keluar dari mobil, menyingkirkan pohon tumbang itu, dan dari sana ada jalan setelah melewati jalan naik turun. Mereka tiba di sebuah rumah gubuk, terbuat dari kayu yang disusun serampangan. Atapnya tidak terlalu tinggi, terlihat sangat kumuh, bahkan lebih kumuh dari rumah Sri. Dari sana, muncul seorang pria tua, yang seperti sudah menunggu mereka semua.
Sri dan yang lain turun, sopir menjabat tangan si pria tua, mencium tangannya, sebelum memperkenalkan Sri dan dua orang lainnya. "Mulai tekan kene, bapak iki sing jelasno kabeh" (mulai dari sini, si bapak yg akan menjelaskan semua). Tampak dari luar, bapak itu sudah uzur, bahkan carannya berjalan saja seperti kewalahan menyangga badannya sendiri. Ia tidak bicara banyak, hanya memperkenalkan namannya, Pak Ageng, katannya.
Ia mengajak Sri dan yang lain masuk rumah itu. Ia menunntunya masuk ke kamar, di salah satu kamar itu. Sri dan yang lain, kaget bukan main. Tepat di atas ranjang, ada sebuah peti mati, keranda mayat, di dalamnya. Ada seorang gadis yang mungkin masih SMA, masih muda. Ia memejamkan matannya, di badannya. Ia melihat nanah busuk dan garis lebam hitam, siapa?
"Nami kulo Tamin, kulo ngertos, akeh sing kepingin njenengan takokno, enten opo nang kene" (Nama saya Tamin, saya mengerti, pasti banyak yang ingin kalian tanyakan tentang apa yang baru saja kalian lihat di sini). Si pria tua membungkuk, sebelum melangkah keluar kamar
"Onok opo asline nang kene" (ada apa sih sebenarnya ini), kata Dini. Ia tidak bisa mengalihkan pandanganya kepada gadis itu.
Matanya terpejam dikurung bambu kuning yang dibentuk menyerupai keranda mayat. Sri dan yang lain, yakin, ada sebuah rahasia di tempat ini, namun apa itu! Ketika kebingungan itu, Sri melangkah mundur, ia tidak sanggup lagi melihat gadis itu yang entah siapa dan kenapa ada di sini. Ia berniat mencari tahu, dan bertanya langsung kepada sopir yang mengantar mereka. (*)